Ruwatan massal di tengah pengaruh budaya kota :: Sebuah revitalisme budaya Jawa
HANTO, Welly, Dr. Soehardi, MA
2001 | Tesis | S2 AntropologiRuwatan bersama (massal), atau disebut juga oleh Lembaga Javanolog dengan Ruwatan Murwakda, adalah ruwatan yang sebenamya bersifat individual akan tetapi penyelenggaraannya diadakan secara massal. Ruwatan sebagai tradisi di kalangan orang Jawa telah tumbuh dan berkembang selama berabad-abad dengan mengalami proses perubahan sampai pada bentuknya yang sekarang ini. Ruwat, atau ruwatan adalah ritual yang bertujuan membebaskan anak, atau “wong sukertaâ€, yaitu manusia yang karena alasan kelhannya, cacat tubuh, atau pelanggaran terhadap norma adat yang dilakukannya jatuh ke dalam belenggu sukerta, yaitu manusia yang kotor, tidak bersih, tidak suci, dosa dan karena itu bdupnya terancam oleh bahaya gaib atau Dewa Kala. Orang yang menderita sukerta ini hanya dapat dibebaskan dari ancaman Dewa Kala dengan jalan diruwat. Adalah sautu fenomena menarik bahwa tradisi kuna berbau mistis yang umumya telah lebih dari 500 tahun ini muncul dan menguat kembali di kota-kota besar dalam infrastruktur modem, di tengah alam pikiran masyarakat yang semakin rasional dan sekuler. Ketahanan dan kelestariannya menunjukkan bahwa tradisi ini memiliki fimgsi yang dianggap penting bagi masyarakat pendukungnya. Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh pengetahuan dan pemahaman tentang gejala kebanglutan tradisi ruwatan di kota-kota besar dalam konteks perubahanperubahan sosial dan krisis kemasyarakatan yang lalami segolongan penduduk kota akibat dari perubahan tersebut. Sesuai dengan tujuan tersebut, penelitian ini boleh chkatakan bertitik tolak dari situasi sosial, dan dicoba mencari pemecahan lewat pendekatan kultural (antropologi). Pengumpulan data dilakukan secara kualitatif dengan teknik partisipasi, observasi, wawancara mendalam dan studi literatur sedangkan analisis yang digunakan llakukan melalui pendekatan fungsionalisme dan “model of ’. Analisis model ofl dipakai untuk memahami ritual (tradisi) dalam konteks perubahan sosial. Dengan “model of’, fenomena sosial-budaya ditafsirkan dan dicoba dipahami. Berdasarkan analisis data yang dikumpulkan lewat penelitian menunjukkan bahwa meningkatnya fiekuensi ruwatan di kota-kota merupakan mekanisme untuk mengurangi ketegangan sosial sebagai akibat dari modernisasi dan merupakan reaksi terhadap rasionalisasi. Ruwatan bersama yang diselenggarakan dengan pergelaran kesenian wayang purwa, sebenarnya j uga merupakan protes terselubung dengan teatrikalisasi penggunaan simbol-simbol kuna. Protes terhadap penguasa dengan penggunaan saluran tradisional yang ada dipandang efektif karena sasaran protes ditujukan kepada penguasa yang sebagian besar memiliki akar budaya yang sama dengan pihak penyelenggara dan peserta ruwatan. Budaya kota, dan kehidupan masyarakat modern pada umumnya lebih memberi tempat pada rasionalitas, efisiensi dan kemajuan teknologi. Berdasarkan uraian tersebut di atas upacara ruwatan yang kini sering diadakan di beberapa kota adalah suatu “invention of tradition†atau gejala revivalisme budaya.
A joint nnvatan ritual (nnvatan), or what the organizer (Lembaga JavanologdJavanology institute) calls it Ruwatan Mrawakala, is matun ritual of an individual nature, the organization for which is carried out on mass. Ruwat, or matarsis a tradition in the Javanese community, the goal of which is to set fiee a child, or wong &a7 a person who either from brth, because of disability, or because he or she has gone against the nonns of society, has been shackled by mkerta. This includes a person who is unclean, unholy or sinful and for this reason his or her life is in threat of the danger of the supematmil (Bathara KaZa). The person suffering from sukerta can only be fieed from the threat of Dewa KaZa by a watan ritual. It is an extremely interesting phenomenon that a mystically ancient tradition, whxh is over 500 years old, has revived in big cities with modem infhtructure in the midst of the Society with a more secular and rational realm of thought. The endurance and preservation of the tradition shows that it has prominent functions for its society. This research is an attempt to understand the phenomenon of the revival of the tradition of the matan ritual in big cities in the context of social changes and crisis undergone by some citizens as a result of the changes. In other words, this research takes as it starting point social problems, and attempts to discover the answers from a cultutal (anthropolo@cal) point of view. The techniques used for collecting data qualitatively include partxcipation, observation, indepth interviews and study of literature while functionalism and “model of†approaches were used to analyze. This “model of†approach was used not only to understand ritual (tradition) in the context of social changes, but to interpret socia~-culturapl henomena as well. Based on the analysis of the data obtained, it was discovered that the increase in the frequency of matan was a mechanism to decrease social tension as a result of modernization and a reaction towards rationalization. The joint mwatan ritual held together with SMOpWupp et performance was i n h d a protest in disguise using ancient symbols. A protest made against the authority through available traditional means was considered to be effective because most of the authority have same cultural basis as the organizer and the participants of the joint mvatan ritual. Urban culture and the lives of modem society in general are more oriented towards rationality, efficiency, and advances in technology. Based on this fact, the mwiitan ritual frequently held in some cities is an “invention of tradition†or a phenomenon of cultural revivalism
Kata Kunci : Tradisi Ruwatan, Revitalisme Budaya Jawa