Latar belakang. Pelaksanaan otonomi daerah sebagai pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 jo UU No. 32 Tahun 2004 mewajibkan Kabupaten/Kota untuk merencanakan, mengadakan dan mengelola obat untuk pelayanan kesehatan dasar.. Tersedianya dana dari APBD Kabupaten pada tahun 2003 - 2005 yang besar untuk memenuhi ketersediaan obat mendorong adanya penelitian untuk mengetahui apakah proses pengadaan yang dilakukan selama ini telah efektif untuk menjaga ketersediaan obat dengan harga yang kompetitif. Penelitian ini juga bermaksud mengetahui bagaimana proses pengadaan obat dilakukan dan pengaruhnya pada proses penyimpanan dan distribusi. Metode penelitian. Jenis penelitian ini adalah penelitian observasional dengan menggunakan data kuantitatif dan kualitatif yang disampaikan secara destriptif analitis. Data kuantitatif diperoleh dari dokumen pengadaan dan stok obat di Dinas Kesehatan pada kurun waktu tahun 2003-2005, sedangkan untuk lebih memperjelas fenomena yang ada dilakukan wawan-cara mendalam terhadap pejabat yang paling tahu tentang proses peng-adaan dan pengelolaan obat antara lain proses pengadaan obat, perban-dingan rata-rata harga obat dengan harga standard, dan ketersediaan obat . Hasil penelitian. Proses pengadaan obat dilakukan dengan dua metode yaitu pelelangan umum (tahun 2003 dan 2005) dan pemilihan langsung (tahun 2004), ternyata pelelangan lebih singkat waktunya yaitu 22 hari dibandingkan pemilihan langsung 27 hari. Perencanaan obat yang diadakan dibuat oleh seksi perencanaan dengan berbasis pada pola konsumsi dengan memperhatikan tren pola penyakit dan masukkan dari puskesmas. Pengadaan obat tahun 2004 dan 2005 tidak menghasilkan harga yang efisien dibanding harga standard Menkes R.I. (101,2% - 107.3%) kecuali pelelangan tahun 2003 (87,1%). Ketersediaan obat pada tanggal 1 juli sudah terdapat obat kosong walau keadaannya semakin membaik dari 19,6% (tahun 2003) ke 10,7% (tahun 2005). Kekosongan obat adalah akibat dari proses perencanaan obat, bukan akibat proses pengadaan obat. Pengadaan obat setahun sekali sangat mempengarui penyimpanan namun tidak berpengaruh pada distribusi obat ke puskesmas Kesimpulan. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa proses pengadaan obat memakan waktu cukup lama (4 bulan), dari segi waktu proses pelelangan lebih singkat dibandingkan pemilihan langsung. Pelelangan dan pemilihan langsung tahun 2004-2005 sama-sama tidak menghasilkan harga yang efisien dibanding harga standard Menkes R.I. Kekosongan obat yang terjadi lebih pada kesalahan perencanaan dari pada proses pengadaan.

Background.The implementation of regional autonomy as stipulated at Law No. 22 Year 1999 jo Law No. 32 Year 2004 mentioned that all district/municipality has to plan, implement and allocate pharmaceutical as the basic medical services. How the allocation of fund through Regional APBD year 2003 - 2005 to fulfill the pharmaceutical procurement is the reason to implement the research regarding to know whether the process of pharmaceutical procurement that has been implemented already effective to maintain the pharmaceutical procurement with the competitive price. This research also will find out how the process of pharmaceutical procurement gives impact in processing of pharmaceutical storage and its distribution. Method. The research chooses the observational research by using quantitative and qualitative data which represent through descriptive analysis. The quantitative data find from the document of the pharmaceutical procurement and stock in Health Institution from year of 2003, 2004 and 2005, by which synchronises to the phenomenon among data and the fact, the involvement some staffs by asking deep questionnaire regarding to the process of pharmaceutical procurement and its distribution among others how the process of pharmaceutical procurement, the average of pharmaceutical price refers to the standard price and the stock of pharmaceutical. Result. There are 2 (two) methods of pharmaceutical procurement process, they are open tender (year 2003 and 2005) and competitive negotiations (year 2004), however the result of open tender takes a short time, only 22 days compard to competitive negotiations takes 27 days. The pharmaceutical planning done by planning section based on the frame of consumption regarding to the trend of symptom and the needs of health centre. The pharmaceutical procurement year 2004 and 2005 did not give the result more efficient of price compared to the standard of Ministry of Health (101,2% - 107,3%), except at open tender on year 2003 (87.1%). Since 1st of July the pharmaceutical stock already not available, even the condition of stock become better from 19.6% (year 2003) to 10.7% (year 2005). The stock out of pharmaceutical is caused by the process of planning, it’s not caused by the process of pharmaceutical procurement. The pharmaceutical procurement regularly every year given the impact to the pharmaceutical storage, however not effected for the pharmaceutical distribution to the health centre. Conclusion. The result of research can be concluded that the process of pharmaceutical procurement takes 4 (four) month. The process of open tender take short time compared to competitive negotiations. Open tender and competitive negotiations during 2004 – 2005 simultaneously not give the result to the price more efficiently compared to the price standard from Ministry of Health. The stock out of drug is caused by the error of planning than the process of procurement.

Kata Kunci : Manajemen Layanan Kesehatan,Dinas Kesehatan,Pengadaan Obat, Drug availability, open tender, competitive negotiations, pharmaceutical procurement