Strategi Negara Anggota ASEAN dalam Menghadapi Cina di Laut Cina Selatan
LADY MAHENDRA, Prof. Dr. Mohtar Mas’oed
2014 | Skripsi | Ilmu Hubungan InternasionalArea Laut Cina Selatan tengah menjadi panggung persaingan kekuatan antara Cina, Filipina, Vietnam, Malaysia, dan Brunei. Kelima pihak diatas memperebutkan kekuasaan atas area-area tertentu dalam wilayah Laut Cina Selatan. Pada dasarnya, isu di area Laut Cina Selatan ini tidak jauh berbeda dengan sengketa teritorial lainnya, hanya saja posisi strategis Laut Cina selatan kemudian menjadi faktor yang mendorong perhatian publik terhadap kasus ini. Dengan munculnya konsep kolonialisme, kemudian Laut Cina Selatan yang semula tidak diperhatikan, mulai dilirik lantaran posisinya yang strategis untuk mendukung kebijakan ekspansif. Pada era kontemporer, mencuatnya isu Laut Cina Selatan dipandang sebagai persoalan yang muncul karena pergeseran balance of power, yaitu ketika AS mengupayakan perservasi momentum unilateralnya pasca Perang Dingin, yang menimbulkan vacuum of power di Asia Tenggara dan mendorong Cina untuk menunjukkan presensi di kawasan. Skripsi ini membahas bagaimana strategi masing-masing negara anggota ASEAN terhadap Cina terkait tindakannya di Laut Cina Selatan. Meski hanya terdapat 4 negara anggota ASEAN yang terlibat secara langsung, namun Declaration on the South China Sea yang diadopsi seluruh negara anggota ASEAN, menegaskan bahwa dalam kasus ini ASEAN berdiri bersama-sama untuk menunjukkan keberatannya atas agresivitas Cina. Dengan perspektif realisme struktural sebagai alat bantu analisa, kecenderungan perbedaan strategi masing-masing negara anggota ASEAN terhadap Cina terkait isu Laut Cina Selatan, dapat dipahami dengan penjelasan tentang motif dibalik kecenderungan tersebut. Dimana Filipina dan Vietnam cenderung menunjukkan strategi balancing terhadap Cina, kemudian Kamboja, Laos, dan Myanmar ke arah strategi bandwagoning, sementara lainnya tidak menunjukkan kecondongan ke sisi manapun.
South China Sea area is becoming a platform of power competition between China, The Philippines, Vietnam, Malaysia, and Brunei. Five parties mentioned above are competing over sovereignty in certain areas of the South China Sea. Basically, the issue in the South China Sea area is quite similar to other territorial disputes. The difference is just that this area is located on such strategic position which became the factor that drives more public attention to this case. Along with the emergence of colonialism concept, South China Sea area which at first no one took notice, suddenly became interesting to certain parties, considering its strategic value for expansive policy. In the contemporary era, the rise of this conflict perceived as a problem which caused by shifting balance of power, that happened when the U.S. sought to preserve its unilateral moment after the end of cold war. This lead to vacuum of power situation in the Southeast Asia, thus encourage China to build up presence in the dispute area. This paper discuss about the strategies of each ASEAN member states towards China related to the dispute in the South China Sea. Even though there are only 4 ASEAN countries that directly involved, however the adoption of the Declaration on the South China Sea by all ASEAN member countries, asserted that in this case ASEAN is standing together to show their objections of China’s aggressiveness. With structural realism perspective as the analysis tool, tendencies of ASEAN member states’ different strategies are understandable by the explanation about motives behind it. Which Philippines and Vietnam tend to leaning towards balancing strategy, and then Cambodia, Laos, and Myanmar indicate towards bandwagoning strategy, while the rest of the members did not show tendencies of leaning either ways.
Kata Kunci : Sengketa Laut Cina Selatan, ASEAN, Cina, Balance of Power, Structural Realism, balancing and bandwagoning strategy, Asia Tenggara.