Laporkan Masalah

Sikap Masyarakat Indonesia Terhadap ODA (Official Development Assistance) Jepang Dan Dampaknya Terhadap Hubungan Jepang-Indonesia: Studi Kasus Proyek PLTA Koto Panjang

KASHIWABARA, KEIGO, Dr. Nur Rachmat Yuliantoro, MA(IR)

2014 | Tesis | S2 Ilmu Politik/Hubungan Internasional

Jepang sudah lama memiliki peran penting di dalam masyarakat internasional, khususnya dalam pembangunan negara-negara berkembang melalui pemberian ODA (Official Development assistance). Kebijakan ODA Jepang ini sangat signifikan bagi strategi diplomasi Jepang karena bagi Jepang kekuatan ekonom i adalah salah satu alat diplomasi terbesar dan terpenting yang dapat mengimbangi tiadanya kekuatan militer yang ia memiliki. Indonesia, negara dengan potensi ekonomi terbesar di kawasan Asia Tenggara, adalah negara penerima ODA Jepang yang terbesar. Jepang mendukung perkembangan pembangunan Indonesia di berbagai bidang melalui ODA selama lebih dari 50 tahun. Kerja sama ekonom i melalui ODA telah menjadi kunci utama untuk hubungan bilateral Jepang-Indonesia yang lebih harmonis dewasa ini. Namun, sebetulnya ODA mempunyai sisi negatif juga. Sebagian proyek ODA (Mondai-anken, proyek bermasalah) menimbulkan berbagai masalah di lapangan dan membuat penduduk lokal menderita dampak negatifnya. Mondai-anken yang paling typical dan kelak memberikan kesempatan untuk perdebatan di masyarakat Jepang adalah pembangunan proyek PLTA Koto Panjang yang dilaksanakan di Provinsi R iau pada tahun 1991-1997. Masyarakat Koto Panjang bersikap kritis terhadap ODA Jepang dalam proyek pembangunan PLTA karena proyek tersebut mengakibatkan kerugian drastis bagi mereka, seperti kemiskinan, kelaparan, kerusakan lingkungan hidup dan lain-lain sebagai akibat dari pelaksanaan proyek secara paska oleh pemerintah Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto. Sikap kritis masyarakat Koto Panjang tersebut akhirnya mengakibatkan gugatan di pengadilan Jepang. Meskipun gugatan tidak dikabulkan dengan alasan bahwa itu adalah “urusan internal Indonesia,” gerakan masyarakat telah mendorong reformasi/perbaikan ODA Jepang. Menanggapi perdebatan mengenai isu transparansi, partisipasi publik, efektivitas dan efisiensi ODA oleh berbagai pihak, aturan atau sistem yang baru ditetapkan dengan revisi Piagam ODA Jepang. Sementara itu, walaupun permasalahan yang disebabkan mondai-anken tersebut telah mengakibatkan kerugian serius bagi warga negara penerima, apalagi masyarakat lokalnya menggugat pemerintah negara donor, hal ini tidak berdampak apa pun terhadap hubungan kedua negara secara politik. Hubungan diplomasi kedua negara tidak pernah tegang akibat permasalahan proyek tersebut dan kedua negara juga tidak mengubah kebijakan diplomasi mereka untuk menjaga kepentingan nasional masing -masing yang didapatkan dari kerja sama ekonom i di antara keduanya.

In order to preserve their national interests Japan has been playing an important role in the international society, especially in the field of the development of developing countries, through its ODA (Official Development Assistance). Japanese ODA policy is very significant for its diplomatic strategy since economic power may be one of the biggest and most important diplomatic tools for the nation which cannot make any military contribution to the international community. Indonesia, which has the biggest economic potential in Southeast Asia, is the largest recipient of Japanese ODA. Japan has supported Indonesia’s economic and social development in various fields by providing ODA for more than 50 years. Econom ic cooperation through ODA now functions as the core of the amicable bilateral relation s between the two countries. However, ODA alternatively has had some negative aspects on its recipients. Some of the ODA projects (called Mondai-ankens) have actually triggered various problems at project sites and have consequently afflicted the local people. The most well-known mondai-anken that aroused national discussion on ODA policy is Koto Panjang Hydropower Plant Project implemented in Riau Province, in 19 91-1997. The local community has been critical of Japanese ODA since the implementation of the project, which was done in a coercive manner under the Soeharto administration, caused costly damage to the local people such as poverty, scarcity of food, environmental destructuion, and so on. Faced with these problems, the local people of Riau finally filed a suit in Japan against the Japanese government for compensation. Even though the case was dismissed on the grounds that it was regarded as a n “internal matter of Indonesia,” this sequence of events offered an incentive for a reform of Japan’s ODA. After the social debate on ODA’s transparency, public participation, and its effectiveness and efficiency, some new regulations and systems have been designed along with the amendment of Japan’s ODA Charter. On the other hand, although the mondai-anken issue caused considerable damage to the recipient country’s people, and the local commnity filed a complaint to the donor country, this issue had no political impact to the bilateral relations between the two countries. Japan-Indonesia diplomatic relations have remained strong, never getting tense from the Koto Panjang Project issue. through the promotion of economic cooperation, Japan and Indonesia have not changed any policies concerning diplomatic relations between them. Economic cooperation still remains to be the principal pillar of the amicable relations between the two countries.

Kata Kunci : ODA (Official Depelopment Assistance), Mondai-anken, Kerja sama ekonomi, Jepang, Indonesia


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.