Laporkan Masalah

IMPLEMENTASI KRITERIA SYARAT KEBAHARUAN DAN KLASIFIKASI PUBLIC DOMAIN SEBUAH DESAIN INDUSTRI DI INDONESIA BERDASARKAN PERSPEKTIF UU DESAIN INDUSTRI

Agung Budi Raharjo, Tomi Suryo Utomo, S.H., LL.M., Ph.D

2014 | Tesis | S2 Magister Hukum

Undang-undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri (UU Desain Industri) telah mengatur mengenai syarat kebaharuan dimana telah ditentukan bahwa suatu desain industri dianggap baru apabila desain industri tersebut tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya, baik pengungkapan melalui media cetak atau elektronik, termasuk juga keikutsertaan dalam suatu pameran. Walaupun demikian, UU Desain Industri tidak memberikan penjelasan atau pengaturan lebih jauh mengenai apa yang dimaksud dengan “tidak sama dengan pengungkapan yang telah ada sebelumnya”. Ketidakjelasan mengenai pengertian ini selanjutnya dapat menimbulkan permasalahan penerapan hukum khususnya dalam sengketa gugatan pembatalan desain industri yang diajukan dengan dasar gugatan bahwa desain industri tidak memenuhi syarat kebaharuan sebagaimana yang diatur dalam ketentuan UU Desain Industri. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah penilaian syarat kebaharuan terhadap desain industri berdasarkan praktik penyelesaian sengketa desain industri di Indonesia serta untuk mengetahui kriteria apa yang dapat digunakan untuk menentukan suatu desain industri sebagai public domain. Jenis Penelitian ini adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan yuridis kualitatif dan sifat penelitian adalah bersifat deskriptif. Data yang digunakan bersumber dari data-data primer, sekunder dan tertier, yang terdiri dari peraturan perundang-undangan terkait yang diperoleh dari studi dokumen pada sarana penelitian, yaitu perpustakaan. Sesuai dengan analisis hasil pembahasan, dapat disimpulkan bahwa ketentuan UU Desain Industri yang tidak memberikan penjelasan atau pengertian mengenai apa yang dimaksud dengan “tidak sama dengan pengungkapan sebelumnya” dalam menentukan syarat kebaharuan dapat menimbulkan multitafsir yang pada akhirnya mengakibatkan ketidakpastian hukum dalam implementasi syarat kebaharuan. Dalam perkara-perkara pembatalan Desain Industri, Majelis Hakim dalam tingkatan peradilan yang berbeda dapat menafsirkan secara berbeda mengenai apa yang dimaksud dengan “tidak sama” yaitu dapat diartikan sebagai “tidak identik” atau “berbeda secara signifikan”. Lebih jauh, dapat disimpulkan pula bahwa suatu desain industri telah menjadi public domain apabila desain industri tersebut telah habis masa perlindungannya dan apabila Desain industri tersebut tidak pernah didaftarkan oleh pendesain ke Direktorat Jenderal HKI dan telah diumumkan ke publik oleh pendesain, termasuk desain industri yang terdaftar di luar wilayah Indonesia namun tidak didaftarkan perlindungannya di Indonesia.

Law No. 31 of 2000 regarding Industrial Design ( Industrial Design Law) has regulates the novelty requirement wherein it stated that an Industrial Design should be deemed novel if the industrial design not the same with any previously disclosures whether disclosures via printed or electronic media, including participation through exhibition. However, the Industrial Design Law does not stipulates further explanation or regulation with regard to the meaning of ”not the same with the previous disclosures”. The vagueness of this matter could raise problems to the application of law especially with regard to industrial design cancellation lawsuit submitted on the basis that the industrial design does not fullfill the novelty requirement as stipulated by the Industrial Design Law. The objectives of this research are to discover the assessment of the industrial design novelty requirement based on the practice of industrial design disputes resolution in Indonesia and to discover what criteria that can be used to determine an industrial design as a public domain. This study is a normative study of law, with a juridical qualitative approach and descriptive research nature. The data used are sourced from primary, secondary and tertiary, which consists of regulations related to legislation derived from the study documents acquired from the research facility, which is the library. The result of this research is classified to be descriptive analysis. Based on the analysis of the research it can be concluded that the Indonesian Industrial Design Law which does not explain or further regulates the meaning of “not the same with the previously disclosures” in determining the novelty requirement can result in multiple interpretation which in the end can raise legal uncertainty in the implementation of the novelty requirement. In industrial design cancelation claim cases, the panel of judges in different stages of court can interpret differently with regard to the meaning of “not the same” which can be interpreted as “not identical” or “significantly differ”. Further, it also can be concluded that an industrial design can be classified as a public domain if the protection period has already expired and if the design never been registered to Directorate of Intellectual Property Law and has already publicly announced by the designer, including industrial design that registered outside the territory of Indonesia but not registered in Indonesia.

Kata Kunci : Desain Industri, Kebaharuan, Undang-Undang No. 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.