MANTRA RITUAL NGANCAK DALAM TRADISI UPACARA ADAT PERANG KETUPAT DI MASYARAKAT TEMPILANG, KABUPATEN BANGKA BARAT, PROVINSI BANGKA BELITUNG: KAJIAN SASTRA LISAN RUTH FINNEGAN
NEISYA, Dr. Novi Siti Kussuji I, M.Hum.
2014 | Tesis | S2 SastraMantra merupakan salah satu bentuk puisi lisan yang masih dapat ditemukan di tengah kehidupan masyarakat saat ini. Tidak jarang, mantra tersebut kemudian menjadi indentitas bagi masyarakat pemiliknya. Hal yang sama dapat ditemukan dalam mantra ritual Ngancak, objek material dari penelitian, yang hingga kini masih dipertahankan oleh masyarakat Tempilang yang ada di Bangka Barat, propinsi Bangka Belitung meskipun 80% penduduknya merupakan muslim yang fanatik. Adanya asimilasi antara kepercayaan nenek moyang dan agama Islam yang dianut oleh sebagian besar masyarakatnya, membuat mantra ini menjadi begitu unik, yaitu dengan mengkombinasikan doa berbahasa Arab dan rapalan jampi yang berbahasa Melayu Bangka. Tesis ini kemudian berusaha mengaitkan mantra terhadap objek material lainnya, yaitu konteks sosial dan budaya yang melatarbelakangi terbentuknya struktur mantra ritual Ngancak tersebut. Selain itu, penulis juga mengkaji aspek-aspek kelisanan yang terdapat dalam mantra melalui kerangka pemikiran puisi lisan Ruth Finnegan, yang meliputi proses komposisi dan transmisi mantra, gaya bahasa dan pertunjukan mantra, Keman, sebagai penutur mantra, dan posisinya dalam masyarakat, audiens, konteks dan fungsi mantra dan terakhir estetika dan gagasan pikiran masyarakat Tempilang dalam mantra ritual Ngancak. Adapun metode yang digunakan dalam pengumpulan data terkait mantra ritual Ngancak ini adalah melalui wawancara, observasi langsung, sekaligus pencarian literatur yang berkaitan dengan Perang Ketupat dan Ngancak. Sementara untuk menganalisis data, penulis memanfaatkan teori Finnegan sebagai kerangka pemikiran penulisan setelah melalui proses transkripsi dan transliterasi sebelumnya. Melalui serangkaian analisis yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Tempilang berusaha melestarikan peninggalan nenek moyang mereka dengan terus menyelenggarakan ritual Ngancak setiap tahunnya. Selain itu, mantra ini juga berfungsi untuk mendoakan keselamatan seluruh warga kampung agar terhindar dari celaka selama setahun penuh. Keimanan terhadap Islam dituangkan dalam bentuk perubahaan atau improvisasi terhadap struktur mantra yang dulu hanya berupa jampi kuno menjadi bermuatan doa kepada sang Illahi.
Spell is one of oral poetry form that still can be found in the middle of modern people live recently. It is not a rare fact that the spell becomes the identity of its owner. The same thing, then, happens in Ngancak ritual spell, observation material object, that is still maintain by Tempilang society in West Bangka, Bangka Belitung province up till now, although 80% of its people are the fanatic Muslim. The assimilation between ancestral beliefs and Islam that is embraced by majority of its people makes this incantation becomes very unique by combining Arabic prayers and Malay-Bangka magic spell. This thesis then attempts to connect the spell to another material object that is the social and cultural context which influenced the formation of Ngancak ritual spell structure. Besides, the writer also reviewed aspects of orality in the incantation through the Ruth Finnegan‟s oral poetry framework of thinking, including spell composition and transmission process, language style and performance of incantation, Keman, as the spell speaker, and his position in society, audience, context and function of incantation and the last is the aesthetics and the idea of Tempilang community‟s thoughts in Ngancak ritual spell. The method applied in collecting data related to this Ngancak ritual spell is through the implementation of interview, direct observation as well as literature search that deals with Ketupat War and Ngancak. Meanwhile to anayze the data, the authors utilizes the Finnegan‟s theory as the writing thought framework after going through the process of transcription and transliteration in advance. Through a series of conducted analysis, it can be concluded that the Tempilang public is trying to preserve the legacy of their ancestors by continuing to hold the ritual of Ngancak every year. In addition, this incantation also serves to pray for the salvation of all citizens of the village in order to avoid the woes for a full year. The faith of Islam is poured in the form of necessary changes or improvisation toward the spell structures that used to be only in the form of ancient incantations to be charged prayers to the Divine.
Kata Kunci : mantra, mantra ritual Ngancak, Tempilang, Perang Ketupat, Kelisanan, Ruth Finnegan