Laporkan Masalah

ANALISIS KONFLIK PENGAMBILAN HASIL HUTAN DI KAWASAN KONSERVASI (STUDI KASUS PENGAMBILAN GETAH DAMAR DAN PINUS DI TAMAN NASIONAL DI TAMAN NASIONAL GUNUNG GEDE PANGRANGO)

DANI DARMAWAN, Dr. Poppy S. Winanti, M.Sc., MPP

2015 | Tesis | S2 Ketahanan Nasional

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor penyebab konflik pengambilan hasil hutan berupa getah dikawasan konservasi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), baik itu dari masyarakat maupun dari pengelola kawasan TNGGP dan mengetahui siapa saja aktor-aktor yang terlibat dalam konflik antara masyarakat sekitar kawasan TNGGP dengan pengelola kawasan dan apa kepentingannya serta upaya yang telah dilakukan masing-masing pihak untuk menyelesaikan konflik ini. Perubahan status kawasan dari kawasan hutan produksi menjadi kawasan hutan konservasi secara otomatis berubah pula cara/bentuk pengelolaan hutannya, aturan dan kebijakannya. Sebelumnya pada pengelolaan hutan produksi diboleh ada aktivitas masyarakat didalamnya dalam bentuk kegiatan PHBM, pada pengolalaan hutan konservasi aturan Undang-undang melarang ada kegiatan PHBM tersebut. Fakta yang terjadi dikarenakan tingkat perekonomian masyarakat di sekitar hutan masih rendah maka masih terdapat ketergantungan masyarakat terhadap kawasan hutan dalam hal ini kegiatan penyadapan getah sehingga menimbulkan konflik antara masyarakat dengan TNGGP sebagai pengelola kawasan. Penulis melakukan analisis menggunakan alat bantu pentahapan konflik, pohon konflik, dan analogi bawang bombay yang disampaikan Fisher dan kawan-kawan dalam buku mengelola konflik-keterampilan dan strategi untuk bertindak, dengan menggunakan alat bantu ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran konflik yang terjadi di TNGGP antara TNGGP dengan masyarakat sekitar kawasan serta dapat menjelaskan mengenai penyebab/ akar masalah terjadinya konflik antara masyarakat sekitar TNGGP yang memanfaat hasil hutan berupa getah damar dan pinus dengan pengelola TNGGP. Akibat kebijakan perluasan kawasan taman nasional yang mengkonversi dari hutan produksi menjadi kawasan TNGGP yang menjadi masalah inti dalam konflik ini, karena disini kepentingan dan kebutuhan masyarakat terganggu, yaitu kepentingan terhadap lahan/kawasan yang menjadi tempat untuk pemenuhan kebutuhan hidupnya terutama dalam hal penyadapan getah. Dengan adanya kebijakan tersebut akses masyarakat ke dalam kawasan menjadi terbatas dan aturan taman nasional/kebijakan tersebut melarang aktifitas masyarakat untuk melakukan penyadapan getah. Konflik menjadi semakin meningkat hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yang menjadi akar permasalahan yaitu : kebutuhan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat, adanya perbedaan sistem pengelolaan, pengetahuan dan kesadaran masyarakat yang kurang, Aktor-aktor yang terlibat dalam konflik ini adalah masyarakat, Taman nasional sebagai pengelola kawasan, LSM (YPPS dan GPS), dan pemerintah daerah. Setelah di lakukan analisis dan pemetaan kebutuhan masing-masing pihak ternyata ada kesamaan kebutuhan dengan upaya solusi yang dilakukan masing-masing pihak dan tercapainya kesepakatan awal untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak. Kebutuhan masyarakat mengenai penyadapan getah belum terpenuhi, akan tetapi kebutuhan dasar utama dalam hal pemenuhan kebutuhan hidupnya sedang diupayakan bersama dalam program kegiatan pemberdayaan masyarakat. Keterlibatan mediator yang netral dan bisa membangun suasana pertemuan yang interaktif serta dan bisa mendorong pada kesepakatan yang bisa diterima semua pihak dalam upaya penyelesaian konflik sangat penting, sehingga dapat tercipta upaya penyelesaian masalah yang bersifat damai.

This research is intended to explore any possible factors for a conflict surrounded forest resource gum product tapping in Gunung Gede Pangrango National Park Conservation area. The parties that possible involved in this conflict can be either representing communities or even Gunung Gede Pangrango National Park Management. Research will also try to identify any intellectual actors who participate in this conflict between community and GunungGedePangrango National Park Management and find out their interest as well. It is also expected that this research can summarizing any effort has been doing by all parties to resolve this conflict. Regional status change from production forest into conservation forest will automatically change the forest management model followed by any related rules and policies. On the forest production management, local community activities inside the forest is still allowed on the form of PHBM (Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat � Community Forest Join Management), while on the forest conservation management, it is not allowed by the law any community activities within the forest area. Community dependence to forest base resource is still high due to low economic level condition among the communities. Gum tapping activity is stimulating the conflict between community and GunungGedePangrango National Park management. Author is preparing the analysis use some common tolls such conflict staging, conflict tree and onion analogy introduced by Fisher and Friends in their published book [Conflict Management-Action Skills and Strategy]. These tools can help to find and describeall conflict aspects happen in GunungGedePangrango National Park and find the root cause of the conflict. Specially focus on pine gum tapping conflict. Changing the status from production forest to conservation forest becomes the main issue in this center of conflict that observed in this research. This change makes community access to the forest resource is limited, while on the same time, community needs for economic fulfillment base on forest resource base- gum tapping activities- still can�t be replaced by any other sources. Some conflict root are identified such a community basic needs, differences of system management, community knowledge and awareness. Parties involved in this conflict are among community, National Park Management, Non Government Organization (NGO � YPPS and GPS), and local government. Analysis and Mapping of each party respective needs find similarities of the purposefor all parties� solution and expected to arrive on the initial agreement for their respective basic needs fulfillment. While gum tapping activities is not allowed anymore, community economic basic needs are trying to be fulfilled by Community Empowerment activities. It is very important for neutral mediator involvement that can assist to construct interactive mediation among the parties which can lead to achievement of final resolve agreement accepted by all parties peacefully.

Kata Kunci : Kata kunci : Taman nasional, perluasan, konservasi, kebutuhan, kepentingan, konflik