PENGELOLAAN HUTAN DAN LINGKUNGAN OLEH MASYARAKAT BADUY DALAM PERSPEKTIF ETNOEKOLOGI
Gunggung Senoaji, Prof. Dr. H. Hasanu Simon,
2011 | Disertasi | S3 Ilmu KehutananMasyarakat Baduy adalah kelompok masyarakat Sunda yang mengasingkan diri dari kehidupan masyarakat umum yang bermukim di sekitar Pegunungan Kendeng, Banten Selatan. Kehidupan mereka sangat tergantung kepada lingkungan alamnya. Tatanan kehidupannya sangat berpegang teguh kepada aturan dan norma adat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi wilayah dan masyarakat Baduy, dinamika masyarakat Baduy, dan sistem pengelolaan hutan, lahan, dan lingkungannya. Metode yang digunakan adalah metode survey dengan menggunakan beberapa teknik Participatory Rural Appraisal. Pengambilan data dilakukan dengan cara observasi-pengikutsertaan dan wawancara terbuka mendalam. Penelitian di lakukan di Desa Kanekes, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak. Propinsi Banten. Data yang dikumpulkan, baik data primer ataupun data sekunder, kemudian dianalisis dengan analisis dekriptif kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa luas wilayah Baduy adalah 5.101,8 hektar, terdiri dari areal budidaya 3.320 hektar (65,1 %) dan areal perlindungan lingkungan seluas 1.782 hektar (34,9 %). Areal perlindungan lingkungan tidak boleh dialihfungsikan untuk lahan pertanian atau pemukiman. Jumlah penduduknya 11.172 jiwa (2.948 KK) yang dikelompokkan menjadi Baduy-Dalam dan Baduy- Luar. Seluruh penduduknya bermata pencaharian sebagai petani padi kering (huma) dengan sistim perladangan berpindah yang diatur oleh adat. Masyarakat Baduy mampu mengelola lingkungan yang diberikan oleh pemerintah, berupa hak ulayat, dengan arif dan bijaksana, dengan suatu sistem pengelolaan hutan dan lingkungan. Pada kehidupan masyarakat Baduy mulai terjadi dinamika sosial, ekonomi, dan budaya dalam mengelola hutan dan lingkungannya. Pertambahan penduduk yang menyebabkan berkurangnya lahan garapan adalah pangkal dari terjadinya perubahan sosial dan budaya ini. Masyarakat Baduy mulai melakukan penyesuaianpenyesuaian untuk mempertahankan hidupnya. Ketentuan adat (pikukuh karuhun) yang semula berlaku untuk semua masyarakat Baduy mulai mengalami pergeseran. Hal ini terlihat dari perbedaan yang jelas pada kehidupan Baduy-Luar dan Baduy- Dalam. Bagi masyarakat Baduy-Luar cenderung ada kelonggaran-kelonggaran, terutama yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan hidup. Beberapa perubahan sosial, ekonomi, dan budaya yang terlihat pada kehidupan masyarakat Baduy diantaranya adalah dalam hal cara berpakaian, penggunaan barang-barang buatan pabrik, pengolahan lahan pertanian, jenis tanaman pertanian dan perkebunan, penggunaan alat transportasi, dan bangunan pemukiman.
Baduy community is a Sundanese ethnic who isolating themselves around Kendeng Mountains, South Banten. Their livelihood are dependent on the natural environment. The people strictly adhere to their customary rules and norms. This study is aimed at investigating Baduy society and Baduy region and social cultural dynamics and system of Baduy community in managing their forests and environments. The technique of Participatory Rural Appraisal surveys were employed in the study. Data were collected by conducting a particypating observations and an open in-depth interviews in the Kanekes Village, Leuwidamar, Lebak, Banten. Results showed that the Baduy area is 5101.8 hectares, consists of the cultivation area of 3,320 hectares (65.1 %) and the 1,782 hectares (34.9%) environmental protection that are not allowed to be converted to other purposes. The population of 11,172 people (2,948 families) divided into Baduy-Luar and Baduy-Dalam. All the Baduy communities are farmers of dry rice (huma) with shifting cultivation system. The Baduy community proven to be able to manage their land wisely and prudently. The Baduy community have been experiencing some dynamic changes in terms of social and cultural of the community in managing their forests and environment. These changes were believed decreasing cultivated land areas due to the population growth. The Baduy community started adjusting their ways of life in order to survive. Customary rules (pikukuh karuhun) which were originally applicable to all people have been shifting. The evidence was clear from the obvious differences in the life of the people of Baduy-Luar and Baduy-Dalam. There has been, for example, an alteration in the people’s status in the society. It was all community members that have to obey the pikukuh karuhun rules. These customary rules were absolutely compulsory for the Baduy-Dalam’s people. However, there are some exceptions for Baduy-Luar community members, particularly in relations to fulfilling their daily life necessities. Some socio-cultural changes in the life of Baduy’s people include dress codes, the use of manufactured goods, land preparation methods, variety of cultivated crops and plantations, the use of transportation means, and the design of residential buildings.
Kata Kunci : Baduy, Etnoekologi, hutan, dan lingkungan