Bahasa Jawa dalam Ludruk di Jawa Timur :: Studi tentang tingkat tutur dalam bahasa
MARYAENI, Promotor Prof.Dr. R.M. Soedarsono, MSc
2002 | Disertasi | S3 Ilmu-ilmu HumanioraPenelitian ini bertujuan mendeskripsikan penggunaan bahasa Jawa dalam ludruk di Jawa Timur. Masalah yang digarap dalam penelitian ini meliputi: (1) elemen ludruk, (2) satuan bentuk lingual bahasa Jawa dalam ludruk , (3) penggunaan tingkat tutur bahasa Jawa dalam ludruk, dan (4) kekhasan pengunaan bahasa Jawa dalam ludruk. Metude yang digunakan adalah kualitatif. Penelitian ini tidak mengkaji seluruh kelompok dan cerita tetapi dipilih dan ditentukan satu kelompok dan satu cerita yang dianggap representatif. Kerepresentatifan ini didasarkan butir-butir tujuan penelitian, yakni elemen ludruk, satuan bentuk lingual, tingkat tutur, dan kekhasan bahasa Jawa dalam ludruk. Karena itu, kelompok ludruk yang dipilih adalah Putra Bhakti dengan cerita Sawunggaling Pahlawan Surabaya. Pemilihan kelompok Putra Bhakti ini didasarkan pertimbangan bahwa (I) kelompok ludruk tersebut merupakan kelompok yang mapn, (2) selalu menampilkan cerita-cerita pakem, dan (3) bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Jawa Timur. Sementara itu, pemilihan cerita Sawunggaling Puhlawan Surabaya (SPS) didasarkan pertimbangan bahwa (a) SPS merupakan cerita ludruk yang sesuai dengan pkem, (b) lengkap elemennya, (c) SPS merupakan cerita kepahlawanan, dan (d) bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa ngoko dan beberapa ragam bahasa lainnya, (e) latar cerita adalah masa penjajahan Belanda, (f) lakon ini memenuhi syarat dikaji melalui telaah analisis wacana, etnografi komunikasi, dan sosiolinguistik. Data penelitian ini adalah penggunaan bahasa Jawa dalam ludruk. Data penelitian ini diperoleh dari hasil transkripsi cerita. Transkripsi dilakukan dengan cara mendengarkan cerita secara berulang-ulang. Pengulangan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh data yang sahih. Transkripsi cerita diwujudkan apa adanya sesuai dengan pendengaran peneliti. Artinya, hasil transkripsi berupa salinan tuturan bentuk lisan ke bentuk tertulis. Data penelitian ini terbagi atas tiga jenis data, yaitu data yang berbentuk lingual, data yang berbentuk pengsrnaan bahasa, dan data yang berwujud kekhasan bahasa Jawa dalam ludruk di Jawa Timur. SPS tersaji dalam tujuh kaset dan dipilah menjadi 43 adegan. Data yang telah ditranskripsi dan dipilah dianalisis dengan teknik multidisipliner, yaitu teknik analisis untuk bidang (a) analisis wacana, (b) etnograli komunikasi, dan (c) sosiolinguistik. Prosedur yang ditempuh dalam analisis data meliputi tahapan (1) kodifikasi data, (2) klasifikasi data, (3) interpretasi data, dan (4) eksplanasi data. Ludruk, sebagai genre kesenian, memiliki elemen-elemen penting dan spesifik, yaitu rema dan kidung, dhugelan, dan cerita. Ketiga elemen tersebut merupakan elemen-elemen yang tidak terpisahkan dari pementasan kesenian ludruk. Dalam pementasan, urutan elemen ludruk adalah (1) wacana pembuka, (2) rema beserta kidung, (3) lawak, (4) cerita, (5), (6) kidung penutup, dan (7) wacana penutup. Kidung merupakan nyanyian berbentuk puisi lirik diiringi gamelan khas Jawa yang dibawakan oleh penyanyi pria atau wanita. Kidung ludruk terdiri atas dua bentuk, yaitu syair dan pantun. Dhagelan dalam cerita Sawunggaling muncul dua kali, yaitu sebelum cerita dan di antara cerita. Topik-topik dalam elemen dhagelan sangat beragam, misalnya, (a) anggota tubuh, (b) kematian, (c) kesucian, (d) jabatan, (e) orang tua, (9 makan dan makanan, dan (g) hadiah. Cerita .Suwungguling Pahlawan Surabaya tefokus pada perjalanan dan perubahan nasib pelaku utama, yaitu Joko Berek atau Sawunggaling, yakni (1) pencarian, (2) pertemuan, (3) perubahan nasib, (4) pemberontakan, dan (5) keberhasilan. Bahasa yang digunakan dalam ludruk adalah bahasa Jaw dialek Jawa Timur. Kode-kode bahasa yang lain yang digunakan adalah (a) bahasa Jawa, (b) bahasa Indonesia, (c) bahasa Madura, (d) bahasa Inggris, (e) bahasa Belanda, dan (9 bahasa Arab. Aspek kebahasaan yang khas dan menjadi ciri penanda bahasa Jawa dialek Jawa Timur adalah (I) tata bunyi, (2) bentukan kata, (3) kata, dan (4) partikel. Aspek tata bunyi bahasa Jawa dialek Jawa Timur pada dasarnya memiliki kesamaan dengan bahasa Jawa baku. Fonem vokal dan konsonan yang &pat dijadikan ciri penanda yang khas adalah /e/ yang beralofon fE], /i/ yang beralofon [I], /o/ yang beralofon [O], /u/ yang beralofon [u], dan konsonan [?I. Alofon-alofon tersebut digunakan dengan mmperhatikan konsep keselarasan vokal. Pembentukan kata bahasa Jawa dialek Jawa Timur yang ditemukan dalam ludruk dan merupakan ciri penanda adalah (a) prefiks (tak-, kok-, di-) dan kombinasi dengan (-nu) (b) sufiks (-en. -u, -am, -nu, -an), dun (e) konfiks. Kata-kata yang khas bahasa Jawa dialek Jawa Timur, setidak-tidaknya, ditemukan 57 kata. Partikel-partikel bahasa Jawa dialek Jawa Timur adalah a, i, se, dan tah Tingkat tutur bahasa Jawa dalam wacana ludruk terbagi atas dua tingkat, yaitu ngoko dan krama. Penggunaan kedua tingkat tutur dicermati dari elemen ludruk, yaitu kidung, lawak, dan cerita. Penggunaad kedua tingkat tutur pada masing-masing elemen sangat bergantung pada komponen komunikasi. Komponen komuni kasi dimaksud adalah: penutur (01 dan 02), hubungan, tempt dan waktu, situasi komunikasi, suasana, topik komunikasi, dan tujuan komunikasi, sedangkan kekhasan bahasa Jawa dialek Jawa Timur dalam ludruk, pada dawnya, dapat dilihat dari aspek tata bunyi, bentukan kata, kata, partikel, dan tingkat tutur.
This study aims at describing the use of the East Java dialect of Javanese. The problems being discussed cover: (1) ludruk elements , (2) Javanese lingual chaacteristics in ludruk, (3) the use of Javanese speech level in ludruk, and (4) the specific use of Javanese in ludruk The method used is qualitative. This study doesn’t analyse the whole groups and stories but one which represents all. The representation is based on the aim of study , namely ludruk elemens, unit of lingual forms, speech level, and the uniqueness of Javannese in Ludruk. Therefore, the selected ludruk groups is Putra Bhakti-the one with the story is Sawunggaling (SPS), a hero from Surabaya. The determination of the group was due to the following accounts: (1) the group is an established one, (2) it always performs conventionally fixed stories (pakem), and (3) the language used is the East Java dialect of Javanese. Meanwhile, the selection of SPS was based on the following considerations (a) SPS is a ludruk story which is in line with pakem, (b) it has a complete elements, (c) SPS is a heroic story, (d) the language! used is the low speech level and other language variant, (e) the setting of the story was of the Dutch colonization, (f) this act meets the requirements to be analysed in terms of discourse analysis, communication ethnography, and sociolinguistics. Data collection was done by transcribing the act through listening to it repeatedly. The repetition is meant to get valid data. The transcription was embodied in accordance wih the one perceive by the researcher, with means that it was encoded from utterance into literal written transription. The collected data were categorized into three different categorizations, that are, lingual data, data in the form of language, and ones showing the Javanese uniqueness in ludruk in East Java. The story of SPS is recorded in seven cassettes and divided separately into 43 scenes. The data which had been transcribed and selected were analysed by using multidisciplinair techniques that is techniques covering (a) discourse analysis (b), communication ethnography, and (c) sociolinguistics. The procedure taken in analyzing the data covers the following steps: (1) data codification, (2) data classification, (3) data interpretation, and (5) data explanation. Ludruk, as a genre of art, possesses specific and important elements, namely rema and kidung (song poetry), dhagelan (skithumor), and story. Javenese poetic song of ludruk has two forms, namely puntun dan lyrics. The three elements are inseparable from ludruk art performance. In a performance, the elements are in the following chronological order (a) prologue, (2) rema wiyh song poetry, (3) skit, (4) story, (5) the closing of song poetry, and (6) ephilogue. Kidung is a poetry song with the accompanient of Javanese music (gamelan), which is performed by a male or female singer. Ludruk song poetry consists on two forms: syair (poem) dan pantun (traditional rhyming poetry). Skit in SPS appears twice; firstly before the story and secondly somewhere between the appearance of the story, the topic of which can be, for examples, about (a) a parts of the human body, (b) death, (c) innocence, (d) job positions, (e) parents, (f) food and dishes, and (8) as. The plot of SPS is focused on the journey and the changes of the main role’s fate -- Joko Berek or Sawunggaling’s fate, which covers (1) searching, (2) meeting, (3) fate changing, (4) rebelling, and (5) success. The language used is the East Java dialect of Javaneses. Other language codes used varies from (a) Javaneses, (b) Indonesian, (c) Madureses, (d) English, (e) Dutch, and (f) Arabic. Specific linguistic aspects that become the markers of the East Java dialect of Javanese are (1) phonetics, (2) word formation, (3) word, and (4) particle. Basically, phonetic aspect of the East Java dialect of Javanese is similar to of standardized Javanese. Vowel and consonant phonems characterizing the specific marker of the Javanese language are /e/ with an allophone [El, /i/ with an allophone [I], lo/ with an allophone [O], /u/ with an allophone [UJ, and consonant I?]. Those allophones are used with regard of a concept of vowel harmony. Word formations of the East Java dialect of Javanese whch are forms and characterize the langusge are (a) prefix (tak-; kok-; di-) and with the combination of (-na), (b) suffix (-en; -a; -na; -an), and (c) confix. There are at least 57 specific words found in the East Java dialect of Javanese. The particle are a, i, se, and tah. The speech level of Javanese in ludruk discorse is divided into two level: ngoko (low) and krama (high). The use of the two forms can be seen in ludruk elements, namely kidung, skit, and story. The use of the two forms in each element depends largely on the communication component-speakers (S 1 and S2), relationshp, place and time, the situation of the communication, nuance, topic, and the purpose of the communication. Whereas the uniqueness of the East Java dialect of Javanese basically can be seen from phonetic aspect, word formation, word, particle, and specch level.
Kata Kunci : Bahasa Jawa,Ludruk,Tutur Bahasa