Laporkan Masalah

Modal sosial para pedagang kakilima etnis Jawa studi di Daerah Nagoya Kota Batam

SIREGAR, Padang Rihim, Prof. Dr. Tadjuddin Noer Effendi

2010 | Tesis | S2 Sosiologi

Kemampuan bertahan hidup para Pedagang Kali Lima (PKL) etnis Jawa di daerah Nagoya Kota Batam menarik untuk diteliti. Di tengah kesulitan ekonomi di tanah air, PKL etnis Jawa di daerah Nagoya Kota Batam sebagai kelas ekonomi menengah ke bawah tampak lebih tegar dan stabil. Bagaimana bentuk modal sosial yang dimiliki para PKL etnis Jawa di daerah Nagoya Kota Batam, dalam mendukung kegiatan usahanya? Demikianlah pertanyaan penelitian yang dikaji dalam tulisan ini. Dengan melihat pandangan dan gagasan para ahli mengenai modal sosial, definisi, argumentasi dan indikasinya Memperhatikan pemikiran Hanifan, Coleman, Putnam, dan Fukuyama, diketahui definisi ’modal sosial’ adalah jaringan interaksi sosial yang muncul atas dasar norma-norma keikhlasan timbal balik dan saling percaya, yang memungkinkan orang-orang mau bekerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Adanya jaringan interaksi sosial mengasumsikan bahwa individu-individu mempunyai kepentingan dan mau memperjuangkan kepentingan tersebut melalui interaksi timbal balik secara berpola dan teratur. Mereka berperilaku demikian karena masing-masing menganut nilai-nilai dan aturan-aturan tidak resmi tentang saling bicara jujur, saling percaya, dan bersikap ikhlas pada yang lain. Penelitian kualitatif ini menemukan ada hubungan erat antara modal sosial dengan kegiatan usaha mereka. Modal sosial yang mereka miliki mendukung kegiatan usaha terutama dalam hal bertahan terhadap berbagai goncangan krisis.Terdapat tiga aspek modal sosial, yakni struktural, relasional dan kognitif. Dalam aspek struktural, penelitian ini menemukan hubungan struktural antar anggota dengan paguyuban ternyata merupakan kekuatan yang penting sebagai basis kehidupan sehari-hari para PKL etnis Jawa. Setiap PKL etnis Jawa terhubung secara struktural dengan paguyuban, pemerintah dan organisasi lain. Hubungan ini memberi manfaat secara sosial dalam kaitannya dengan kehidupan sehari-hari maupun kegiatan usaha. Apalagi bagi PKL etnis Jawa yang sejak asalusulnya masih lekat dengan strata sosial yang dibentuk oleh tata krama dan kebahasaan. Dalam aspek relasional, penelitian ini menemukan hubungan antar PKL etnis Jawa, pola kehidupan di lingkungan tempat usaha dan tempat tinggal, adanya kemitraan, ikatan kekeluargaan dan jaringan sosial dengan daerah asal yang membuat semangat hidup dan gairah bisnis mereka terus terjaga. Walaupun dijumpai pada PKL Pecel Lele etnis Jawa adanya hubungan yang kurang harmonis antara mantan anak buah/karyawan dengan bekas juragannya. Akan tetapi, antar juragan PKL Pecel Lele etnis Jawa cenderung memiliki hubungan yang harmonis. Dalam aspek kognitif, kepercayaan atau trust menjadi faktor kunci sebagai modal sosial dalam hubungannya dengan keseimbangan jasmani dan rohani, kehidupan lahir batin setiap individu. Argumennya, rasa saling percaya antar warga masyarakat dan kemauan untuk bekerjasama menyebabkan ”biaya transaksi” dan ”biaya kontrol” menjadi rendah, dan hasilnya adalah kehidupan yang lebih efisien dan produktif. Dengan demikian, sumber daya yang ada, dapat dioptimalkan untuk melakukan kegiatan yang membangun nilai tambah bagi kehidupan masyarakatnya.

It is interesting to study the ability to survive of the street hawker (PKL) of Javanese ethnic in Nagoya area of Batam City. Amidst the economic difficulty of our nation, the street hawker of Javanese ethnics in the area as economic middle class and lower seem to be stable and tough. What social capital do they have in supporting the business activity? It is the question intended to elaborate in the study by considering experts’ opinion on social capital, definition, argumentation and indication. Hanifan, Coleman, Putnam and Fukuyama define ’social capital’ as social interaction network on reciprocity basis and trust that enables people to cooperate in achieving their common objectives. The presence of such social interaction network assumes that individuals have interests and willingness to strive for their interests through mutual interaction of certain pattern. They behave so because the follow informal norms of mutual trust, honesty, and generous. It is a qualitative study that finds a significant correlation between the social capital and supporting its the business activity. There are three aspects of the social capital, which are structural, relational, and cognitive. In the structural aspect it is found that the structure between the members in the association is proven to be an important strength as the basis of the daily life of the street hawker of Javanese ethnics, the living pattern in the area where they live, the presence of partnership, familial ties and rural-urban social network that maintain their business spirit. In the relational aspect it is found that the relationships between of the street hawker of Javanese ethnics, life pattern in area place of effort and residence, existence of partnership, social familiarity tying and network with origin area making spirit of life and enthusiasm in business they always awakes. Although met at the street hawker Pecel Lele of Javanese ethnics existence of relationship that is less harmonious between former with ex- its manager. However, between the managers at the street hawker Pecel Lele of Javanese ethnics tends to has harmonious relationship. In the cognitive aspect it is found that trust becomes a key factor of the social capital in its correlation with the physical and psychological balance as individuals. The argument is that the mutual trust of the people and their strong willingness to cooperate cause “transaction cost” and “control cost” to be low. Subsequently, it results in higher efficiency and productivity. Thus, the existing resources may be optimized to develop added values of their own people.

Kata Kunci : modal sosial, pedagang kaki lima, etnis Jawa, social capital, street hawker, Javanese ethnic


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.