Kebijakan Mengenai Ketidakpastian Besaran Prosentase Dana Keistimewaan Bagi Daerah Istimewa Yogyakarta
HERLAMBANG FADLAN, Mailinda Eka Yuniza, S.H., LL.M.
2016 | Skripsi | S1 ILMU HUKUMDIY memperoleh tambahan pendanaan dari APBN, karena mengemban desentralisasi khusus, sebagaimana diatur dalam Pasal 42 UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta. Pasal tersebut pada intinya menekankan, bahwa pemberian Dana Keistimewaan disesuaikan dengan kebutuhan DIY dan kemampuan keuangan negara. Rumusan yang ada dalam Pasal tersebut membuat suatu kontroversi. Pihak pro mempunyai dasar argumen, bahwa DIY merupakan sub bagian dari Indonesia, sehingga pemberian Dana Keistimewaan pada akhirnya tetap harus sesuai kemampuan negara. Di sisi lain, pihak kontra mempunyai dasar argumen, bahwa penyelenggaraan keistimewaan DIY, akan terlaksana secara efektif dan optimal, jika diikuti dengan pendanaan yang sesuai kebutuhan DIY. Alternatif lain, dapat juga dilakukan penetapan prosentase tertentu, seperti Aceh dan Papua, sehingga terdapat kejelasan mengenai turunnya Dana Keistimewaan di tiap tahun. Pengaturan yang lemah tentang pendanaan, dianggap kurang mengakui dan menghormatiYogyakarta sebagai daerah istimewa, sehingga bertentangan dengan Pasal 18B UUD NRI Tahun 1945. Metode penelitian ini menggunakan metode hukum normatif, sehingga hanya menggunakan data sekunder. Data sekunder diperoleh dari perpustakaan maupun kantor Pemerintah Provinsi DIY. Wujud data sekunder yang diperlukan oleh Peneliti, meliputi peraturan perundang-undangan terkait Dana Keistimewaan, buku literatur tentang desentralisasi fiskal, risalah rapat pembentukan UUK DIY, dan lain-lain. Kemampuan keuangan negara Indonesia tidak stabil, sehingga diperlukan pula penyesuaian terhadap hal tersebut. Pemerintah DIY mengusulkan kebutuhan Dana Keistimewaan 2 tahun sebelum tahun anggaran berjalan, dengan cara seperti itulah dilakukan respon antisipatif. Terdapat pula berbagai indikator penilaian kebutuhan Dana Keistimewaan, sehingga tidak merugikan Pemerintah Pusat sebagai pemberi, dan atau Pemerintah DIY sebagai penerima. Pada akhirnya, pemberian Dana Keistimewaan bagi DIY tidak bertentangan dengan konstitusi, karena pemberian status keistimewaan oleh Pemerintah Pusat pasti diikuti dengan tambahan desentralisasi fiskal. Pemberian tambahan tersebut juga memiliki konsep variasi, antara Aceh, Papua, Jakarta, dan Yogyakarta, masing-masing sudah dipertimbangkan formulasi yang tepat untuk pendanaannya.
DIY gets additional funds from APBN, since carrying out special decentralization, which is enacted in Article 42 of Law Number 13 Year 2012 about the Specialty of Special Region of Yogyakarta. This Article emphasizes that Privilege Fund is adjusted to the needs of Special Region of Yogyakarta and also the financial capability of Indonesia. The formulation of the article causes controversy. The pros side has basic argument that Special Region of Yogyakarta is part of Indonesia so that the Privilege Funds should be adjusted to the State’s capability. On the other hand, the cons side has basic argument that the implementation of the Specialty of Special Region of Yogyakarta will be effectively and optimally accomplished if it is followed by appropriate funding based on the needs of Special Region of Yogyakarta. Alternatively, this can also be carried out by determining certain percentage, such as Aceh and Papua, so that there will be clarity about Privilege Fund for each year. Weak arrangement about funding is considered less recognizes and less honor to Yogyakarta as a special region, thus it is contrary to Article 18B Law of Republic Indonesia Year 1945. This research used normative legal method, thus it only used secondary data. Secondary data were collected from library and Government Office of Special Region of Yogyakarta. The form of secondary data needed by the Researcher are legislation related to Privilege Funds, literary books related to fiscal decentralization, meeting minutes of the formation of Law Privilege of Special Region of Yogyakarta, etc. The financial capability of Indonesia is unstable, so that it is required adjustments. The Government of Special Region of Yogyakarta proposed Privilege Fund two years before the current budget year, it was done as an anticipatory response. There are also several assessment indicators of Privilege Funds requirements thus it will not harm The Central Government as provider, and The Government of Special Region of Yogyakarta as receiver. Eventually, Privilege Funds for Special Region of Yogyakarta is not contrary to constitution, since granting the privilege status from The Central Government is certainly followed by additional fiscal decentralization. This also has variation concept, from Aceh, Papua, Jakarta, and Yogyakarta, each region has been considered the most appropriate formulation for the funding.
Kata Kunci : Desentralisasi Khusus, Desentralisasi Fiskal, Dana Keistimewaan, Data Sekunder.