Laporkan Masalah

Desentralisasi dan dinamika kinerja pelayanan kesehatan :: Studi di Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah

WIDANINGRUM, Ambar, Promotor Prof. Dr. Sofian Effendi

2008 | Disertasi |

Pemberlakuan kebijakan desentralisasi melalui Undang-Undang Nomer 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah pada tahun 2001 menimbulkan perubahan pada kebijakan dan program sektor pelayanan kesehatan di Purworejo. Perubahan-perubahan yang dilakukan oleh pemerintah kabupaten Purworejo tersebut diharapkan sesuai dengan tujuan desentralisasi, yakni meningkatkan kinerja sektor kesehatan melalui peningkatan akses, kualitas dan efisiensi. Masalahnya ialah apakah perubahan-perubahan pada program sektor kesehatan menimbulkan peningkatan kinerja sektor pelayanan kesehatan? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih lanjut faktor yang berperan dalam perubahan kinerja sektor kesehatan sebagai dampak pelaksanaan desentralisasi. Studi kasus ini memanfaatkan data sekunder dan primer untuk menjawab seberapa jauh perubahan dalam kebijakan dan program di sektor kesehatan untuk mencapai tujuan desentralisasi. Kabupaten Purworejo memiliki 25 unit Puskesmas, 3 rumah sakit pemerintah, dan 7 rumah sakit swasta yang melayani 771.073 penduduk. Untuk memperkuat pemahaman tentang kompleksitas operasionalisasi perubahan kebijakan dan program kesehatan, selain informasi dari statistik kabupaten dan laboratorium penelitian kesehatan Fakultas Kedokteran UGM, juga dilengkapi dengan hasil observasi, wawancara dan diskusi kelompok terfokus (focus group discussion) dengan para pemangku kebijakan kesehatan daerah, petugas kesehatan, dan pengguna pelayanan kesehatan Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kurun waktu 3 (tiga) tahun pelaksanaan desentralisasi dalam sektor kesehatan belum memberikan dampak yang jelas bagi peningkatan kinerja pelayanan kesehatan. Kelemahan utamanya terletak pada kurangnya kapasitas dalam menjalankan fungsi-fungsi internal dalam birokrasi pelayanan kesehatan. Hal ini terjadi karena pola pikir (mindset) dalam pelayanan kesehatan belum berubah dan kemampuan menggali potensi lokal masih lemah. Akibatnya respon dan inovasi terhadap persoalan-persoalan kesehatan masyarakat yang timbul masih rendah dan sangat beragam. Apalagi dipengaruhi oleh tradisi administrasi rutin dalam birokrasi pelayanan kesehatan yang telah mengakar. Untuk mencapai kinerja pelayanan kesehatan yang optimal, pemahaman proses desentralisasi baik di dalam lingkup kabupaten maupun di luar kabupaten sangat penting. Mekanisme penyusunan dan pelaksanaan program tergantung pada penataan kelembagaan dan komitmen Pemerintah Daerah dalam memecahkan masalah kesehatan yang timbul. Komitmen ini penting karena berimplikasi pada pembaharuan melalui perubahan kebijakan dan peraturan daerah, yang lebih memudahkan pelaksanaan program sampai tingkatan pemerintahan paling bawah (desa). Dalam hal ini kapasitas seluruh aktor yang terlibat amat penting peranannya. Oleh karena itu direkomendasikan perlu perubahan pola pikir dan tradisi administrasi rutin serta peningkatan kapasitas, dengan melibatkan berbagai unsur yang relevan dalam proses penyelenggaraan pelayanan sektor kesehatan di daerah.

The implementation of the Act Number 22 Year 1999 on Local Government since 2001 has changed health service policies and programs of Purworejo District. These changes are expected in line with decentralization’s purpose which is to enhance the health service performance by improving access to health services, its quality and its efficiency. However, there are some questions whether changes on health programs will result in improvement of health service performance. Therefore, the purpose of this study is to explore some factors which play a main role in changing health service performance as a result of the implementation of decentralization. This case study uses the secondary and primary data to identify how far the changes in health system in achieving decentralization’s purpose. Purworejo District has 25 units of community health center (Puskesmas), 3 public hospitals, and 7 private hospitals serving 771,073 people. Therefore, to get a better understanding on the complexity in implementing the above-mentioned changes, in addition to statistical information from Purworejo District and from health laboratory of Medicine Faculty, Gadjah Mada University, this study also use results from some observation, interviews and focus group discussions with district health policy officials, health service officers and health service users. The research shows that in 3 (three) years the implementation of decentralization in health sector has not yet given a clear effect on the improvement of health service performance. In this case, the main weakness is on the insufficient capacity of internal function in health services bureaucracy. This weakness is caused by an old service mindset and low capacity in exploring the local government potency. As a result, the government’s response and innovation in dealing with the community health problems is low. Indeed, it is worsened by a very strong routine administration tradition in health services bureaucracy. To achieve the expected health service performance, it is important to understand the decentralization process both from inside and outside district scope. The mechanism in establishing and implementing health programs depends on the structure of organization and district government’s commitment in solving the existing health problems. This commitment is important as it reforms through policy and local regulation which ease the implementation of the program up to the lowest government level (village). In this case, the capacity of all actors played an important role. Finally, this study recommends the need to change the mindset and routine administration tradition as well as the capacity improvement involving some relevant factors in the practice of local health services.

Kata Kunci : Pelayanan kesehatan,Kebijakan desentralisasi


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.