EVALUASI KOORDINASI DALAM PENEMUAN KASUS KUSTA DI KABUPATEN SUBANG

MAT IZI, Dr. Yodi Mahendradhata, MSc, Ph.D; Dra. Retna Siwi Padmawati, MA

2015 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Latar Belakang : Penyakit kusta di Kabupaten Subang menjadi masalah dengan NCDR 5/100.000 penduduk dan merupakan daerah endemis. Telah terjadi peningkatan kembali untuk angka prevalensi penyakit kusta dari 0,86/10.000 penduduk pada akhir tahun 2011 menjadi 1/10.000 penduduk pada akhir tahun 2012. Tujuan: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan koordinasi dalam penemuan kasus kusta dalam rangka program pengendalian kusta di Kabupaten Subang Metode: penelitian dilakukan secara kualitatif dengan responden berjumlah 38 orang diambil secara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam terhadap 8 pengelola program pada lintas program serta 7 lintas sektor. Dilakukan diskusi kelompok terarah pada 12 puskesmas terpilih untuk kepala puskesmas dan pengelola program kusta didukung dengan observasi dan checklist dokumen. Variabel yang diukur adalah output proses dan input koordinasi. Hasil penelitian di analisis dengan teknik analisis interaktif. Hasil: Koordinasi dilaksanakan di tingkat pelaksana puskesmas dan tingkat kabupaten secara lintas program dan lintas sektor. Koordinasi di tingkat puskesmas menghasilkan penemuan kasus kusta secara sukarela sebesar 92,64% dari kasus baru. Koordinasi lintas sektor di tingkat kabupaten belum berjalan efektif. Kepemimpinan dan komunikasi berperan dalam kegiatan koordinasi. Supervisi program belum intensif dilakukan. Kendalanya adalah kurangnya tenaga terlatih, mutasi tenaga/jabatan, kurangnya komunikasi lintas sektor, belum ada standar prosedur kerja dan kurang meratanya standarisasi ketrampilan. Koordinasi dipengaruhi faktor input yaitu keterbatasan tenaga terlatih, terbatasnya anggaran, sarana prasarana dan logistik yang kurang dan kebijakan yang belum diprioritaskan. Kesimpulan : Koordinasi dalam penemuan kasus kusta perlu ditingkatkan khususnya pada lintas sektor di kabupaten. Perlu adanya peningkatan ketrampilan bagi petugas yang menjabat di lintas sektor sehingga koordinasi dapat berjalan dengan efektif dan dapat menghasilkan kebijakan-kebijakan yang mendukung program pengendalian kusta di kabupaten Subang.

Background: Leprosy in Subang is a health problem where the NCDR is 5 / 100,000 population and it also to be the fifth endemic districts in the province of West Java. There has been an increase in the prevalence of leprosy of 0.86 / 10,000 population by the end of 2011 to 1 / 10,000 population by the end of 2012. Purpose: The purpose of this study is to evaluate the implementation of coordination in the detection of leprosy cases in the context of leprosy control program in Subang district, West Java. Material and method: Qualitative research conducted by 38 respondent were taken by purposive sampling. Data was collected through in-depth interviews 8 on cross-program program management and the 7 people from across sectors. Conducted focus groups to 12 heads of health centers and leprosy program managers supported by observation and document checklist. The variables measured were output, process and coordination input. Result of the research analysis by the interactive analysis technique. Result: Coordination implemented in health centers and district-level with other cross-program and cross-sector. Good coordination at the level health centers resulted in the detection of cases of leprosy voluntarily by 92.64% of the new cases. Cross-sectoral coordination at the district level had not been effective. Leadership and communication have a role in the coordination of activities. Intensive supervision program is still not done. constraints experienced in the coordination is the lack of trained personnel, frequent mutations of resources, lack of communication across sectors, the lack of standard-setting work procedures and less inequality in the standardization of skills possessed by the officer. coordination is also affected by input factors : lack of skilled people, a limited budget, infrastructure and logistical limitations and policies that have not been prioritized. Conclusion: Coordination in leprosy case detection needs to be improved, especially in cross-sector in the district. Need to increase the skills of officers who served in that coordination across sectors can work effectively and can produce policies that support leprosy control program in Subang district.

Kata Kunci : Kusta, dinas kesehatan, Kabupaten Subang, Penyakit menular, evaluasi, koordinasi, penemuan kasus