PENGARUH POLA PENUTUP LAHAN TERHADAP DISTRIBUSI SPASIAL SUHU PERMUKAAN DARATAN KASUS : PERKOTAAN YOGYAKARTA
HASTI WIDYASAMRATRI, Prof. ir. Bakti Setiawan, M.A., Ph.D.
2011 | Tesis | S2 Magist.Prnc.Kota & DaerahKawasan perkotaan yang berkembang pesat akan menambah beban kawasan untuk mendukung baiknya kualitas lingkungan. Melalui pengukuran distribusi suhu permukaan daratan sebagai parameter fisik lingkungan dan karakteristik penutup lahan penelitian ini dilakukan sebagai dasar pengembangan kawasan perkotaan di perkotaan Yogyakarta. Pengukuran distribusi suhu permukaan daratan dengan metode normalisasi emisivitas dan analisis spatial standart distance (SSD) dipergunakan dalam penelitian ini. Ekstraksi suhu permukaan objek diperoleh dari pemrosesan saluran termal citra satelit ASTER, yaitu sensor TIR saluran 14 dan karakteristik penutup lahan diperoleh dengan menggunakan analisis SSD melalui pemrosesan objek titik panas dengan menggunakan GIS. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa distribusi suhu permukaan daratan di kawasan perkotaan Yogyakarta memiliki nilai minimal sebesar 25°C dan nilai maksimal sebesar 35°C dengan distribusi panas tertinggi berada di pusat perkotaan Yogyakarta dan menurun intensitas panasnya pada kawasan peri urban. Diperoleh tujuh kategori penutup lahan di daerah penelitian, yaitu tubuh air, atap bangunan, sawah, tegalan, lahan terbuka, aspal serta vegetasi campuran, pola penutup lahan tersebut mengikuti distribusi suhu permukan yang terbentuk. Penutup lahan non vegetasi (aspal, atap bangunan, lahan terbuka) memiliki nilai suhu yang tinggi, yaitu 30°C - 31°C dengan kelembaban udara pada kisaran 45 %- 47 % dan kecepatan angin 6 – 9 km/jam. Penutup lahan bervegetasi memiliki suhu yang lebih rendah, yaitu 28°C - 29°C dengan kelembaban udara pada kisaran 53 % - 55 % dan kecepatan angin 10 – 11 km/jam. Informasi fisik lingkungan (suhu, kelembaban udara, kecepatan angin) belum menjadi bahan kajian dalam pembuatan kebijakan tata ruang sehingga berimplikasi terhadap pola penggunaan lahan di kawasan perkotaan yang tidak mampu mereduksi panas.
Rapidly growing urban areas will increase the burden of the area to support environmental quality. Through the measurement of land surface temperature distribution as the physical parameters of the environment and land cover characteristics, this research was done as the development base in Yogyakarta urban area. Distribution of land surface temperature measurement with emissivity normalization method and spatial analysis of the standard distance (SSD) were used in this study. Surface temperature derived from TIR sensor on ASTER imaging satellite (channel 14) and land cover characteristics derived from SSD analysis through the hot spot object processing by GIS. The result showed that the minimum land surface temperature was 25 °C and the maximum was 35 °C, with the highest heat concentration is in the urban center and decreasing in the peri urban areas. Acquired seven types of land cover in the study area, these are water bodies, buildings roof, moor, paddy field, open land, asphalt, and mixed vegetation. The land cover pattern following the land surface temperature distribustion. Non-vegetated land cover has high temperature, 30°C - 31°C, relative humidity between 45 %- 47 %, and wind speed is between 6 – 9 km/hours. Vegetated land cover has lower temperature, 28°C - 29°C, retive humidity is between 53 % - 55 %, and wind speed is between 10 – 11 km/hours. Physical information such as temperature, humidity, and wind speed has not been the subject of research in planning policy, so that giving implication in land cover pattern which can not reduce urban heat.
Kata Kunci : ASTER, spatial standart distance, suhu permukaan, penutup lahan