Arung-Karaeng dalam Teropong dan Meriam Karya Fahmi Syariff : Kajian Resepsi Sastra Wolfgang Iser
ANITA DAMAYANTI, Dr. Fadlil Munawwar Manshur, M.S.,
2012 | Tesis | S2 SastraPenelitian teks Teropong dan Meriam ini menggunakan teori resepsi sastra. Teori resepsi sastra yang dimanfaatkan ialah resepsi pembaca dan repertoire. Repertoire berhubungan erat sekali dengan bekal yang dimiliki pembaca ketika berhadapan dengan karya sastra. Bekal ini bisa berupa pengetahuan tentang karya-karya terdahulu, normanorma sosial dan historis, dan keseluruhan kultur tempat kemunculan teks. Karya terdahulu yang dijadikan referensi ialah tulisan-tulisan sejarah tentang dunia arung (raja Bugis) dan karaeng (raja Makassar), terutama dalam hal perwatakan keduanya. Norma sosial yang tampak ialah norma siri’ masyarakat Bugis-Makassar. Tiga aspek utama norma historis antara lain: ruang dan tempat, waktu, dan peristiwa. Pembahasan tentang waktu, tempat, dan peristiwa historis yang tampak ialah peristiwa pembebasan 10.000 budak Bugis di lokasi penggalian. Penelitian yang diberi judul “Arung-Karaeng dalam Teropong dan Meriam: Kajian Resepsi Sastra Wolfgang Iser†menggunakan metode pembacaan. Pembacaan terhadap teks Teropong dan Meriam dijalin melalui proses komunikasi. Dalam proses komunikasi antara teks dengan pembaca dilakukan pembacaan sentripetal, pembacaan yang memusatkan perhatian pada segala sesuatu yang inheren dalam teks sastra untuk mengetahui efek dan menggali makna teks. Sementara itu, untuk mendapatkan makna utuh teks, dilakukan pembacaan sentrifugal, pembacaan yang bermanfaat untuk melacak latar depan (foreground) dan latar belakang (background) teks, terutama yang berkaitan dengan aspek historis, sosiologis, dan kultural. Melalui metode pembacaan, ditemukanlah repertoire-repertoire dalam Teropong dan Meriam. Hasil analisis resepsi terhadap Teropong dan Meriam menunjukkan bahwa teks memuat repertoire dan pembaca pun harus memiliki atau membekali diri dengan repertoire untuk menafsirkan teks yang dibacanya. Arung Palakka, Karaeng Pattingalloang, I Mallombasi, dan Karaeng Karunrung hanyalah tokoh-tokoh fiktif yang dalam perspektif pembaca, ditugaskan menampung ide-ide kreatif pengarang. Tokohtokoh yang kental dengan budaya Bugis-Makassar, dengan prinsip sosial siri’na pesse/pacce, serta kondisi historis berfungsi sebagai pemandu yang dapat mengarahkan pembaca melacak background dan foreground ketika menjalin komunikasi dengan teks Teropong dan Meriam.
The research Teropong dan Meriam text uses the reception theory. Literary reception theory is utilized receptions readers and repertoire. Repertoire relates to what readers have had in their mind when they read. They may have had read other books before. They have historical and social norms and all culture in which the text is made. The previous work regarded as the reference is historical writings on arung (Bugis king) and karaeng (Makassar king) which mainly deal with the characterization found in the two pieces. The visible social norm is siri’; Bugis and Makassar’ social norm. Three main aspects of historical norms are space and place, time, and events. The discussion on time, place, and event is seen on the event of slave liberation of 10.000 bugis people in excavation location. The research entitled “Arung-Karaeng in Teropong dan Meriam: Wolfgang Iser’s Reception Theory†suggests a correlative meaning between fact (historical reality) and fiction (literary text’ reality). This research applies method of reading. Textual reading of Teropong and Meriam is applied through process of communication. The process involving text and readers is based on sentripetal reading focusing much upon inherent elements within the literary text so that the impacts brought about and textual meaning are understandable. Furthermore, sentrifugal reading, which greatly serves to fathom foreground and background, is necessary to fathom complete textual meanings. This is particularly true for historical, sociological, and cultural aspects. The reading method is aimed at finding repertoires in Teropong and Meriam. The analysis receptions of the Teropong dan Meriam suggest text is loaded with repertoire and the readers have repertoire to interpret the text. Arung Palakka, Karaeng Pattingalloang, I Mallombasi, and Karaeng Karunrung are fictional characters on readers’ perspectives. They are author’s creative idea. the famous figures of bugis-makasar and social principle of siri’na pesse/pacce, and historical condition lead the readers to track down the background and foreground of the text.
Kata Kunci : repertoire, norma sosial-historis, latar belakang, latar depan.