Laporkan Masalah

KEKUATAN AKTA ELEKTRONIK SEBAGAI ALAT BUKTI PADA TRANSAKSI E-COMMERCE DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

ENDAONG SARI G ANTI, Prof. M. Hawin, S.H, L.L.M.Ph.D.; Prof. Dr. Yuliandri, S.H, M.H

2015 | Tesis | S2 Kenotariatan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kekuatan hukum pembuktian akta elektronik dalam transaksi e-commerce di Indonesia dan untuk mengetahui jaminan perlindungan hukum dalam transaksi e-commerce dengan menggunakan akta elektronik di Indonesia. Penelitian ini dilakukan secara deskriptif analitis dengan menggambarkan fakta-fakta berupa data sekunder seperti peraturan perundang-undangan yang relevan dengan perjanjian maupun kekuatan pembuktian dalam kontrak secara elekronik. Data yang diperlukan dikumpulkan dengan penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Data yang terkumpul dianalisis secara kualitatif yuridis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berdasarkan hukum perdata di Indonesia, aspek hukum perjanjian atau kontrak elektronik (e-commerce) dapat memiliki kekuatan hukum berdasarkan asas kebebasan berkontrak sebagaimana diatur dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH-Perdata tentang kebebasan berkontrak. Asas konsensualitas yang tersirat dalam Pasal 1320 KUH-Perdata dapat dijadikan dasar kekuatan hukum adanya kontrak elektronik, segala sesuatu yang telah disepakati oleh para pihak dalam kontrak elektronik (e-commerce) menjadi hukum dan mengikat bagi para pihak. Aspek hukum pembuktian berdasarkan hukum acara perdata di Indonesia dapat diterapkan terhadap kontrak elektronik, walaupun hanya dianggap sebagai alat bukti tertulis dan bukan akta, tetapi berupa tulisan biasa saja dan atau sebagai persangkaan sesuai dengan hukum acara perdata Pasal 164 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) dan juga ketentuan yang terdapat dalam UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Upaya hukum yang dapat dilakukan oleh para pihak apabila terjadi sengketa, dalam hal ini mengenai pembuktian kontrak elektronik, maka hakim wajib menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat, sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman, seperti merujuk kepada UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce, kegiatan e-commerce yang diatur dalam UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce, dapat digunakan sebagai pegangan atau kepastian hukum dalam transaksi perdagangan internasional. UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce, secara eksplisit memberikan nilai legal (sah) yang sama kepada transmisi elektronik seperti halnya bentuk tertulis. Penyamaan nilai legal antara transmisi elektronik dengan bentuk tertulis ini dimaksudkan untuk mempermudah pembuktian yang juga diatur dalam ketentuan yang terdapat dalam UU ITE.

The purposes of the study are to find out the legal power of electronic act as the proofing tool in e-commerce transaction in Indonesia and to find out the assurance of legal protection in e-commerce transaction by using electronic act in Indonesia. The study was conducted by using a descriptive analytical method, i.e. describing the facts, including secondary data such as legislations relevant with the electronic contracts and the legal power of electronic act as the proofing tool in electronic contract. The data required were collected by using library research and field research. The data collected were then analyzed by using a qualitative juridical technique. The results of the study indicate that based on civil law in Indonesia, the legal aspect of electronic contract (e-commerce) can have the legal power based on contracting freedome principle as regulated in Article 1338 (1) Civil Code on Contracting Freedom. The principle of consensuality implicit in Article 1320 of Civil Code can be made as the basis for the legal power of electronic contract, where anything agreed by both parties in the electronic contract (e-commerce) can be law and has a binding power for the parties. The legal aspect of proofing tool based on the civil code in Indonesia can be applied to the electronic contract, althout the contract was only regarded as a written proofing tool, but not as act.it was in a written form and/or as a presupposition in accordance with civil code at Article 164 of Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) and also the provisions contained in Law No. 11/2008 on Electronic Information and Transaction. Legal efforts that can be taken by the involved parties if any disputes occurred, in this case concerning the electronic act as the proofing tool for electronic contract, the judges are compulsary to explore, follow, and understand the legal values and justice values that live in society, as stated in Article 28 (1) of Law No. 4/2004 on Judicial Power. Referrring to UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce, the electronic transaction (e-commerce) as regulated in UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce, can be used as a guide for legal certainty in international trade transaction. Explicitly UNCITRAL Model Law on Electronic Commerce ez, provides the same legal value to electronic transmission like in a written form. The equalization of legal value between electronic transmission and written one is to facilitate the proofing act as regulated also in the provision of Law No. 11/2008 on Electronic Information and Transaction.

Kata Kunci : Transaksi E-Commerce, Akta Elektronik, Sistem Hukum Indonesia


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.