Laporkan Masalah

PENINGKATAN KESUBURAN DAN KUALITAS TANAH DENGAN PEMBERIAN BIOMASSA TANAMAN LEGUM DAN NON-LEGUM PADA POLA TANAM TUMPANGSARI-TUMPANG GILIR UBIKAYU DI TYPIC HAPLUDULT LAMPUNG

Andy Wijanarko, Dr. Ir. Benito Heru Purwanto, MP, MSc

2014 | Disertasi | S3 Ilmu Tanah

Penanaman ubikayu secara monokultur dan berlangsung secara terus menerus sepanjang tahun dapat menurunkan kesuburan tanah, yang pada akhirnya menyebabkan penurunan hasil. Penanaman ubikayu monokultur dapat menurunkan C-organik (bahan organik), N, K, Mg tersedia, KPK, pH tanah, stabilitas agregat, kemampuan memegang air dan meningkatkan berat volume. Pengelolaan tanah dan tanaman merupakan usaha yang dapat dilakukan untuk mengurangi laju penurunan kesuburan tanah dan produksi tanaman. Pengelolaan tanah dapat dilakukan melalui pemupukan yang berimbang dan pengolahan tanah yang tepat. Pengelolaan tanaman dapat dilakukan melalui tumpangsari tanaman. Tumpangsari atau tumpang gilir dengan tanaman legum dapat dilakukan untuk mengurangi penurunan kesuburan tanah akibat penanaman ubikayu monokultur. Tumpangsari ubikayu dengan kacang tanah dapat meningkatkan C-organik tanah dan kandungan N. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) mempelajari pengaruh pengelolaan lahan pada budidaya ubikayu yang meliputi lama penggunaan lahan dan pola tanam terhadap kualitas tanah dan hasil ubikayu, (2) mempelajari pengaruh bahan organik asal tanaman legum dan non legum terhadap kemampuan menyediakan hara, laju mineralisasi dan mengurangi kehilangan hara melalui pelindian, (3) mempelajari pengaruh pencampuran beberapa proporsi bahan organik asal tanaman legum dan non legum di lahan ubikayu terhadap kualitas tanah dan serapan hara tanaman ubikayu, (4) mempelajari parameter uji yang tepat untuk menilai kualitas tanah akibat masukan bahan organik yang berbeda kualitas di lahan ubikayu dengan lama penggunaan lahan yang berbeda, dan (5) mempelajari pengaruh pola tanam tumpangsari ubikayu+legum atau tumpang gilir ubikayu-legum di lahan ubikayu terhadap serapan hara, kualitas tanah dan hasil ubikayu. Penelitian ini terdiri 3 tahap penelitian yaitu: (1) Pengaruh lama pemanfaatan lahan dan pola tanam pada lahan budidaya ubikayu terhadap tingkat kesuburan tanah dan hasil ubikayu, (2) Kemampuan bahan organik asal legum dan non-legum dalam menyuplaihara, mengurangi pelindian dan pengaruhnya terhadap hasil ubikayu di Typic Hapludult Lampung, yang terdiri atas 2 kegiatan, yaitu: mineralisasi di laboratorium dan percobaan rumah kaca, (3) Pengaruh pola tanam dan waktu pengembalian biomass legum dan non legum terhadap hasil ubikayu di Typic Hapludult Lampung yang dilaksanakan di Lampung Timur, Lampung. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola tanam berupa monokultur ubikayu, tumpang gilir, dan tumpangsari pada kedalaman 0-20 cm berpengaruh terhadap sifat kimiawi pada Ultisol Lampung. Penggunaan lahan untuk ubikayu secara monokultur menurunkan semua parameter sifat kimiawi tanah, penurunan ini selaras dengan lama penggunaannya. Semakin lama penggunaannya untuk ubikayu, sifat kimiawi tanah semakin menurun. Ketersediaan hara dalam tanah dan pH tanah semakin menurun dengan semakin lamanya budidaya ubikayu monokultur, sedangkan kejenuhan Al dengan lamanya penggunaan lahan untuk budidaya ubikayu semakin meningkat. Hasil analisis tanah menunjukkan bahwa pola tanam tumpangsari dan tumpang gilirmempunyai ketersediaan hara yang lebih tinggi, konsentrasi Al-dd dan kejenuhan Al yang rendah dibandingkan dengan ubikayu monokultur. Pola tanam ubikayu monokultur kurang dari 10 tahun mempunyai ketersediaan hara yang lebih tinggi dibandingkan dengan ubikayu monokultur lebih dari 30 tahun. Ketersediaan hara pada ubikayu monokultur kurang dari 10 tahun hampir sama dengan ketersediaan hara pada pola tanam tumpangsari dan tumpang gilir. Pemberian biomassa legum dan non legum meningkatkan mineralisasi N dibandingkan tanpa pemberian biomassa tanaman. Pada tanah yang ditanami ubikayu kurang dari 10 tahun menunjukkan bahwa mineralisasi N pada pemberian bahan organik yang berasaldari jagung lebih rendah dibandingkan apabila dilakukan pencampuran dengan bahan organik yang berasal kacang tanah. Mineralisasi N dari yang tertinggi hingga yang terendah berturut-turut sebagai berikut: kacang tanah : jagung (2:1) > kacang tanah : jagung (1:1) > kacang tanah > jagung > kacang tanah : jagung (1:2) > tanpa bahan organik. Sedangkan pada tanah yang telah ditanami ubikayu lebih dari 30 tahun menunjukkan bahwa pemberian bahan organik yang berasal kacang tanah menghasilkan mineralisasi yang lebih tinggi. Mineralisasi N tertinggi adalah kacang tanah : jagung (2:1) > kacang tanah > kacang tanah : jagung (1:2) > kacang tanah : jagung (1:1) > jagung > tanpa bahan organik. Hasil penelitian rumah kaca menunjukkan bahwa perlakuan pemberian biomassa kacang tanah, kacang tanah + jagung dengan proporsi 2:1 menghasilkan serapan hara N dan K jaringan tanaman ubikayu yang tertinggi. Pelindian NH4 + dan NO3 - pada semua perlakuan kecuali tanpa pemberian biomassa memberikan hasil yang relatif rendah, sedangkan perlakuan pemberian biomassa kacang tanah + jagung dengan proporsi 2:1 menghasilkan berat kering tanaman yang tertinggi. Hasil penelitian di lapangan menunjukkan bahwa respon perlakuan pemberian biomassa legum dan non legum pada tanah yang telah digunakan untuk budidaya ubikayu lebih dari 30 tahun lebih baik dibandingkan dengan tanah yang ditanami ubikayu kurang dari 10 tahun. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya parameter pengamatan yang secara nyata dipengaruhi oleh perlakuan. Pemberian biomassa legum dan non legum pada tanah yang telah ditanami ubikayu lebih dari 30 tahun meningkatkan pH tanah, N total, C organik, N larut air, N mikrobiomas, C mikrobiomas, air tersedia, serapan N umbi dan tanaman serta hasil ubikayu. Peningkatan ketersediaan hara dan hasil tersebut menunjukkan bahwa pemberian biomassa legum dan non legum pada sistem tumpang gilir dan tumpangsari dapat mencegah terjadinya degradasi tanah akibat penanaman ubikayu monokultur secara terus menerus. Hasil penetapan indikator kualitas tanah dengan menggunakan intersectionantara metode MDS dengan PFA dan MDS dengan SMAF menunjukkan pH, P Bray, C organik, fraksi labil bahan organik, air tersedia dan BV merupakan parameter yang mewakili sebagai indikator kualitas tanah pada penelitian ini.

The growing of cassava in monoculture that is continually practiced for all year long has decreased soil fertility. It then impacted on reducing yield as well. Growing cassava in monoculture is able to decrease C-organic, N, K, Mg, CEC, soil pH, aggregate stability, water holding capacity and bulk density. Good cultivation of land and plant will resistfertility-decreased rate of both land and crop production. Balanced fertilization and proper treatment of soil are some procedures for cultivating land. In terms of plant cultivation, farmers can employ intercropping practice. Intercropping cassava with legumes function to hold the decline in soil fertility caused by cassava monoculture planting. The significance of intercropping cassava and groundnut is the increasing of soil C-organic, N and organic matter. This research aims: (1) to study the effect of soil management toward cassava planting comprising duration of land use and planting patterns related to quality of soil and crops (cassava), (2) to examine the effect of organic matters from legumes and non legumes toward nutrients providing capacity, mineralization rate, and nutrients-lost declining through leaching process, (3) to comprehend the mixture of some organic matters from legumes and non legumes in cassava field toward quality of soil and nutrients uptake of cassava plant, (4) to study a proper test parameter to determine quality of soil due to the application of organic maters, which are different in qualities, in cassava field used in different range of time, and (5) to study the effect of intercropping practice with cassava+legume or relay-crooping practice with cassava-legume in cassava field towards nutrients uptake, soil quality and cassava yields. This research consisted of three steps: (1) the effect of land use duration and planting pattern in cassava field toward soil fertility rate and yield of cassava, (2) the capacity of organic matters from both legume and non legume for supplying nutrients, reducing leaching and their impacts on cassava yields in Typic Hapludult Lampung. There are two activities in this step: mineralization in laboratory and green house experiment, (3). the efect of planting pattern and the returning time for legume and non legume biomass toward cassava yields in Typic Hapludult Lampung, east Lampung. This result showed that the planting pattern in monoculture, intercropping and crops rotation in 0-20 cm deep gives impact on chemical properties of the soil in Ultisol Lampung. The use of land to grow cassava in monoculture reduces entire parameter of chemical properties ofthe soil. This changes are parallel with its land use duration. The longer the land is used to grow cassava, the chemical properties of the soil is decreasing. The availability of nutrients and soil pH are also decreasing along with monoculture cassava planting. However, the saturation of Al is increasing relating to land use duration. The result of soil analysis presents both intercropping and crops rotation patterns provide high supply of nutrients; low concentration of Al-exc and saturation of Al compared to monoculture planting. The planting pattern of monoculture cassava that is less than 10 years supplies large nutrients if it is compared to monoculture cassava for more than 30 years. The availability of nutrients in monoculture cassava less than 10 years is almost similar to the availability of nutrients by intercropping and crops rotation planting patterns. Application of legume and non legume biomass increases N mineralization compared to other withoutbiomass. In less-than-10-years planted soil, N mineralization toward organic matters from maize is lower than toward the mixture of organic matters derived fromgroundnut. N mineralization, from the high to the low respectively is as follow: groundnut : maize (2:1) > groundnut : maize (1:1) > groundnut > maize > groundnut : maize (1:2) > without organic matters. Whereas, in cassava-planted land for more than 30 years, it presents the use of organic matters derived from groundnut producing higher mineralization. The highest N mineralization is groundnut : maize (2:1) > groundnut > groundnut : maize (1:2) > groundnut : maize (1:1) > maize > without organic matters. In greenhouse, aplication of groundnut biomass, groundnut + maize 2:1 increase of N and K uptake. Leaching NH4 + and NO3 - , all treatments except without biomass aplication is relativelylow, while the growth of plants that represented the dry weight of plants, groundnut + corn 2:1 produced the highest plant dry weight. The field research showed that response on treatment to give legume and non legume biomass onto more than 30 years planted soil is much better compared to the soil used less than 10 years. It is explained by numbers of observation parameters that is evidently influenced by treatment. Application of legume and non legume biomass onto more than 30 years (cassava) planted soil is able to increase soil pH, total N, C organic, N water-soluble, N microbiomass, C microbiomass, available water, N uptake and cassava yields. The increasing of available nutrients and yileds proves that the use of legume and non legume in both intercropping and crops rotation pattern prevents soil degradation as a result of continues monoculture cassava planting. The determination of soil quality indicator using intersection between MDS and PFA, and MDS and SMAF methods present pH, P bray, C organic, labile fraction of organic matters, available water and BV as representative parameters of soil quality indicator in this research.

Kata Kunci : -


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.