Kajian Teknis Delimitasi Batas Zona Ekonomi Eksklusif antara Indonesia dan Malaysia di Selat Malaka
FARID YUNIAR, Ir. Subaryono, MA., Ph.D ; Ir.Sumaryo, M.Si
2014 | Tesis | S2 Teknik GeomatikaIndonesia dan Malaysia di Selat Malaka sudah menyepakati batas landas kontinen pada tahun 1969 dan batas laut teritorial pada tahun 1971, namun sampai saat ini belum menyepakati batas ZEE. Belum disepakatinya batas ZEE di Selat Malaka menyebabkan pemanfaatan sumberdaya perairan oleh masyarakat kedua negara sering menghadapi permasalahan karena posisi batas ZEE yang belum pasti. Perundingan antara Pemerintah Indonesia dan Malaysia sedang dan terus dilakukan dan sampai saat ini belum dicapai titik temu. Kajian geospasial delimitasi batas ZEE diharapkan dapat digunakan sebagai masukan untuk mencapai solusi yang adil di dalam perundingan. Kajian delimitasi batas ZEE di Selat Malaka dilakukan mengacu pada UNCLOS 1982. Lebih lanjut digunakan yurisprudensi keputusan-keputusan Mahkamah Internasional dan ITLOS utamanya dalam penggunaan metode delimitasi ZEE yang dapat digunakan oleh mahkamah-mahkamah tersebut. Dalam beberapa waktu terakhir, metode Three Stage Approach digunakan oleh Mahkamah Internasional dan ITLOS dalam keputusan penyelesaian sengketa batas maritim antarnegara, dan metode tersebut digunakan dalam penelitian ini. Tahapan metode ini meliputi tiga langkah: (1) rekonstruksi garis ekuidistan sementara, (2) menentukan faktor yang berpengaruh (relevant circumstances) yang dapat mengubah garis ekuidistan sementara dan (3) Uji disproporsionalitas terhadap perbandingan panjang pantai relevan dan luas area maritim yang diperoleh dari hasil delimitasi. Peta BAC no.830, no.1358 dan no.1353 digunakan sebagai data utama dalam delimitasi yang dilakukan dan perangkat lunak CARIS LOTS versi 4.1 digunakan sebagai instrumen delimitasi. Beberapa faktor berpengaruh yang dipilih dalam rekonstruksi garis ekuidistan adalah keberadaan pulau terluar, konfigurasi titik pangkal dan garis pangkal masing-masing negara, serta fitur maritim lain yang berada di Sekitar Selat Malaka. Hasil kajian delimitasi ZEE diperoleh luas area relevan 70.722 km2 dan pantai relevan 438 km untuk Indonesia dan 431 km untuk Malaysia, serta dua alternatif garis batas ZEE. Opsi pertama diperoleh dengan memasukan faktor garis pangkal normal Malaysia, dan opsi kedua dengan garis pangkal lurus Malaysia. Berdasarkan perhitungan, opsi pertama memberikan luas yang lebih untuk Indonesia dibandingkan opsi kedua, karena garis batas ZEE yang dihasilkan lebih dekat dengan Malaysia. Pulau Jarak dan Pulau Perak milik Malaysia dapat dijadikan faktor relevan dalam proses delimitasi dengan diberi bobot nol. Hasil uji disproporsionalitas menunjukkan perbandingan luas ZEE opsi pertama 1,198:1 untuk Indonesia dan perbandingan luas ZEE opsi kedua 1,086:1 untuk Indonesia. Hasil kajian delimitasi ini dapat dijadikan pertimbangan teknis dalam proses perundingan yang dilakukan oleh Indonesia dan Malaysia.
Indonesia and Malaysia in Malacca Strait had agreed on continental shelf boundary in 1969 and territorial sea boundary in 1971, but not yet agreed for EEZ boundary. Due to EEZ boundary is not settled yet, ocean resource utilization by both countries often faces some problems because of the boundary uncertainty. Negotiation between the government of Indonesia and Malaysia is ongoing and has not found any solutions yet. Geospatial study of EEZ boundary delimitation hopefully can be considered to achieve equitable solution in negotiation. The study of EEZ boundary delimitation in Malacca Strait is conducted based on UNCLOS 1982. Moreover, the study also uses jurisprudence of International Court of Justice and ITLOS judgments especially for the use of EEZ delimitation method. Recently Three Stage Approach method has been used by International Court of Justice and ITLOS on maritime dispute settlement and will be used in this study. The method consists of three stages: (1). Establishment of provisional equidistance line, (2). Determine relevant circumstances that can change provisional equidistance line and (3). Disproportionality test by comparing the length of relevant coast of each state and maritime area of each state as result of delimitation. BAC map no.830, no.1358 and no.1353 are used as data in delimitation and CARIS LOTS version 4.1 is used as delimitation instrument. Some relevant circumstances selected in equidistance line construction are outermost islands, baseline of each state, and other maritime features located in Malacca Strait. From the EEZ delimitation study, the relevant area is 70.722 km2 and relevant coast for Indonesia is 438 km and for Malaysia is 431 km, and also there are two options of EEZ boundary delimitation. First option can be obtained by getting into account of Malaysia normal baseline, and second option is by counting Malaysia straight baseline on delimitation. From both options, first option gives larger EEZ area for Indonesia, because EEZ boundary is located closer to Malaysia mainland. Jarak Island and Perak island of Malaysia can be included in delimitation process as relevant circumstances and get zero effect. The result of disproportionality test shows that comparison of EEZ area of the first option is 1,198:1 for Indonesia and second option is 1,086:1 for Indonesia. The result of the study can be considered as technical analysis on negotiation between Indonesia and Malaysia.
Kata Kunci : ZEE, Selat Malaka, UNCLOS, Indonesia – Malaysia, Three Stage Approach, EEZ, Malacca Strait