PERBANDINGAN MONOTERAPI DENGAN POLITERAPI DALAM PENGENDALIAN KEJANG DAN TERJADINYA EFEK SAMPING OBAT PADA EPILEPSI JENIS IDIOPATHIC GENERALISED TONIC CLONIC DI POLI SARAF RSUP DR SARDJITO YOGYAKARTA

RATNA WIJAYATRI, Prof. Zullies Ikawati, Ph. D., Apt

2012 | Tesis | S2 Mag.Farmasi Klinik

Epilepsi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting dan menonjol di masyarakat karena permasalahan tidak hanya dari segi medik tetapi juga sosial dan ekonomi yang menimpa penderita maupun keluarganya. Prevalensi epilepsy di Indonesia diperkirakan 0,5-1,2%. Obat antiepilepsi mempunyai peranan yang dominan dalam penatalaksanaan epilepsi. Walaupun monoterapi merupakan pilihan utama seringkali politerapi sulit dihindarkan. Polifarmasi semacam ini kurang memuaskan karena (a) meningkatkan risiko toksisitas kronis; (b) dengan monitoring kadar obat di dalam darah, satu macam obat antiepilepsi dapat diberikan dengan lebih efektif; (c) kurangnya bukti mengenai efektivitas dua (atau lebih ) macam obat dibandingkan satu jenis obat saja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas dan keamanan pengobatan monoterapi dibandingkan dengan politerapi dilihat dari frekuensi kejang, keadaan bebas kejang dan efek samping obat. Data diperoleh menggunakan instrumen berupa seizure diaries, dan APS (Adverse Drug Reaction Probability Scale). Penelitian ini menggunakan rancangan studi observasional dengan pengambilan data secara prospektif, membandingkan dua kelompok subyek yang mengidap epilepsi tipe idiopathic general tonic clonic dengan onset pada masa dewasa. Kelompok pertama merupakan monoterapi, kelompok ke-2 adalah kelompok politerapi. Efektivitas terapi diukur dengan melihat frekuensi kejang, durasi bebas kejang dan efek samping obat yang dialami pasien. Kriteria inklusi termasuk : (1) tipe seizure adalah idiopathic general tonic clonic; (2) berobat di poliklinik RSUP Dr Sardjito pada periode Mei-Juni 2012 (3) menggunakan obat secara reguler. Efektivitas terapi dalam pengendalian seizure dianalisa dengan chi square test. Pada kelompok monoterapi memiliki proporsi yang besar dalam pengendalian kejang dibandingkan pada politerapi dilihat dari frekuensi kejang dengan perbedaan yang signifikan (p<0.05). Selain itu dilihat dari jumlah pasien yang mengalami bebas kejang, pengobatan monoterapi lebih baik dalam mengendalikan kejang. Hasil ini dapat dilihat dari banyaknya subyek yang mengalami bebas kejang pada monoterapi yaitu 29 pasien (83%) dibandingkan dengan politerapi 17 pasien (48%). Prevalensi terjadinya efek samping obat pada monoterapi dibandingkan dengan politerapi adalah 20% vs 14%, meskipun monoterapi memberikan kejadian efek samping obat yang lebih besar dibandingkan politerapi, hasil wawancara dengan pasien, efek samping pada monoterapi jauh lebih ringan dan tidak mengganggu kenyamanan pasien dibandingkan dengan politerapi.

Epilepsy is one of the important public health issue and prominent in the community, because the problem is not only medical but also in terms of social and economic development affecting patients and their families. In Indonesia, the prevalence of epilepsy is estimated from 0.5 to 1.2%. Antiepileptic drugs have a dominant role in the management of epilepsy. Although monotherapy is the main option, polytherapy still difficult to avoid. This polypharmacy is unsatisfactory because of these reasons: (a) increase the risk of chronic toxicity, (b) by monitoring the drug levels in the blood, an antiepileptic drug can be administered more effectively, (c) the lack of evidence regarding the effectiveness of two (or more) different drugs compared with the using of one drug only. This study aimed is to know the efficiency and safety toward the monotherapy treatment compared with polytherapy by analyzing the seizure frequency, seizure-free state and adverse drug events. The data analyzed by using the seizure diaries and APS (Adverse Drug Reaction Probability Scale). This study used observational study design with prospective data collection, comparing the two groups of subjects suffering from idiopathic epilepsy general tonic clonic type with onset in adulthood. The first group is a monotherapy, the second group is a polytherapy. The effectiveness of therapy was measured by looking at the frequency of seizures, duration of seizure-free and drug side effects experienced by patients. The inclusion criteria included are as follow: (1) the type of seizure is idiopathic general tonic clonic, (2) get treatment at the clinic of Dr Sardjito in the period May-June 2012 (3) the using of the drug regularly. Therapeutic efficacy in seizures controls were analyzed by chi square test. Monotherapy group had a large proportion in the control of seizures than in polytherapy views of seizure frequency with a significant difference (p <0.05). Besides that, it can be seen from the number of seizure-free patients, monotherapy treatment is better in controlling seizures. These results can be seen from the number of subjects who experienced seizure-free on monotherapy: there are 29 patients of monotherapy (83%) compared with polytherapy patients is 17 (48%). The prevalence of side effects of the drug in monotherapy compared with polytherapy was 20% v.s 14%. A although monotherapy give adverse drug events greater than polytheraphy, the interviews shows that the patients on monotherapy experienced lighter and did not cause uncomfortability side effects than polytherapy.

Kata Kunci : Epilepsi idiopathic generalised tonic clonic, monoterapi, politerapi, efek samping obat