Konflik pemanfaatan sumber daya kawasan penambangan emas :: Studi kasus perlawanan masyarakat terhadap kebijakan konsesi penambangan emas pada kawasan Toguraci Kecamatan Malifut Halmahera Utara
SADIK, Abdullah, Dr. Nanang Pamuji Mugasejati
2005 | Tesis | S2 Ketahanan Nasional (Magister Perdamaian dan ResBenih-benih konflik pemanfaatan sumber daya kawasan penambangan emas di Kecamatan Malifut, sesungguhnya sudah mulai tumbuh semenjak keberadaan PT. Nusa Halmahera Minerals (NHM) pada tahun 1997 di kawasan hutan Gosowong. Dimana saat itu, masyarakat setempat mulai berani melakukan protes atau unjuk rasa terhadap rencana kegiatan penambangan di areal Gosowong. Persoalan yang membuat masyarakat melakukan protes terhadap keberadaan PT. NHM yakni terkait dengan konsesi penguasaan areal penambangan yang memberi hak mutlak pada PT. NHM sebagai pemegang Kuasa Pertambangan berdasarkan Kontrak Karya oleh pemerintah. Sementara bersamaan dengan itu, masyarakat meng-klaim bahwa areal penambangan dimaksud adalah wilayah adat / ulayat mereka. Dari masalah inilah yang menjadi awal kemunculan konflik berkepanjangan di areal penambangan Gosowong maupun Toguraci Malifut. Studi ini, tidak hanya berhenti pada penelitian persoalan tersebut, tetapi ingin menjawab mengapa masyarakat menentang terhadap kebijakan konsesi penambangan pemerintah, dan secara luas mencermati faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perlawanan masyarakat terhadap kegiatan penambangan P.T. NHM. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, ada isu-isu yang menyebabkan masyarakat Malifut melakukan penentangan (protes) atas kebijakan konsesi penambangan di areal Gosowong maupun Toguraci, yaitu : (1) Adanya pengabaian hakhak masyarakat setempat berupa kompensasi oleh P.T. NHM selama melakukan ekploitasi tambang emas di Gosowong; (2) Adanya perlakuan diskriminatif dari P.T. NHM terhadap proses rekrutmen tenaga kerja lokal; dan (3) Adanya pengrusakan lingkungan pasca penambangan di kawasan hutan lindung Gosowong. Isu-isu tersebut merupakan tuntutan masyarakat selama ini, tetapi belum dipenuhi dan diselesaiakan oleh pihak P.T NHM maupun pemerintah. Sehingga konflik mengalami peningkatan dari sikap masyarakat memprotes sampai pada melakukan perlawanan. Untuk sikap perlawanan masyarakat itu sendiri, ada beberapa faktor yang mempengaruhinya, antara lain : (1) Faktor – sentralisme pengambilan kebijakan sumber daya penambangan pada pemerintah, yang mana masyarakat maupun pemerintahan setempat hanya sebagai penerima dan pelaksana kebijakan; (2) Faktor – program P.T. NHM terhadap pemberdayaan masyarakat, yaitu kurangnya kepedulian perusahaan pada lingkungan sosialnya terutama mengenai kompensasi yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat setempat; dan (3) Faktor – penyelesaian konflik yang kurang maksimal selama ini, yakni tidak dilakukannya langkah pencegahan konflik yang tepat serta di ganjal oleh peran dan posisi maupun kapasitas pemerintah dalam penyelesaian konflik yang cenderung memihak. Oleh karena itu, perlu adanya kebijakan yang menata kembali tentang pemanfaatan sumber daya tambang serta perlu perubahan cara pengambilan kebijakan, agar konflik tidak berlangsung lama dan meningkat menjadi kekerasan.
The conflict seeds on gold mining resource exploitation in Malifut sub-district has really grown since the presence of P.T. Nusa Halmahera Minerals (NHM) during 1997 in Gosowong forest area. At that time, local people were encouraged to perform protests or demonstrations toward mining activities in Gosowong area. Issues motivating people to protest on P.T. NHM presence have related to gold mining concession providing P.T. NHM with absolute right as the authority holder of mining exploitation based on Working Contract that the government provided. At the same time, local people claimed that such mining area have belonged to their traditional / ulayat properties. This issue has triggered prolonged conflicts in Gosowong and Toguraci Malifut mining areas. The present study, being not only focused on such problem, attempted to answer why local people refused the government policy on mining concession an largely to identify what factors influencing local people’ refusal toward P.T. NHM’s mining activities. Results indicated that some issues encouraging Malifut people’ protests toward policies on mining concession in both Gosowong and Toguraci, were (1) Right negligence in terms of compensation that P.T. NHM should provide during gold mining exploitation in Gosowong; (2) Discriminating treatment that P.T. NHM performed during recruitment process involving local employees; and (3) Post-mining environmental degradation of Gosowong reserved forests. Such issues have so far turned out to be local people demand, but both P.T. NHM and government have not fulfilled and solved yet. The conflict, therefore, has been increasing, from local people’s protests to physical conflict. The conflict has been influenced by the following factors, namely (1) The factor of government-centralized-policy making on mining resources, where both local-people and –government served only as policy receiver and implementer; (2) Factor of the programe of P.T. NHM on public empowerment, i.e. less concern that the company have on social environment, especially compensations related to local people’s wealth; and (3) Factor of less maximum conflict resolution performed so far, i.e. no appropriate conflict prevention has been conducted and such effort have been impeded by the government roles and positions and capacities in unfair conflict resolution. Therefore, policy of reorganizing mining resources exploitation, changes in policy making method are required to make the conflict prolong and growing to be violence.
Kata Kunci : Konflik,Kebijakan Penambangan Emas,Perlawanan Masyarakat,Conflict, Government Policy, and Natural Resources