Kajian Kesiapan IKM di DIY dalam Penerapan SNI Wajib Mainan Anak

JONI SETIAWAN, Ir.Alva Edy Tontowi, M.Sc., Ph.D; Anna Maria Sri Asih, S.T., M.M., M.Sc., Ph.D.

2015 | Tesis | S2 TEKNIK SISTEM

Mainan anak mempunyai pangsa pasar yang besar, dengan populasi anak usia 0 sampai 14 tahun sebesar 28,7 % dari proyeksi penduduk Indonesia tahun 2015 mencapai 73,2 juta jiwa, Indonesia menjadi target pasar mainan yang besar. Mainan lekat dengan dunia anak-anak. Namun dibalik itu semua, mainan mempunyai potensi bahaya yang dapat mencelakai anak. Berbagai penelitian menunjukkan baik mainan lokal maupun impor terdapat hal-hal yang dapat mengancam kesehatan dan keselamatan anak. Sehingga pemerintah berusaha melindungi konsumen anak Indonesia dengan menerbitkan Permenperin No 24 Tahun 2013 tentang pemberlakuan wajib SNI Mainan. SNI ini berlaku untuk semua produsen mainan dan importir mainan. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur kesiapan IKM mainan di Yogyakarta dalam penerapan SNI mainan. Penilaian kesiapan melalui 3 pendekatan yaitu kesiapan adminsitrasi dinilai dari kelengkapan adminsitrasi persyaratan sertifikasi SNI, kesiapan teknologi dianalisis menggunakan metode teknometrik untuk menentukan technology contribution coefficient (TCC) dan kelayakan ekonomi diperhitungkan dengan analisis benefit to cost ratio (BCR). Hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa jumlah IKM di Yogyakarta yang memenuhi persyaratan ijin industri sebesar 50 % dari total IKM, persyaratan merek sebesar 22 % dan kombinasi keduanya sebesar 16,7 %. Untuk kesiapan teknologi 55,6 % IKM mempunyai TCC dibawah 0,5 (klasifikasi rendah dan cukup) dan 44,4 % IKM mempunyai TCC diatas 0,5 (klasifikasi baik). Kelayakan ekonomi persentase IKM yang memenuhi kelayakan ekonomi sebesar 77,7 % memiliki nilai BCR lebih besar 1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa IKM di DIY siap secara teknologi dan ekonomi, namun belum siap dalam hal administrasi.

The toys have a large market share, with a population of children aged 0 to 14 years 28.7% of the projected population of Indonesia in 2015 reached 73.2 million people, Indonesia has become the target of a large toy market. Baby closely with the world of children. But behind it all, the toys have the potential dangers that can harm children. Various studies show that both local and imported toys are things that can threaten the health and safety of children. So the government is trying to protect consumers of Indonesian children by publishing Permenperin No. 24 Year 2013 concerning the implementation of mandatory SNI Toys. This standard applies to all toy manufacturers and importers of toys. This study aims to measure the readiness of SMIs toys in Yogyakarta in the application of SNI toy. Readiness assessment through three approaches namely administration assessed the readiness of completeness administration SNI certification requirements, technological readiness by technometric analyzed using the method for determining the technology contribution coefficient (TCC) and the calculated economic feasibility analysis of benefit to cost ratio (BCR). The results obtained showed that the number of SMIs in Yogyakarta which meet the requirements of industry license by 50% of the total SMIs, brand requirements by 22% and the combination of 16.7%. For technology readiness 55.6% of SMIs have TCC under 0.5 (low and sufficient classification) and 44.4% of SMIs have the TCC above 0.5 (good classification). Percentage of SMIs that its have the economic feasibility of 77.7% SMIs has a value of BCR more than 1. It can be concluded that SMIs in DIY ready technologically and economically, but not yet ready in terms of administration.

Kata Kunci : SNI of toys, small and medium industries readiness, technometric, benefit to cost ratio, sertification of SNI