KEBIJAKAN PENGELOLAAN HASIL MIGAS DI TIMOR LESTE
Felisberto de Carvalho, S.Pd, Dr. Nunuk Dwi Retnandari
2011 | Tesis | S2 Magister Adm. PublikSektor industri ekstraktif merupakan salah satu sektor penggerak pertumbuhan ekonomi di Timor Leste. Setiap tahun sektor ini menyumbang sekitar 95% terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pendapatan minyak dari tahun ke tahun mengalami peningkatan namun meningkatnya pendapatan minyak belum memberikan dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan rakyat. Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kebijakan pengeloaan pendapatan minyak yang dilakukan oleh pemerintah. Tipe penelitian ini adalah deskriptif dengan menggunakan metode kualitatif, yang artinya penulis tidak melakukan pengujian hipotesis tetapi hanya mendeskripsikan data-data yang diperoleh di lapangan, kemudian dilakukan interpretasi terhadap data, analisis data, dan pembahasan terhadap data. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara mendalam dan dokumentasi. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori kebijakan publik dimana kebijakan pengelolaan migas merupakan bagian dari teori kebijakan publik, pendekatan teori makro dan mikro ekonomi dan teori bagi hasil. Hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun meningkatnya pendapatan minyak, namun belum memberikan kontribusi secara signifikan, pemanfaatan pendapatan minyak belum dilakukan sepenuhnya secara efisien dan efektif, dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat. Hal itu dilihat dari meningkatnya angka kemiskinan dari tahun ke tahun, proporsi penduduk miskin tahun 2001 mencapai 40% lalu meningkat menjadi 50% pada tahun 2009. Sedangkan Indeks Pembangunan Manusia 0,48, dan tingkat pengangguran sebesar 46%. Dua puluh persen penduduk hanya berpenghasilan US$.1 per hari dan lebih dari enam puluh persen kurang dari US$.2. Kondisi tersebut disebabkan oleh meningkatnya tingkat korupsi, rendahnya realisasi anggaran, kontribusi dana minyak terhadap anggaran sangat kecil, dan rendahnya rekruitmen tenaga kerja lokal. Fenomena-fenomena ini oleh ilmuan sosial disebut sebagai kutukan sumberdaya alam. Negara yang berkelimpahan sumberdaya alam, performa pembangunan ekonomi dan tata kelola pemerintahannya (good governance) buruk. Dari hasil penelitian di atas penulis menyimpulkan bahwa kebijakan pemerintah dalam pengelolaan migas dinilai belum sepenuhnya optimal sehingga tidak berdampak pada perbaikan taraf hidup masyarakat. Apabila kita menggunakan teori implementasi kebijakan, sebuah kebijakan dalam hal ini kebijakan pengelolaan migas belum optimal untuk diimplementasikan secara baik karena disebabkan oleh; pelaksanaannya jelek (bed execution), kebijakannya sendiri memang jelek (bed policy), atau kibijakan itu memang bernasib jelek (bed luck). Penelitian ini kemudian menyarankan perlunya perbaikan pengaturan manajemen pengelolaan sumber daya migas nasional, misalnya melalui revisi UU No. 9/2005 tentang migas, sebagai dasar bagi penataan ulang regulasi dan kelembagaan agar pengelolaan sektor migas lebih efektif dan memberikan manfaat yang lebih optimal bagi kepentingan nasional. Disamping itu juga penguatan terhadap institusi hukum sebagai strategi pemberantasan korupsi.
Extraction on industrial sector is one of the economic growths in East Timor. Every year, this sector contributes about 95 percent of the State Budget (APBN). Oil revenues from year to year have increased. However, the increase of oil revenues has not given a significant impact on people's welfare. Thus, this study aims to determine how the policy management of oil revenues by the government. This research utilizes the qualitative methods in which the author does not conduct hypothesis testing but only describes the data obtained in the field. Then, the researcher makes the data interpretation, data analysis, and discussion of the data. The instruments used in this study are in-depth interviews and documentation study. The theory used in this research is the theory of public policy where the policy of managing oil and gas are part of the theory of public policy, the approach of macro and micro economic theory and theories for the results. The results showed that the oil revenues did not contribute significantly for the welfare of the society. If seen from the increasing level of poverty by year, the proportion of poor people in 2001 was 40 percent and was 50 percent in 2009. While the Human Development Index was only 0.48, and the unemployment rate was 46 percent. Twenty percent of the population earns only US$ 1 per day and more than sixty percent earn less than US$ 2. The condition was caused by the increasing of corruption action and low budget. The contribution of the oil fund to the budget is very small and low recruitment of local workers. This phenomenon by the social scientists is called “the curse of natural resourcesâ€. State has abundant natural resources. However, the performance of governance and economic development administration is bad. From the above results the author concludes that government policy in managing oil and natural gas has not been fully considered optimally. Therefore, it does not affect the improvement of living standards. If we use the theory of policy implementation, a policy in this case is not optimal, when the oil and gas management policy is not implemented properly because of the bad governance. The study thus suggests the need for improving the management arrangement of national oil and gas resource management. For example through a revision of Law No.9/2005 concerning oil and gas, as a basis for re-regulation and institutional arrangements for more effective management of oil and gas sector can provide a more optimal benefits for the national interest. Besides, it needs to strengthen legal institutions so as to combat corruption.
Kata Kunci : Kebijakan, Pendaptan Minyak, dan Kesejahteraan