GUDEG SEBAGAI IKON KULINER: Konsumsi Materi Budaya di Masyarakat Yogyakarta
RIZKIE NURINDIANI, Prof. Dr. Irwan Abdullah, MA
2016 | Tesis | S2 ILMU ANTROPOLOGISebagaimana kebanyakan makanan tradisional lainnya, gudeg merupakan makanan yang dikonsumsi sehari-hari dan mudah ditemui di Yogyakarta. Seiring waktu, gudeg berkembang menjadi ikon kuliner di Yogyakarta. Kedekatan masyarakat Yogyakarta dan gudeg pun seolah-olah masih terjaga, sementara pada kenyataannya tak semua orang Yogyakarta menggemari gudeg. Hubungan unik antara masyarakat Yogyakarta dan gudeg sebagai materi budayanya dapat tampak dalam konsumsi gudeg itu sendiri. Penelitian ini akan menjawab bagaimana gudeg menjadi ikon kuliner di Yogyakarta dan dilanggengkan masyarakatnya. Lebih lanjut, penelitian ini ingin menjelaskan bagaimana masyarakat Yogyakarta mempopulerkan gudeg melalui konsumsinya. Untuk menjawabnya, akan digunakan teori globalisasi dan estetisasi dalam gudeg. Analisa juga didasarkan pada teori konsumsi. Penelitian dilakukan menggunakan metode observasi-partisipasi dan wawancara pada informan yang adalah konsumen dan penjual gudeg di Yogyakarta sejak 2013 hingga 2015. Penelitian ini dilengkapi pula dengan studi literatur mengenai kuliner dan konsumsi. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa globalisasi, narasi dan memori, serta industri pariwisata memiliki peran penting dalam proses gudeg menjadi ikon kuliner. Adapun, melalui estetisasi masyarakat Yogyakarta ikut melanggengkan status ini. Dalam posisinya sebagai materi budaya dan ikon kuliner, gudeg juga menyimpan tanda-tanda yang terkonstruksi dan kemudian memunculkan kebutuhan-kebutuhan yang hanya dapat diisi dengan kehadiran gudeg. Akibatnya, gudeg memiliki peran-peran sosial lain yang cukup signifikan dalam komunitas yang pada akhirnya turut mempopulerkan gudeg. Terkait dengan masih sedikitnya penelitian antropologis yang berhubungan dengan kuliner Indonesia, gudeg sebagai makanan tradisional masih memiliki potensi lebih untuk diteliti.
As many other traditional foods, gudeg emerged as daily food that could be easily found in Yogyakarta. Over time, gudeg evolved to be a culinary icon in Yogyakarta. The proximity between the people of Yogyakarta and gudeg as if still maintained, yet in reality not all of the people of Yogyakarta liked gudeg. This unique relationship between the Yogyakarta society and gudeg as their cultural material can be seen in the consumption of gudeg. This study is intended to answer on how gudeg became the culinary icon in Yogyakarta and maintained by its society. Furthermore, this study also aims to explain how Yogyakarta society popularized gudeg through their consumptions. To answer the problem, I will use the theory of globalization and aesthetic in gudeg. The analysis will also be based on the theory of consumption. The field research was conducted on 2013 to 2015, using observation-participant and interview to the consumer and the seller of gudeg in Yogyakarta as a methodology. Literature studies on culinary and consumption has also been done to complete this research. This study showed that globalization, narration and memory, also tourism plays an important role in the process of gudeg becoming a culinary icon. Yogyakarta society maintained this iconic status by providing aesthetic for gudeg. As a cultural material and culinary icon, constructed signs are embedded on gudeg and brought out the necessities that can only be fulfilled with gudeg. Therefore, gudeg has other significant social roles in community. Eventually, these forms of consumption took part on popularizing gudeg. Due to the small amount of anthropological researches related to Indonesian culinary, gudeg as traditional food still have potentials to be studied.
Kata Kunci : Konsumsi, Materi Budaya, Kuliner, Makanan Tradisional, Gudeg