KONJUNGSI RELATIF BAHASA JERMAN DAN BAHASA INDONESIA (Sebuah Studi Kontrastif)
Abdul Hadi, Prof. Dr. I Dewa Putu Wijana
2014 | Tesis | S2 LinguistikPenelitian gramatika kontrastif ini bertujuan untuk mengkaji empat permasalahan pokok terkait struktur klausa relatif bahasa Jerman dan bahasa Indonesia, yakni (1) jenis-jenis konjungsi relatif dalam klausa relatif bahasa Jerman dan bahasa Indonesia, (2) distribusi konjungsi relatif dalam klausa relatif bahasa Jerman dan bahasa Indonesia, (3) perbedaan dan persamaan struktur klausa relatif bahasa Jerman dan bahasa Indonesia, dan (4) implikasi hasil penelitian ini dalam pengajaran bahasa Jerman dan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang menggunakan metode kajian kontrastif. Data dalam penelitian ini adalah data sekunder dari beberapa sumber data yang merupakan buku-buku tata bahasa Jerman dan bahasa Indonesia yang dianggap sudah bisa mewakili standar baku tata bahasa keduanya. Metode penelitian yang digunakan dalam penyediaan data adalah metode simak teknik catat dan yang digunakan dalam analisis data adalah metode distribusional teknik urai unsur terkecil (ultimate constituent analysis). Adapun unsur terkecil yang menjadi bagian analisis teknik ini adalah kata dan frasa dalam sebuah klausa induk dan klausa anakan berupa antiseden dan nomina yang direlatifkan terkait relasi gramatikal yang dimiliki keduanya. Hasil analisis dalam penelitian menunjukkan bahwa (1) jenis-jenis kojungsi relatif bahasa Jerman berupa konjungsi yang bersifat deklinatif, yakni der, das, die, welch-, dan wer, dan bersifat tidak deklinatif yaitu was dan wo; sedangkan jenis konjungsi relatif bahasa Indonesia adalah yang dan tempat (2) Jenis konjungsi relatif bahasa Jerman berupa artikel penanda jenis nomina der, das, die, dan kata tanya orang wer berdistribusi dalam penyematan klausa anakan pada klausa induk yang antisedennya memiliki relasi semantis pelaku, penderita, penerima, pengalam (experiencer), kepemilikan (benefactive), dan pokok (theme), serta semua klausa relatif bahasa Jerman mengharuskan distribusi predikat berada pada posisi paling akhir klausa, dan relasi gramatikal yang menyatakan sebuah keterangan tempat atau letak digunakan konjungsi wo dan yang menyatakan pilihan digunakan welch-; sedangkan konjungsi relatif yang dalam bahasa Indonesia berdistribusi pada klausa induk dengan klausa anakan yang relasi semantisnya menyatakan pelaku, penderita, penerima, pengalam (experiencer), kepemilikan (benefactive), dan pokok (theme), dan konjungsi tempat berdistribusi pada relasi semantis yang menyatakan tempat (location), tujuan (goal), dan sumber (source) (3) Perbedaan struktur klausa relatif bahasa Jerman dan bahasa Indonesia yaitu konjungsi relatif bahasa Jerman mengalami proses deklinasi yang didasarkan pada jenis, jumlah, dan hirarki kasus yang dialami oleh nomina yang direlatifkan, dan sifat klausa relatif entah restriktif atau tak restriktif dalam bahasa Jerman tidak diperlukan pembatasan tanda koma antara klausa induk dengan klausa anakan, sedangkan dalam bahasa Indonesia diperlukan tanda koma untuk yang bersifat restriktif. (4) Implikasi hasil penelitian ini dalam pengajaran bahasa Jerman dan bahasa Indonesia sebagai bahasa asing adalah merujuk pada sistematika penyajian bahan ajar klausa relatif yang dalam bahasa Jerman diawali dengan klausa relatif yang memiliki relasi gramatikal paling sedrehana terkait hirarki kasus yang dialami nomina yang direlatifkan dalam klausa anakan, sedangkan dalam bahasa Indonesia merujuk pada penanaman pemahaman yang mendasar tentang sifat-sifat semantis verba yang sangat menentukan relasi gramatikal antiseden dan nomina yang direlatifkan.
This contrastive grammatical research is intended to examine four main problems related to relative clause structure in German and Indonesian. Those problems are: 1) Types of relative conjunctions in German and Indonesian relative clause, 2) The distribution of relative conjunctions in German and Indonesian, 3) The similarities and differences between German and Indonesian relative clause structure and 4) The implication of this research in teaching German and Indonesian as foreign language. This research is a descriptive-qualitative research using contrastive method. In collecting the data, the researcher uses the secondary data from German and Indonesian grammar books applying the formal grammar form of those two languages. The data is taken using observations method and recording technique. Furthermore, the data is analyzed using ultimate constituent analysis. The smallest constituents which considered as the part of this analysis technique are words and phrases in a main clause and subordinate clause as the antecedent and noun in a subordinate clause related to the grammar’s relationship owned by them. The result of this analysis shows that: 1) Types of relative conjunctions in German are declination; that are der, das, die, welch and wer, and non-declinations which are was and wor. However types of relative conjunction in Indonesian are yang and tempat. 2) Types of relative conjunction in German appeared as the article that modifies the noun der, das, die and question word wer is distributed in embedding the subordinate clause in a main clause which antecedents have a semantic relationship as subject, object, receiver, experience, benefactive and theme. Moreover, all of the German relative conjunction has its predicate to be in the last part of a clause, and the grammatical relationships which describe the adverb of place or location is wo and welch (which used to describe an option). Nevertheless, relative conjunction “yang†in Indonesian is distributed in a main clause with the subordinate clause which semantic relationship defines the subject, object, receiver, experience, benefactive and theme. Furthermore, the conjunction of place is distributed by semantic relationships which describe the source, goal and location. 3) The differences between German and Indonesian relative clause structure are the German relative conjunction has the declination process based on gender, number and case hierarchy experienced by the co-occurance, and the characteristic of relative clause is both restrictive and unrestrictive. In German, there is no need to put a comma between main clause and subordinate clause, while Indonesian needs a comma to show that the relative clause is restrictive. 4) The implication of this research in teaching German and Indonesian as foreign language refers to the systematical presentation of the course material contains the relative conjunction where in German is begun with a relative clause that has the simplest grammatical relationship related to the hierarchy’s case of noun in a subordinate clause, however in Indonesian, it refers to a basic understanding about the systemic verb characteristics which are important in defining the grammatical relationship of the antecedent and noun in a subordinate clause.
Kata Kunci : Bahasa Jerman, Bahasa Indonesia, Klausa Relatif, Analisis Kontrastif