Laporkan Masalah

Konstruksi Identitas dan Dialektika Anggota Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu) dalam Kehidupan sehar-hari

PANDU PRAMUDITA, Prof. Dr. Partini

2015 | Tesis | S2 Sosiologi

Paguyuban Ngesti Tunggal, atau yang disingkat dengan nama Pangestu, adalah lembaga yang melibatkan pengetahuan yang membagi dunia antara yang sakral dan yang profan. Kemudian, bagaimana konstruksi identitas yang berlangsung dalam Pangestu? Dan, bagaimana anggota Pangestu mendefinisikan diri mereka secara subyektif terhadap warisannya dan bagaimana mereka mengaktualisasikan itu dalam konteks sehari-hari? Anggota Pangestu pada dasarnya memiliki identitas ganda, yaitu warga dan siswa. Pembentukan identitas ini juga berkaitan dengan ruang Pangestu yang muncul. Ruang Pangestu yang membentuk identitas warga memiliki batas yang sempit karena idenititas ini disandang oleh anggota Pangestu sejauh mereka sedang bersama dan terikat pedoman yang mereka bentuk. Berbeda dengan identitas siswa yang akan disandang oleh anggota Pangestu, dimana identitas ini muncul di dalam kehidupan sehari-hari. Pengetahuan Pangestu yang memberikan pedoman di dalam kehidupan sehari-hari, oleh mereka disebut sebagai ajaran Sang Guru Sejati. Dari ajaran Sang Guru Sejati inilah kemudian anggota Pangestu memberikan pemaknaan yang berbeda kepada lembaganya, yaitu sebagai Kelompok Spiritual. Ketimbang Pangestu sebagai organisasi yang maknanya muncul dalam ruang yang sempit, Pangestu lebih banyak muncul sebagai kelompok spiritual dimana ajarannya digunakan oleh anggotanya di dalam kehidupan sehari-hari. Pangestu memiliki materialitas-materialitas yang muncul di sekitarnya, baik yang berada di lingkungan Pangestu maupun di ruang publik. Materialitas yang muncul di lingkungan Pangestu lebih dimaksudkan sebagai warisan Pangestu. Warisan Pangestu adalah sesuatu yang berharga yang menyimpan pengetahuanpengetahuan Pangestu yang kemudian siap dialihkan kepada generasi selanjutnya. Warisan ini berupa buku-buku wajib, foto Bapak Paranpara, vandel Pangestu, buku-buku pedoman keorganisasian, dan Kereta Sewandana. Dikatakan sebagai bagian dari materialitas dikarenakan juga material-material ini kemudian yang menggiring kesadaran anggota Pangestu kepada pengetahuan lembaganya yang akan memberikan makna secara subyektif terhadap lembaga Pangestu. Sedangkan materialitas di ruang publik adalah materialitas yang pada dasarnya adalah bagian yang profan dari pengetahuan Pangestu. Hanya saja, melalui penundaan, sesuatu yang profan itu kemudian menjadi sakral. Sesuatu yang sakral dan yang profan adalah kedua hal yang memberikan kerangka Pangestu sebagai kelompok spiritual. Sesuatu yang sakral dari Pangestu adalah hal-hal yang didasarkan dari ajaran Sang Guru Sejati yang memberikan dua keadaan, yaitu kebahagiaan dan kesengsaraan. Sedangkan keprofanan itu adalah setiap hal sejauh itu tidak berkenaan dengan ajaran Sang Guru Sejati.

Paguyuban Ngesti Tunggal (Pangestu), an institute that developed in Indonesia where it involves a knowledge institution that divides the world between the sacred and profane, like a belief or religion. Then, how the construction of identity takes place in Pangestu? and how Pangestu members define themselves subjectively on his legacy and how they actualize it in the context of everyday? Pangestu members basically has dual identity, are the warga and siswa. Identity formation is also associated with emerging Pangestu space. Pangestu space that forms the identity of warga have a narrow range since this idenititas carried by Pangestu members as far as they are bound together and they form the guidelines. In contrast to the identity of siswa that will be carried by members of Pangestu, where this identity appears in everyday life. Pangestu knowledge that provides guidance in daily life, by those referred to as the doctrine of Sang Guru Sejati. From the teachings of Sang Guru Sejati is then Pangestu members give different meaning to the institution, namely as a Spiritual Group. Rather than Pangestu as an organization whose meaning appears in a narrow space, Pangestu more emerging as a spiritual group where teaching is used by its members in everyday life. Pangestu has materialities that appears in the vicinity, both of which are in an environment Pangestu and in public spaces. Materiality that appears in the Pangestu is intended as a Pangestu legacy. Pangestu legacy is something that saves valuable Pangestu knowledges, who then prepared transferred to the next generation. This legacy in the form of textbooks, photographs Bapak Paranpara, Pangestu souvenir pennant, handbooks organizational and Kereta Sewandana painting. Be regarded as part of the materiality because these materials are also then that awareness leads to knowledge Pangestu member institution that will give meaning subjectively against Pangestu institutions. While materiality in public spaces is materiality which is basically the profane part of the knowledge Pangestu. Only through a delay, something profane it later became sacred. Something sacred and the profane are two things that provide a framework Pangestu as spiritual groups. Something sacred from Pangestu are things that are based on the teachings of Sang Guru Sejati who gave two circumstances, namely happiness and misery. The profane While it is every thing in so far as it does with respect to the teachings of Sang Guru Sejati.

Kata Kunci : Identitas, Konstruksi Sosial, Fenomenologi

  1. S2-2015-342184-abstract.pdf  
  2. S2-2015-342184-bibliography.pdf  
  3. S2-2015-342184-tableofcontent.pdf  
  4. S2-2015-342184-title.pdf