Evaluasi Penatausahaan Barang Milik Daerah (Studi pada Pemerintah Provinsi Riau)
DOLLAR SEVTIMO M, Prof. Mahfud Sholihin, M.Acc., Ph.D.
2017 | Tesis | S2 AkuntansiPengelolaan barang milik daerah merupakan unsur yang penting yang menjadi perhatian pemerintah daerah karena barang milik daerah merupakan barang yang dibeli atau diperoleh atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Oleh karena itu, pemerintah daerah harus melakukan pengelolaan barang milik daerah dengan baik dan dapat dipertanggungjawabkan dalam bentuk laporan pengelolaan barang milik daerah (BMD). Penatausahaan barang milik daerah merupakan bagian dari pengelolaan BMD yang melaksanakan kegiatan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan BMD. Dengan penatausahaan secara tertib, maka akan dihasilkan angka-angka yang tepat dan akurat yang berdampak pada tersedianya database yang memadai dalam menyusun perencanaan kebutuhan dan penganggaran, pengamanan administrasi BMD, dan akan menghasilkan laporan aset daerah di neraca dengan angka yang tepat dan akurat. Permasalahan umum yang terjadi pada pemerintah daerah di Indonesia dalam pengelolaan barang milik daerah ialah ketidaktertiban di dalam pelaksanaan penatausahaan atau pengelolaan data barang milik daerah. Menurut Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester II Tahun 2016, salah satu kendala yang dihadapi oleh pemda adalah penatausahaan aset yang tidak tertib, seperti permasalahan barang milik daerah berupa aset tetap tidak diketahui keberadaannya atau dikuasasi oleh pihak lain, tidak didukung dengan bukti kepemilikan, penghapusan, pelaporan aset tetap tidak didukung dengan pencatatan dalam kartu inventaris barang (KIB) dan tidak dilakukan invetarisasi yang memadai yang memungkinkan resiko kehilangan barang milik daerah. Opini Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Pemprov Riau pada Tahun 2015 dan 2016 adalah wajar tanpa pengecualian (WTP), namun demikian dalam hal penatusahaan BMD yang belum tertib masih menjadi catatan bagi BPK. Penelitian ini dilakukan untuk melihat proses penatausahaan BMD, faktor-faktor yang menjadi kendala, dan kesesuaian pelaksanaan penatausahaan barang milik daerah pada Pemerintah Provinsi Riau dengan regulasi yang berlaku. Metode yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data diperoleh melalui wawancara dan analisis dokumen. Hasil penelitian menunjukan penatausahaan BMD dilaksanakan berdasarkan Permendagri Nomor 19 Tahun 2016. Faktor-faktor utama yang menjadi kendala adalah kompetensi sumber daya manusia, jumlah personel, koordinasi pengurus barang dengan bidang-bidang yang kurang baik, kurangnya dukungan dari pimpinan, dan aplikasi komputer yang belum terintegrasi. Dalam penelitian ini juga ditemukan ketidaksesuaian pelaksanaan penatausahaan BMD dengan regulasi-regulasi yang berlaku seperti pada tingkat pengguna barang tidak membuat kartu inventaris Barang (KIR), format laporan barang yang tidak lengkap, penyampaian laporan yang tidak tepat waktu, dan ketidakakuratan data barang karena tidak lengkapnya pengisian data-data barang pada kartu inventaris barang (KIB).
The management of regional property is an important element of concern to the local government because the goods belonging to the region are goods purchased or obtained at the expense of the Regional Revenue and Expenditure Budget (APBD) or derived from other legitimate acquisitions. Therefore, local governments must manage the property of the region well and can be accounted for in the form of reports on the management of region property. Administration of regional property (BMD) is part of BMD management that performs book keeping, inventory and reporting activities of BMD. By administering in an orderly manner, it will produce precise and accurate figures that impact on the availability of adequate database in preparing planning needs and budgeting, security administration BMD, and will produce reports on the balance sheet assets with the numbers precise and accurate. A common problem that occurs in local government in Indonesia in the management of local property is disorder in the implementation of administration or data management of regional property. According to the Highlights of the Second Semester of 2016, one of the obstacles faced by the local government is the improper administration of assets, such as the issue of regional property in the form of fixed assets unknown to or controlled by other parties, not supported by proof of ownership, write-off, Is not supported by the recording in the Goods Inventory Card (KIB) and there is inadequate inventory that allows the risk of loss of property. The opinion of the Supreme Audit Agency (BPK) against the Local Government Financial Report (LKPD) of Riau Province in 2015 and 2016 is Unqualified (WTP), however, in the case of undocumented BMD placement is still a record for BPK. This research is conducted to see the process of administration of BMD, the factors that become obstacles, and the suitability of the implementation of administration of local property in Riau Provincial Government with the applicable regulation. The method used is qualitative with case study approach. Data obtained through interviews and document analysis. The result of research shows that BMD administration is implemented based on Permendagri Number 19 of 2016. The main factors that become obstacle are human resource competence, number of personnel, coordination of goods executives with unfavorable fields, lack of support from leadership, and computer application that has not Integrated. In this study also found the mismatch of the implementation of BMD administration with applicable regulations such as on the level of user goods does not make Inventory Card (KIR), incomplete reporting format of goods, inaccurate report submission, and inaccuracy of goods data due to incomplete Filling of goods data on Goods Inventory Card (KIB).
Kata Kunci : pengelolaan, penatausahaan, barang milik daerah (BMD), aset tetap, Permendagri 19 Tahun 2016