Laporkan Masalah

EVALUASI IMPLEMENTASI CLINICAL PATHWAY PADA PASIEN INFARK MIOKARD AKUT DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL DR. CIPTO MANGUNKUSUMO JAKARTA

Siti Sultoni, Prof.dr. Irwan Dwiprahasto, M.Med.Se,Ph.D

2014 | Tesis | S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Latar belakang: Rumah sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo (RSCM) merupakan rumah sakit pendididikan dan pusat rujukan nasional, berkomitmen untuk meningkatkan pelayanan berstandar internasional. Salah satu upaya untuk meningkatkan pelayanan dan keseragaman pelayanan dengan mengimplementasikan clinical pathway. Ada 8 clinical pathway yang pertama kali diimplentasikan di RSCM, salah satunya adalah clinical pathway infark miokard akut tanpa komplikasi. Pemilihan clinical pathway ini dikarenakan penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab utama kematian, risiko tinggi dan biaya tinggi. Namun, dalam mengimplementasi clinical pathway ini masih terdapat kendala-kendala yang dihadapi. Oleh karena itu peneliti ingin melakukan evaluasi implementasi clinical pathway pada pasien infark miokard akut yang ada di RSCM sehingga dapat mengetahui apakah implementasi yang dilakukan sudah sesuai dan dapat meningkatkan mutu pelayanan. Tujuan: Penelitian ini bertjuan untuk: Melakukan evaluasi proses implementasi clinical pathway pada pasien infark miokard akut di RSCM, mengetahui outcome dan hambatan dalam implementasi clinical pathway infark miokard akut di RSCM. Metode: Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional deskriptif (potong lintang). Unit analisis dalam kasus ini adalah evaluasi terhadap implementasi clinical pathway pada pasien infark miokard akut yang telah dilaksanakan di rumah sakit umum pusat nasional Dr. Cipto Mangunkusumo. Pengumpulan data secara retrospektif dengan metode kuantitatif dan kualitatif. Pengambilan data dilakukan dengan melihat rekam medik pasien dan memberikan kuesioner pada perawat maupun dokter yang bertugas di ruang ICCU RSCM, serta melakukan Focus Group Discussion (FGD). Hasil: Kepatuhan implementasi clinical pathway pada pasien infark miokard akut di RSCM belum baik, walaupun rata-rata 95,4%, namun jika dinilai sesuai dengan kebijakan bahwa bila salah satu dalam CP tidak dilakukan maka dianggap tidak patuh maka kepatuhan 0%. Kepatuhan paling rendah adalah pelayanan transfer dari Instalasi Gawat Darurat ( IGD) ke ICCU, kepatuhan DPJP dan kepatuhan terhadap pelaksanaan tindakan Corangiografi/ PCI berkisar antara 58% sd 72,5%. Lengh of Stay (LOS) responden pada penelitian ini belum baik, rata-rata 8,2 hari. Sebanyak 55% yang memenuhi standard, sedangkan 45% responden lainnya memiliki LOS yang lebih dari 7 hari, ini menyatakan bahwa masih terdapat 45% responden yang tidak memenuhi standar clinical pathway pada infark miokard akut di RSCM. Terdapat 4,3% responden yang mengalami komplikasi infark miokard akut di RSCM. Pada penelitian ini tidak menemukan kejadian mortalitas xi namun terdapat 11,6% responden yang mengalami re-admission, 7 orang di antaranya datang kembali karena ada penjadwalan untuk dilakukan tindakan dan 1 orang mengalami infark miokard akut berulang. Hasil uji chi square untuk melihat apakah ada hubungan antara LOS dengan transfer pasien ke ICCU, menunggu jadwal tindakan yang lama dan kehadiran DPJP, didapatkan nilai p.value untuk masing-masing variabel >0.05. artinya tidak ada satupun variabel tersebut yang berhubungan dengan LOS. Hubungan antara LOS dengan lama tindakan nilai p.value 1.000 , LOS dengan lama transfer ke ICCU nilai p.value 0.619 dan hubungan antara LOS dengan kehadiran DPJP nilai p.value 1.000. Proporsi kejadian kasus antara LOS yang kurang dari <7 hari dan > 7 hari juga hampir sama. Tidak ada perbedaan perlakuan apakah ketersediaan ICCU, kecepatan pemberian tindakan, dan kehadiran DJPJ terhadap LOS. Hal ini kemungkinan DPJP hadir tetapi tidak menandatangani pada lembar verifikasi di rekam medik pasien. Hambatan yang ditemukan ada 27 dan didapatkan 6 hambatan yang paling banyak dirasakan oleh petugas dalam penerapan implementasi clinical pathway infark miokard akut di RSCM, yaitu: Kurangnya sosialisasi kepada semua staf tentang cara pengisian form CP; Tidak adanya dorongan bagi petugas untuk mengekspresikan pandangan mereka mengenai keuntungan dan kesulitan penggunaan CP; Tidak adanya pertemuan rutin untuk membahas perkembangan implementasi CP; Tidak dilakukan audit terhadap kepatahuan penerapan CP dan hasil audit dikomunikasikan kepada semua staf yang terlibat; Tidak ada pelatihan secara rutin penggunaan CP untuk para staf yang terlibat; dan tidak semua staf menerima pendidikan secara tertulis mengenai materi CP. Kesimpulan: Kepatuhan implementasi clinical pathway pada pasien infark miokard akut di RSCM belum baik, masih dibawah harapan. Outcome juga belum baik, hanya 55% yang memenuhi standar LOS ?? 7 hari, berarti 45% masih belum memenuhi standar clinical pathway pada infark miokard akut di RSCM. Terdapat banyak hambatan yang dirasakan dalam implementasi clinical pathway. Masih perlu dilakukannya pemahaman, keterlibatan dan dukungan dari klinis dan manajemen dalam implementasi clinical pathway.

Background: Dr. Cipto Mangunkusumo National Center General Hospital (Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo/ RSCM) is a teaching hospital and national referral hospital, committed to improve international standard of services. One of possible solution to improve its service equity is by implementing clinical pathway (CP). There are 8 clinical pathways which were implemented before in RSCM, one of them is clinical pathway for acute myocardial infarct without complications. This clinical pathway has been chosen because cardiovascular disease is the leading cause of death with high risks and high cost. However, there are some obstacles found in implementing clinical pathway. Therefore, the author want to evaluate the implementation of clinical pathway in patient with acute myocardial infarct in RSCM in order to find out the suitability of implementation that has been performed and to improve the quality of services. Aim: The purpose of this research is to evaluate the implementation process of clinical pathway for patient with acute myocardial infarct in RSCM, toassess the outcome and obstacle in implementing clinical pathway of acute myocardial infarct in RSCM. Method: This research used descriptive cross sectional study. The analytical unit in this case is the evaluation of clinical pathway implementation for patient with acute myocardial infarct that had been performed in RSCM. The data were collected retrospectively with quantitative and qualitative method. The data were taken from medical records, throughquestionnaire to the nurses and doctors who were in charge in ICCU RSCM, and by conducting a Focus Group Discussion (FGD). Result: The obedience in implementing clinical pathway for patient with acute myocardial infarct in RSCM wasn’t good enough. Although the mean was 95,4%, the obedience would be considered 0% if one of the CP wasn’t fully completed as the stated policy. The lowest obedience was the service in transferring the patient from Emergency Unit to ICCU, obedience of DPJP (doctor in charge) and the obedience in performing Corangiography/PCI ranged about 58% to 72.5%. Length of Stay (LOS) of respondents in this research wasn’t good, the mean was 8.2 days. By 55% met the standard, but the other 45% had LOS more than 7 daysthat reflected 45% of the respondents did not meet the standard of clinical pathway for acute myocardial infarct in RSCM. There was 4.3% respondents who had complication of acute myocardial infarct in RSCM. This research did not find any mortality but there was 11.6% of the respondents had readmission, and 7 of them came back because of a schedule for medical procedure and 1 person had recurrent acute myocardial infarct. The result of chi square test which was used to evaluate the relationship between LOS with the duration of patient’s transfer to ICCU, a long time waiting for a medical procedure, and DPJP existence, p value obtained for each variable >0.05 which means none of them was related with LOS. The relationship between LOS with the length of waiting time formedical xiii procedure resulted p value 1.000, LOS with duration of patient’s transfer to ICCU resulted p value 0.619 and between LOS with DPJP existence resulted p value 1.000. The case proportion between LOS<7 days and >7days was almost the same. There were no differencesin, the availability of ICCU, the rapidity e in giving treatment, and DPJP existence, towards LOS. It was possible that DPJP visited without signing the verification sheet on patient’s medical record. There were 27 obstacles and six of them were mostly complained by the medical staffs in the implementation of clinical pathway for acute myocardial infarct in RSCM. They were the lack of socialization to all staffs about filling the CP form; the absence of motivation for the medical staffs to express their opinion about the benefits and the difficulties in using CP; the absence of routine meeting in order to discuss about the progress of CP implementation; The absence in auditing the obedience of CP implementation and its result which were not informed to the involved staffs; The absent of routine training about how to use CP for the staffs; and not all of the staffs had written knowledge about CP material. Conclusion: The obedience in implementation of clinical pathway for acute myocardial infarct in RSCM has not been good which is stillunder the expectation. The outcome has not been good, only 55% met the standard of LOS ?? 7 days, which the remaining did not meet the standard for acute myocardial infarct clinical pathway in RSCM. There were some obstacles found in implementing clinical pathway. Clinical understanding, involvement, support, and also management in implementing clinical pathway are still needed

Kata Kunci : Implementasi, clinical pathway, infark miokard akut.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.