STRATEGI PEMBANGUNAN HUTAN RAKYAT UNTUK REHABILITASI LAHAN GAMBUT DI KALIMANTAN TENGAH

Yanarita, Prof. Dr. Ir. Mohammad Na’iem, M.Agr.Sc.

2014 | Disertasi | S3 Ilmu Kehutanan

Tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah : (1) mendeskripsi praktek pembangunan hutan rakyat oleh masyarakat di kawasan eks PLG berdasarkan 3 tingkat kedalaman gambut, (2) menganalisis pembangunan hutan rakyat untuk identifikasi kelemahan-kelemahan dan masih perlu diperbaiki sebagai konsep rehabilitasi lahan gambut di Kalimantan Tengah, dan (3) menyusun strategi pembangunan hutan rakyat untuk konsep rehabilitasi lahan gambut di Kalimantan Tengah dengan pendekatan strategi kehutanan sosial. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hutan rakyat di kawasan eks PLG tergolong hutan rakyat tidak murni atau hutan rakyat yang komoditas utamanya bukan kayu. INP vegetasi berkayu hutan rakyat didominasi karet 114,15-168,65%, jelutung 45,62-96,82%, sungkai 30,21%, cempedak 18,23-22,08%, rambutan 20,28%, galam 27,18%, dan nangka 25,76%. Keragaman jenis hutan rakyat tergolong rendah. Produksi kayu hutan rakyat sebesar 15,02 m3/ha. Produksi HHBK (pendapatan) hutan rakyat berkisar Rp. 19.748.889,12,- - Rp.31.898.033,67,-/ha/th. Rata-rata emisi CO2 hutan rakyat berkisar antara 1.546,00 - 1.933,08 gC/m2/th. Kelemahan praktek hutan rakyat di kawasan eks PLG untuk memecahkan masalah pembangunan wilayah adalah: (1) masih rendah dalam hal produksi penghasil kayu pertukangan khususnya yang disukai masyarakat, dan (2) pengolahan lahan (drainase dan pembakaran lahan) dengan intensitas tinggi menyebabkan terjadinya dekomposisi dan berkurangnya kemampuan gambut menyerap dan menyimpan air berdampak pada emisi CO2 yang tinggi. Intensifikasi pembangunan hutan rakyat untuk rehabilitasi lahan gambut di Kalimantan Tengah, adalah: (1) intensitas pengolahan lahan (drainase dan pembakaran lahan) yang selektif sesuai kedalaman gambut; dan (2) intervensi penanaman jenis vegetasi penghasil kayu hutan alam gambut yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan kayu pertukangan masyarakat. Intervensi penanaman jenis vegetasi dilakukan dalam 2 skenario tahapan dan waktu, yaitu: (1) Skenario I adalah intervensi penanaman vegetasi penghasil kayu yang tidak tahan naungan atau menyukai penyinaran pada tingkat semai pada tahap awal penanaman (t⁰); dan (2) Skenario II adalah intervensi penanaman vegetasi yang memerlukan naungan atau tidak menyukai sinar matahari pada tingkat semai pada tahun ke-5 (t+5).

This research was conducted to: (1) describe the community forest development practices performed by the community living in the area of ex-PLG on 3 levels of peat depth; (2) analyze of the community forest development of all their shortcomings and things need to be improved as attempts to find important basic concepts of peatland rehabilitation in Central Kalimantan; and (3) formulating some community forest development strategies based on specific social forestry. A descriptive research method had been apllied in this research. Research results showed that the community forest which is located in the area of ex-PLG could be classified as impurely community forest or which the main commodity was not wood. INP of vegetation of community forest was dominated by Hevea brasiliensis (114.15-168.65%), Dyera costulata (45.62-96.82%), Peronema canescens Jack. (30.21%), Arthocarpus champeden (18.23-22.08%), Nephelium lappaceum (20.28%), Mellaleuca leucadendron (27.18%), and Arthocarpus heterophyllus Lamk (25.76%). It was low the variety of community forest results. The actual wood product of community forest was 15.02 m3/ha, while non timber forest product (income) of community forest ranged between Rp. 19,748,889.12-31,898,033.67/ha/year. The average CO2 emission of community forest rated between 1,546.00-1,933.08 gC/m2/year. The shortcomings of community forest practices in the area of ex-PLG to resolve problems of regional development were detected was : (1) lower rate of some wooden craft products especially that of favoured by community; (2) highly intensive land preparation (drainage and land burning) caused decomposition and reduced the capability of peatland to absorp CO2 and save water affecting on halting high CO2 emission. To intensify community forest development in peatland rehabilitation in Central Kalimantan will involve following activities: (1) intensifying land preparation works (drainage and land burning) appropriate with peat depth condition ; and (2) apllying some form of interventions on the type of woody plant species to meet the need of farmers working as wooden crafter. The intervention could be carried out under intensive silviculture following two scenarios i.e.: (1) Scenario I : planting some lighttolerant tree seedlings inserted into the present planting system at the early stage of cultivation (to); and (2) Scenario II planting shade tolerant trees seedlings inserted into present plantation system 5 years old (t+5).

Kata Kunci : pengolahan lahan, kedalaman gambut, intensifikasi, intervensi penanama