Konsep ruang di sekitar pohon beringin yang tumbuh pada area publik di wilayah Denpasar-Bali
WIJAYA, I Kadek Merta, Dr. Ir. Sudaryono, M.Eng
2009 | Tesis | S2 Teknik ArsitekPohon beringin diidentikkan dengan Kalpavrsa atau salah satu dari lima pohon suci yang tumbuh di kahyangan Dewa Indra dalam mitos India. Kelima pohon suci itu disebut Pancavrksa yang terdiri dari Mandara, Parijata, Samntana, Kalpawrksa, dan Haricandana (Munir, 1997). Oleh karena itu, beringin merupakan salah satu pohon yang banyak memuat nilai sakral dan ritual dalam budaya masyarakat nusantara, termasuk di Bali yang mayoritas penduduknya menganut agama Hindu-Bali. Pohon beringin di Bali dihormati oleh masyarakat karena sarat akan nilai sakral dan ritual, yaitu berhubungan dengan kekuatan supranatural yang terdapat di pohon beringin yang disebut dengan tenget, dan berkaitan dengan upacara ritual sebagai ungkapan rasa hormat terhadap beringin tersebut, di samping dimanfaatkan sebagai sarana upacara Hindu-Bali. Secara keruangan pohon beringin di samping dimanfaatkan secara ritual juga dimanfaatkan untuk aktivitas sosial maupun ekonomi. Pemanfaatan secara keruangan karena beringin mempunyai bentuk pohon dengan tajuk yang besar sehingga mampu menciptakan ruang di sekitarnya. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk memperoleh gambaran tentang konsep ruang mikro, meso dan makro dari pohon beringin yang tumbuh di area publik wilayah Denpasar. Ruang dalam arsitektur tradisional Bali yaitu ruang yang sifatnya sekala dan niskala (tidak nyata). Unsur sekala merupakan arsitektur dalam bentuk nyata, sedangkan unsur niskala yang menjiwai arsitektur tersebut (sekala). Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu naturalistik fenomenologi dengan analisis secara induktif kualitatif pada makna ruang beringin baik sekala maupun niskala yang ditinjau secara mikro, meso maupun makro. Teori yang digunakan hanya sebagai background knowledge dalam memahami fenomena yang terjadi di lapangan berupa konsep-konsep lokal dan konsep-konsep universal dalam melihat ruang beringin yang berada di wilayah Denpasar - Bali. Temuan-temuan berupa tema-tema dari ekplorasi kasus-kasus yaitu (1) tipologi beringin; (2) manajemen pengelolaan; (3) ancangan pura (tokoh niskala yang bertugas sebagai penjaga pura); dan (4) fenomena tenget, yang diinduksi melalui hubungan antara tema-tema melahirkan konsepsi ruang beringin secara mikro, meso maupun makro. Konsepsi ruang secara mikro yaitu terdapat tingkatan ruang di beringin yang ditandai dengan adanya jeroan dan jaban beringin, konsepsi ruang secara meso yaitu menunjukan radius ruang berupa lapisan-lapisan ruang yang membentuk klaster-klaster di masing-masing beringin, konsepsi ruang beringin secara makro yaitu menunjukan kedudukan beringin berada di perbatasan desa atau pinggiran desa sebagai petanda keberadaan perbatasan desa dan terkait dengan satuan sosial pedagang. Dialog konsepsual dengan perkembangan Denpasar secara sosial, budaya, politik maupun pariwisata, menyimpulkan bahwa eksistensi tenget beringin di wilayah Denpasar masih tetap dipertahankan baik secara mikro, meso maupun makro di tengah-tengah perkembangan Denpasar yang semakin heterogen kehidupan masyarakatnya.
Banyan tree is thought to be identical with Kalpavrsa It is one the five holy trees growing in the abode of the Indra God in the Indian myth. These five holy trees are Mandara, Parijata, Samntana, Kalpawrksa, and Haricandana, and they are also named as Pancavrksa (Munir, 1997). Therefore, Banyan tree or Kalpavrsa is one of the trees, which is considered to bear lots of sacred and ritual values within the culture of Indonesian society; particularly in Bali whose inhabitants majority profess Balinese Hinduism. The banyan trees in Bali are respected by the community due to their sacred and ritual values, namely the values related to the supernatural power called Tenget. In thus belief, banyan trees in addition are bear and relate to religious ceremonies in respecting banyan tree’s function as a mean of the Balinese Hinduism’s practices. Spatially, the banyan trees are also used for social and economic activities as their large canopy create spaces for the surranding activities. The aim of this research is to grasp the concepts of micro, mezzo and macro spaces of the banyan trees growing in public area in the region of Denpasar-Bali. The Balinese traditional architecture conveys that space is sekala (visible) and niskala (invisible) meaning. The former is architecture in the visible form, whereas the latter is the spirit for the architecture. Method of this research used a naturalistic phenomenological with the qualitative inductive analysis for the meanings of spaces of the banyan trees, both sekala and niskala, viewed from micro, mezzo, and macro concepts of spaces. Theories that applied in the research are only functioned as background knowledge to comprehend the phenomena occurring in the fields, namely: local and universal concepts to view the spaces of the banyan trees growing in the region of Denpasar-Bali. Findings of the research themes from exploration of cases, such as: (1) banyan tree typology, (2) banyan tree space management, (3) ancangan pura, and (4) tenget phenomena that are inducted through the syntetic relation, which create the conceptions of micro, mezzo, and macro spaces of the banyan trees. The micro space conception shows that there images spatial levels of the banyan trees, that is, jeroan (inner space), and jaban (outer space). The mezzo space conception shows a certain spatial radius, that from spatial layers that form clusters in each space of the banyan trees. The macro space conception shows that position of the banyan trees in borderlines of a village or in outskirts of a village as a landmark of existence of the village borderlines and relates to social unit of traders. Conceptual dialogues in development of Denpasar in terms of social, culture, politics, and tourism conclude that existence of tenget of the banyan trees growing in the region of Denpasar is still maintained in this conception does not embrance micro, but also mezzo, and macro spaces. These phenomena still exist in development of Denpasar which its community become more heterogeneous.
Kata Kunci : Pohon beringin,Konsepsi ruang beringin,Eksistensi tenget, Banyan tree, Conception of Banyan tree, and Existence of Tenget