Laporkan Masalah

MEMAHAMI DINAMIKA KONFLIK SYI'AH SAMPANG DAN KEGAGALAN UPAYA REKONSILIASI

FEBRIHADA GAHAS CANDRAMUKTI, Muhammad Najib Azca, M.A, Ph.D

2015 | Tesis | S2 Sosiologi

Intisari Hampir empat tahun sejak penyerangan pertama pada 29 Desember 2011 konflik Syi'ah Sampang tidak terselesaikan, pasca penyerangan kedua pada 26 Agustus 2012 kelompok Syi'ah dipaksa meninggalkan kampung halaman ke tempat pengungsian. Sampai saat ini pemerintah pusat hingga daerah belum mampu memulangkan seluruh anggota kelompok Syi'ah ke kampung halamanya. Maka muncul satu rumusan masalah: Bagaimana dinamika konflik Syi'ah Sampang dan kegagalan upaya rekonsiliasi? ditunjang dua sub bab rumusan masalah (a) Bagaimana kebijakan pemerintah mengenai upaya rekonsiliasi serta impilkasinya? (b) Bagaimana respon Ulama terhadap konflik dan upaya rekonsiliasi serta implikasinya? Metode riset menggunakan kualitatif dengan pilihan studi kasus untuk melihat dinamika konflik, kegagalan upaya rekonsiliasi serta berbagai kebijakan pemerintah pusat hingga daerah dan respon kalangan Ulama dalam upaya rekonsiliasi. Merujuk Fisher (2001:4) analisa konflik dapat diidentifikasi melalui mencari penyebab-penyebab konflik, mengidetifikasi isu, pemetaan aktor serta tahapan konflik. Penyebab konflik, pertama ditenggarai perbedaan madzhab diinternal Bani Makmun, kedua perebutan hak waris tanah di internal Bani Makmun, ketiga terancamnya keamanan keberadaan Tajul dan kelompok Syi'ah, faktor politik, persoalan identitas. Selain itu, pemicu konflik disebabkan beredarnya isu-isu di ranah sosial. Pertama isu perebutan pengaruh sosial, kedua penodaan agama, ketiga adanya elit local yang ditenggarai senang melakukan poligami. Pemetaan aktor konflik dipetakan yakni perselisihan antara Tajul dan kelompoknya dengan Roies dan masyarakat Karanggayam yang mendapatkan dukungan organisasi Ulama seperti MUI, PCNU dan Bassra Sampang. Tahapan konflik Syi'ah dapat dipotret jelas ketika tahun 2004-2013 pasca wafatnya Kiai Makmun. Ketika itu Tajul dan kelompoknya mengajarkan faham/ajaran Syi'ah secara terbuka. Hingga tahun 2013 memasuki pasca konflik, anggota kelompok Syi'ah direlokasi ke luar Madura. Terjadi 4 kali pertemuan dalam upaya rekonsiliasi, dimulai 29 Okober 2009 sampai terakhir tanggal 26 Agustus 2013. Merujuk Lederach (1997:30) rekonsiliasi merupakan lokus, pertemuan pihak-pihak berkonflik, menekankan rasa kebenaran, belas kasih, keadilan dan sifat-sifat perdamaian.

Semua kebijakan dan respon Ulama dalam upaya rekonsiliasi tidak mengacu pada konsep Fisher dan Lederach. Impilkasinya terjadi perdamain negatif serta kekerasan sturktural dan kultural. Setidaknya terdapat dua kekerasan structural yang dilakukan pemerintah, pertama kategori kesejahteraan dan kedua kategori kemerdekaan. Kekerasan kategori kesejateraan yakni pemerintah tidak dapat mempekerjakan anggota kelompok Syi'ah sebagai petani di Desa Karanggayam karena biasanya mereka mendapatkan penghasilan dari sektor pertanian dan perdagangan hewan ternak. Kemudian mereka tidak dapat berkumpul bersama keluarganya di Desa Karanggayam. Kategori kekerasan structural kemerdekaan muncul karena pemerintah secara paksa mengungsikan semua anggota kelompok Syi'ah ke Jemundo, Sidoarjo. Merampas hak-haknya sebagai warga sipil Desa Karanggayam. Adapun imbas dari respon Ulama terdapat dua jenis kekerasan, pertama kekerasan kultural agama dan kekerasan kultural ideologi. Kekerasan kultural agama muncul karena Syi'ah dianggap sesat dan menyesatkan oleh kalangan Ulama. Kedua kekerasan kultural ideologi. Masyarakat dan Kiai Karanggayam melarang, tidak memberikan kesempatan ideology Syi'ah berkembang di daerah Karanggayam lebih luasnya Sampang.

Kata Kunci : Kata Kunci: Konflik Syi'ah Sampang, Rekonsiliasi, Kebijakan pemerintah, Respon Ulama.

  1. S2-2015-357204-abstract.pdf  
  2. S2-2015-357204-bibliography.pdf  
  3. S2-2015-357204-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2015-357204-title.pdf