Laporkan Masalah

DI BAWAH BAYANG-BAYANG MODERNITAS: ORANG-ORANG INDO DI KOTA MAGELANG, 1906-1942

TEDY HARNAWAN, Dr. Mutiah Amini, M.Hum.

2013 | Skripsi | ILMU SEJARAH

Skripsi yang berjudul “Di Bawah Bayang-bayang Modernitas: Orangorang Indo di Kota Magelang, 1906-1942” ini mengkaji tentang keberadaan orang Indo di kota Magelang yang sedang berkembang pada abad ke-20. Karya ini juga membeberkan gaya hidup mereka di perkotaan. Penjelasan dalam skripsi ini diperkuat dengan membaca majalah, surat kabar, laporan pemerintah dan melihat foto-foto sezaman antara awal abad 20 sampai tahun 1942. Adanya Undang-undang Desentralisasi pada tahun 1903, kota-kota besar di Jawa berubah status menjadi gemeente dan Magelang mendapat status gemeente setahun setelahnya. Pembangunan kota Magelang kemudian dilakukan dengan sangat gencar karena menjadi daerah tujuan wisata yang populer. Dukungan fasilitas yang memadai bagi penduduk kota maupun bagi wisatawan memberi kesan Magelang semakin “modern”. Hotel-hotel, gedung bioskop, tokotoko makanan, toko busana lalu dibangun untuk memenuhi gaya hidup masyarakat kota yang semakin ramai. Dalam hal ini, kebudayaan kota yang diidentikkan dengan budaya “modern” mengubah gaya hidup orang-orang Indo. Keberadaan orang-orang Eropa totok yang mulai bermukim di kota Magelang juga memberikan andil yang besar bagi orang-orang Indo, terutama keluarga Indo. Laki-laki Eropa totok sebagian besar memiliki istri orang Indo dan membentuk keluarga di kota Magelang. Kebudayaan Indis yang berkembang sebelum abad 20 hanya menjadi bayang-bayang.

“In The Shadow of Modernity: Indo People in Magelang Town, 1906- 1942” is pointed to be my title thesis. It analyzes the existence of “Indo” people in Magelang town. It would also attempt to leak their lifestyle habit at the town surrounding during colonial time. This round-about explanations embrace and strengthen by kind sources of reading magazines, newspapers, colonial report as well as observing contemporarily photo album between 20th century to 1942. The prevailing Decentralization Law in 1903 brought about town changing status spread out several big towns in Java to gain the so-called gemeente. Magelang got the status three years later. Since then, autonomical government did some dazzling make-ups to build such “modern” symbols due to many tourists whispered by several tourism attractions in Magelang. Hotels, movie theaters, department stores, costumiéres stood out to fulfil lifestyle necessity of growing people coming in and out. In this sense, the town culture identified as closed as “modern” culture. It led to change “Indo” people lifestyle who were especially proud of “tempo doeloe” of typically Indische culture before 20th century. The existence of European “totok” or the European full-bloods in Magelang showed a leading role for “Indo” family in particular. Indisch culture becoming faded as merely shadow in 20th century.

Kata Kunci : -


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.