Laporkan Masalah

TEGGHESAN MACAPAT LAYANG JATISWARA PADA UPACARA NYADHÂR KETIGA DESA PINGGIR PAPAS SUMENEP (KAJIAN TRADISI LISAN ALBERT B. LORD)

Salamet Wahedi, Dr. Novi Siti Kussuji, M. Hum.

2014 | Tesis | S2 Sastra

Penelitian “Tegghesan Macapat Layang Jatiswara pada Upacara Nyadhâr Ketiga Desa Pinggir Papas Sumenep” ini dilatar-belakangi oleh pentingnya pelestarian dan transformasi nilai-nilai agama dan sosial yang terkandung dalam tradisi lisan. Tradisi lisan sebagai sarana komunikasi dan ekspresi seni masyarakat berfungsi untuk mengungkapkan dan memproyeksikan gambaran masyarakat dalam kurun waktu tertentu. Teori yang digunakan dalam penelitian ini, ialah teori tradisi lisan Albert B. Lord yang menguraikan beberapa aspek penciptaan tradisi lisan. (1) Formula dan ungkapan formulaik. Formula adalah kelompok kata yang secara teratur digunakan dalam kondisi matra yang sama untuk mengungkapkan ide pokok tertentu. Ungkapan fromulaik adalah larik atau setengah larik yang disusun sesuai dengan pola formula. (2) Tema atau kelompok gagasan, yaitu peristiwa atau adegan yang diulang dan bagian-bagian deskriptif dalam cerita. (3) Prosedur pewarisan. Tujuan penelitian ini, untuk menggambarkan proses dan faktor-faktor yang berhubungan dengan tokang tegghes dalam melakukan tegghesan. Beberapa hal tersebut antara lain, pertama, formula dan ungkapan formulaik tegghesan yang dihasilkan oleh tokang tegghes. Kedua, pola pewarisan atau cara seseorang untuk menjadi tokang tegghes. Ketiga, tema atau ide pokok yang terkandung dalam Layang Jatiswara yang ditembangkan pada macapat upacara nyadhâr ketiga. Penelitian ini hendak memberikan gambaran tentang tahapan-tahapan untuk menjadi tokang tegghes. Calon tokang tegghes dituntut untuk memiliki kemampuan: a) teknik tembang, b) menguasai kosa kata bahasa Jawa, c) memahami jalan cerita, dan d) memiliki kepribadian yang baik dan usia yang matang. Sedangkan tema yang sering diulang-ulang dalam macapat nyadhâr adalah cerita perjalanan Jatiswara dalam mencari hakikat makna hidup. Dalam melakukan tegghesan, tokang tegghes memanfaatkan beberapa frasa, klausa atau kalimat yang menjadi formula dan ungkapan formulaiknya, antara lain: a) pengulangan larik akhir tembang di awal tegghesan, b) pengulangan seluruh atau sebagian tegghesan, c) deskripsi tokoh dan gelarnya, d) penambahan kata ‘èngghi ka’ḍinto’, e) penambahan kata ‘ka’ḍinto’, f) penambahan panoteng ‘èpon’.

A research “The Tegghesan Layang Jatiswara Macapat in the Third Nyadhâr Ceremony at Pinggir Papas Village, Sumenep” is based on conservation and transformation of religious and social values contained in the oral tradition. Oral tradition is a means of communication and expression language of society that can be used to express and project the people for a certain time. The theory used in this study is the oral tradition theory of Albert B. Lord that describes some aspects of the creation of the oral tradition: 1) Formula and formulaic expression. Formula is a group of words that are regularly used in similar dimension to reveal certain basic ideas. Formulaic expression is the parts or array half prepared in accordance with the formula pattern. 2) The theme or group of ideas, are events or scenes that repeated and contained the descriptive passages in the narration. 3) Inheritance or transmission procedures. Therefore, the objective of this study is to describe tokang tegghes, their process and the factors related to tokang tegghes in performing tegghesan. It consists of: 1) Formulas and formulaic expressions of tegghesan that tokang tegghes have said. 2) The pattern of inheritance or the way (of) for someone being tokang tegghes. 3) The theme or main idea contained in the Layang Jatiswara that have sing in macapatan at nyadhâr ceremony. The result of the study leads to the conclusion: 1) the inherent regulation to be tokang tegghes. The candidate of tokang tegghes is demanded to have the capability of: a) understanding of the song (tembang), b) conceiving of the Java language vocabularies, c) getting right of the storyline, and d) having a good personality and a mature age. Whereas the theme is often repeated in macapat nyadar is Jatiswara travel story in seeking of the truth meaning of life. In performing tegghesan, tokang tegghes utilize the phrases, clauses, and sentence that become formulas and formulaic expressions, such as: a) repetition of the end line in tegghesan, b) repetition of all or part tegghesan, c) description of figure and his honour, d) adding of the word 'èngghi ka'ḍinto', e) adding of of the word 'ka'ḍinto', f) adding of the word panotèng 'èpon'.

Kata Kunci : tegghesan, formula, tema, Layang Jatiswara, Formula, Theme, Tegghesan, Tokang Tegghes, Layang Jatiswara


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.