Laporkan Masalah

RESISTENSI ORANG RIMBA (Studi Tentang Perlawanan Orang Rimba Menghadapi Kebijakan Rencanan Pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas Propinsi Jambi)

BURLIAN SENJAYA SH.I, Drs. Haryanto, MA.

2011 | Tesis | S2 Ilmu Politik minat Politik Lokal & Otonomi Daerah

Orang Rimba sebagai masayarakat adat yang hidup di dalam kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas Propinisi Jambi, dinamika kehidupanya tidak lepas dari hutan. Minimal ada dua persoalan penting yang menyebabkan mereka (Orang Rimba) tidak bisa dipisahkan dari kehidupan hutan. Pertama, persoalan ekonomi yang menjadi tumpuan keberlangsungan hidup sebagai tempat berburu, meramu, serta memamfaatkan hasil hutan yang menjadi sumber ekonomi terpenting dalam kehidupana mereka. Kedua. Hutan menjadi identitas kehidupan dalam menjalankan berbagai kearifan tradisi dan budaya, yang diwariskan para leluhur sebagai pedoman dalam menjalankan arti penting kehidupan bagi Orang Rimba. Lahirnya kebijakan Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bukit Duabelas (RPTNBD) yang dikeluarkan oleh Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Propinsi Jambi, dengan membagi kawasan taman nasional menjadi enam zona berbeda (zona Inti, zona Rimba, zona Pemafaatan Tradisional, zona zona Pamafaatan Pariwisata, zona Pemafaatan Terbatas, zona Rehabilitas) dan menempatkan dinamika kehidupan Orang Rimba hanya pada zona tradisional saja menyebabkan Orang Rimba mengalami proses marjinalisasi yang hebat dari sumber daya alam mereka sendiri, sehingga untuk memperebutkan hak itu kembali, Orang Rimba melakukan resistensi dengan tuntutan mengembalikan hak ekonomi dan hak identitas yang hilang seiring lahirnya kebijakan RPTNBD. Dengan menggunakan desain penelitian studi kasus (case study) melalui pendekatan kualitatif, penelitian ini menemukan bahwa penyebab resistensi Orang Rimba terhadap kebijakan RPTNBD dikarenakan implementasi kebijakan yang tidak mampu mengakomodir kepentingan Orang Rimba. Orang Rimba tidak lah dinilai sebagai asset bagi kelangsungan ekosistem kawasan konservasi, kebijakan RPTNBD lebih mengedepankan aspek ekonomi ekologis daripada memperhatikan kultur kehidupan masyarakat adat di dalam kawasan konservasi tersebut, dan kebijakan menyebabkan hilangnya sumber ekonomi mereka serta hak untuk menjalankan identitas yang sarat akan tradisi dan budaya. Kemudian dalam penelitian ini juga, penulis menemukan untuk menghadapi kebijakan RPTNBD tersebut Orang Rimba melakukan perlawanan Individual yang kemudian berevolusi menjadi gerakan kolektif. Perlawanan kolektif merupakan aksi protes yang berbentuk aksi demonstrasi, perlawanan secara formal, dan perlawanan secara adat. Dalam perlawanan kolektif peran beberapa NGO sangat urgen terutama membangun karakter Orang Rimba, mobilisasi gerakan, networks jaringan, dan pendampingan dalam setiap gerakan perlawanan, sehingga perlawanan dinilai efektif dalam menyuarakan tuntutan, sedangkan perlawanan individual lebih bersifat tertutup, dan cendrung merupakan prilaku keseharian Orang Rimba yang kecewa terhadap peraturan yang dibuat oleh pemerintah melalui kebijakan RPTNBD. Temuan penelitian ini membenarkan apa yang disampaikan oleh Gurr bahwa orang bisa melakukan resistensi jika ia merasa sesuatu yang dihargainya dirampas atau way of life-nya terancam oleh perkembangan baru, disamping itu juga Scott menjelaskan adanya ‘simplifikasi negara’ dimana negara cenderung melegalisasi dan meregulasi kebijakan publik yang terlalu ketat dan seragam untuk kepentingan sendiri, di tengah-tengah kelompok masyarakat yang berbeda-beda karena pluralitas kebudayaan yang mereka milki. Maka tidak salah menurut Scott pada masyarakat yang sudah termarjinalkan seperti ini lah, mereka akan melakukan perlawanan baik secara terang-terangan atau dengan konsep perlawanan sehari-hari yang lebih cendrung tertutup. (every day forms of resistence)

Orang Rimba as indigenous communities that’s live in the area of Bukit Duabelas National Park in Jambi Province, they activity can not be separated from the forest. At least two important issues that cause they life can not be separated from the forest. The First, the economic problems that’s become the foundation of survival as a place of hunting, gathering, and to use forest products became the most important economic resource in their activity. Second. Forest becomes the identity of life in running a variety of wisdom traditions and culture that bequeathed by the founding fathers as a guide in carrying out the significance of life for Orang Rimba. Management Planning of Bukit Duabelas National Park (RPTNBD) issued by office of Natural Resources Conservation (BKSDA), Jambi Province, by dividing the park into six different zones (core zone, Rimba zone, Traditional zone, Tourism zone, Used Limited zone, and Rehabilitation zone) and put the dynamics life of Orang Rimba only on traditional zone, causing Orang Rimba have a great process of marginalization from their own natural resources, so that the right to fight back, Orang Rimba did resistance to the demands to restore of economic rights and identity rights, with the birth of RPTNBD policy. This research is using case study, through a qualitative approach, this study found that the cause of resistance against the policy of The RPTNBD by Orang Rimba, due to the implementation of policies that are not able to accommodate the interests of Orang Rimba. Orang Rimba who are in the region was not as an asset for the sustainability of ecosystem conservation areas. The policy of RPTNBD more forward the ecological economic aspects rather than considering the culture of indigenous peoples living within the conservation area, and the policy is causing Orang Rimba loss of economic resources and the right to carry identity is full of tradition and culture. This study also, the authors found to deal with these RPTNBD policy, Orang Rimba fought Individual Resistence who later evolved into a collective movement. Collective resistance is a form of protest demonstrations, formal resistance, and is customary resistance, in collective resistance that’s very urgent is role of some NGOs, especially to build the character of Orang Rimba, the mobilization of the movement, the network and the assistance in every movement of resistance, so resistance is considered effective in voicing demands, while the individual resistance is more closed and the behavior of everyday people are disappointed of Orang Rimba against regulations made by the government policies in RPTNBD. The findings of this study confirm what is presented by Gurr that people can make resistance when he felt something stolen or respect for his way of life threatened by new developments, besides that, Scott also explains the existence of 'state simplification' where countries trend to legalize and regulate public policy that is too strict and uniform for its own sake, in the middle of groups of different people because of their cultural plurality. So, nothing wrong according to Scott on the already marginalized communities such as this is, they will take the fight either overtly or with the concept of everyday resistance which tends more closed (every day forms of Resistance).

Kata Kunci : Kebijakan RPTNBD, Marjinalisasi Orang Rimba di Bukit Duabelas, Resistensi Orang Rimba.


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.