THANDHAK LUDRUK: TRANSGENDER DALAM SENI PERTUNJUKAN
GANISA P RUMPOKO, Dr. G. R. Lono Simatupang, M. A
2016 | Tesis | S2 ILMU ANTROPOLOGILudruk merupakan kesenian tradisional masyarakat Jawa Timur. Dalam pementasannya, ludruk selalu identik dengan peran perempuan (thandhak) yang dimainkan oleh laki-laki. Beberapa sumber menjelaskan asal mula thandhak ini dipengaruhi oleh kultur pesantren masyarakat Jawa Timur yang melarang perempuan untuk satu panggung dengan laki-laki. Meski demikian, hingga saat ini ludruk masih menjadi kesenian tradisional yang identik dengan keberadaan pemain laki-laki yang berdandan perempuan. Jika sebelumnya pemain thandhak ludruk ini adalah laki-laki yang hanya berdandan perempuan saat di atas panggung, saat ini pemain thandhak ludruk dimainkan oleh transgender. Keberadaan transgender ini menjadi salah satu alasan bagaimana ludruk sebagai kesenian tradisional masih bisa bertahan di tengah kemajuan zaman. Tulisan ini membicarakan keberadaan transgender di dalam seni pertujukan yang dalam tulisan ini adalah sebagai pemain thandhak ludruk. Dalam tulisan ini dibahas mengenai sejarah perkembangan ludruk dan pemain thandhak-nya yang masih bertahan hingga saat ini. Selain itu, tulisan ini juga membahas proses perjalanan seorang thandhak ludruk dan keberterimaan mereka dalam masyarakat. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk melihat keberadaan transgender dalam kesenian terutama seni pertunjukkan. Diharapkan dengan adanya tulisan ini mampu memberikan gambaran tentang keberterimaan transgender dalam bersosial, yang mana merupakan kelompok marginal di masyarakat. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat di Jawa Timur yaitu di panggung-panggung kesenian yang mementaskan ludruk, desa-desa yang sempat mengadakan pertunjukan ludruk, dan sanggar ludruk, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan menggunakan teknik partisipasi-observasi serta wawancara. Penelitian berlangsung selama lebih kurang satu tahun mulai Juni 2014 sampai dengan Juli 2015. Dalam penelitian ini digunakan metode pengamatan langsung dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para informan menjadi thandhak ludruk karena tertarik dengan pertunjukan ludruk dan dengan bermain ludruk mereka dapat menyalurkan ekspresinya tanpa takut mendapat celaan. Meski demikian, saat ini bermain ludruk tidak dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan sehingga mereka harus mencari pekerjaan lain untuk mencukupi kebutuhan. Keberadaan transgender yang rela menjadi thandhak ludruk dengan bayaran murah ini di sisi lain menjadi salah satu faktor kesenian ludruk tetap berjalan sampai hari ini. perempuan. Jika sebelumnya pemain thandhak ludruk ini adalah laki-laki yang hanya berdandan perempuan saat di atas panggung, saat ini pemain thandhak ludruk dimainkan oleh transgender. Keberadaan transgender ini menjadi salah satu alasan bagaimana ludruk sebagai kesenian tradisional masih bisa bertahan di tengah kemajuan zaman. Tulisan ini membicarakan keberadaan transgender di dalam seni pertujukan yang dalam tulisan ini adalah sebagai pemain thandhak ludruk. Dalam tulisan ini dibahas mengenai sejarah perkembangan ludruk dan pemain thandhak-nya yang masih bertahan hingga saat ini. Selain itu, tulisan ini juga membahas proses perjalanan seorang thandhak ludruk dan keberterimaan mereka dalam masyarakat. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk melihat keberadaan transgender dalam kesenian terutama seni pertunjukkan. Diharapkan dengan adanya tulisan ini mampu memberikan gambaran tentang keberterimaan transgender dalam bersosial, yang mana merupakan kelompok marginal di masyarakat. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat di Jawa Timur yaitu di panggung-panggung kesenian yang mementaskan ludruk, desa-desa yang sempat mengadakan pertunjukan ludruk, dan sanggar ludruk, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan menggunakan teknik partisipasi-observasi serta wawancara. Penelitian berlangsung selama lebih kurang satu tahun mulai Juni 2014 sampai dengan Juli 2015. Dalam penelitian ini digunakan metode pengamatan langsung dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para informan menjadi thandhak ludruk karena tertarik dengan pertunjukan ludruk dan dengan bermain ludruk mereka dapat menyalurkan ekspresinya tanpa takut mendapat celaan. Meski demikian, saat ini bermain ludruk tidak dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan sehingga mereka harus mencari pekerjaan lain untuk mencukupi kebutuhan. Keberadaan transgender yang rela menjadi thandhak ludruk dengan bayaran murah ini di sisi lain menjadi salah satu faktor kesenian ludruk tetap berjalan sampai hari ini. kesenian terutama seni pertunjukkan. Diharapkan dengan adanya tulisan ini mampu memberikan gambaran tentang keberterimaan transgender dalam bersosial, yang mana merupakan kelompok marginal di masyarakat. Penelitian ini dilakukan di beberapa tempat di Jawa Timur yaitu di panggungpanggung kesenian yang mementaskan ludruk, desa-desa yang sempat mengadakan pertunjukan ludruk, dan sanggar ludruk, dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan menggunakan teknik partisipasi-observasi serta wawancara. Penelitian berlangsung selama lebih kurang satu tahun mulai Juni 2014 sampai dengan Juli 2015. Dalam penelitian ini digunakan metode pengamatan langsung dan wawancara mendalam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para informan menjadi thandhak ludruk karena tertarik dengan pertunjukan ludruk dan dengan bermain ludruk mereka dapat menyalurkan ekspresinya tanpa takut mendapat celaan. Meski demikian, saat ini bermain ludruk tidak dapat dijadikan sebagai sumber penghasilan sehingga mereka harus mencari pekerjaan lain untuk mencukupi kebutuhan. Keberadaan transgender yang rela menjadi thandhak ludruk dengan bayaran murah ini di sisi lain menjadi salah satu faktor kesenian ludruk tetap berjalan sampai hari ini.
Ludruk is the traditional arts of East Java. In their performance, ludruk always synonymous with the role of women (thandhak) which played by men. Some sources explain the origin of this thandhak influenced by the culture of public schools in East Java that prohibit women to the stage with men. However, until now ludruk still into a traditional art that is synonymous with the presence of male players who women dress. If the previous player ludruk thandhak are male that only when women dress up on stage, this time the players thandhak ludruk played by transgender. Transgender existence has become one reason how ludruk as a traditional art can still survive in the middle the progress of time. This paper discuss the existence of transgender in art performance which in this paper is as a player thandhak ludruk. In this article ludruk discussed about the historical development and its players thandhak still survive today. In addition, this paper also discusses the process a trip thandhak ludruk and their acceptance in society. The purpose of this paper is to see where transgender in arts, especially the performing arts. Expected by this paper is able to provides an overview of acceptance of transgender in social skills, which is of marginal groups in society. This research was conducted in several places in East Java, in art stage that show ludruk, villages that had held ludruk performances, and studio ludruk, using research Qualitative method and using participatory techniques-observation and interviews. Research lasted for approximately one year starting June 2014 until July 2015. In this research used the method of direct observation and deep interviews. The results showed that the informant be thandhak ludruk being attracted to the show by playing ludruk ludruk and they can channel expression without fear of reproach. However, at this time ludruk play can not be used as a source of income so that they to find another job to make ends meet. The existence of transgender who would be thandhak ludruk low-paid is on the other side into one factor ludruk art is still running to this day.
Kata Kunci : ludruk, transgender, performing arts, traditional arts, thandhak