Laporkan Masalah

Saka dan umpak pada Dalem Pangeran yang dibangun antara abad ke-19-20 di Yogyakarta

NUGROHO, Martino Dwi, Prof. Dr. Timbul Haryono, M.Sc

2009 | Tesis | S2 Pengkajian Seni Pertunjukan dan Seni Rupa

Tujuan penelitian ini adalah mengetahui tentang bentuk, makna, fungsi, keletakan, dan penerapan Kawruh Kalang pada saka dan umpak pada dalem pangeran di Yogyakarta. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan multidisiplin yang memfokuskan pada kajian kesenirupaan. Penelititan ini meminjam teori-teori yang relevan seperti estetika, kesejarahan, antropologi, sosiologi, dan arkeologi. Sample diambil berdasarkan letak dalem (luar dan dalam benteng) dan hirarki dalam keluarga kraton (putra mahkota, putra sultan, dan keluarga sultan), sehingga diperoleh sample Dalem Mangkubumen, Dalem Tejokusuman, dan Dalem Notoprajan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk dan makna saka dan umpak terkait dengan stratifikasi sosial yang ada di Yogyakarta dimana posisi pangeran berada di bawah Sultan. Selain itu, terdapat faktor pola pikir masyarakat Jawa yang hirarkis. Aspek bentuk dan makna dipengaruhi oleh kebudayaan Hindu, Budha, Islam, dan kebudayaan Jawa adati. Bentuk pada saka adalah bujursangkar dan segiempat. Bentuk ini lebih stabil, mempunyai kesan unity, mudah dibuat, dan dapat disusun di berbagai ruang. Bentuk saka merupakan representasi dari Dewa. Adapun umpak merupakan representasi dari gunung. Selain itu terdapat konsep lingga (linga) dan yoni. Representasi pengaruh Islam hanya terdapat pada umpak. Ragam hias yang terdapat pada saka mempunyai nilai sakral dan suci sehingga hanya terdapat di kraton. Adapun motif padma yang terdapat di umpak mempunyai nilai profan karena sudah bisa keluar dari kraton. Sedikitnya ornamentasi pada saka dan umpak pada rumah pangeran di Yogyakarta dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor kesederhanaan dengan tidak meninggalkan prestige dan tidak boleh melebihi kraton karena konsep hormat terhadap orang yang mempunyai kedudukan yang lebih tinggi. Susunan saka dan umpak didasarkan atas konsep Vastu Purusha Mandala, dan moncapat. Secara pengukuran, saka dan umpak terutama area guru sebagai bagian yang pertama dibuat dan menjadi pedoman dalam konstruksi selanjutnya pada dalem pangeran di Yogyakarta tidak ada yang sesuai dengan Kawruh Kalang. Penentuan ukuran tinggi saka guru pada dalem ageng adalah setengah atau lebih pendek dari panjang diagonal pamidhangan. Hal tersebut atas pertimbangan aspek keserasian visual dimana tidak terdapat distorsi (distortion) pada visual bangunan secara keseluruhan. Pertimbangan yang lain adalah karena menyesuaikan dengan ketinggian lantai, di mana semakin ke dalam lanyai semakin tinggi. Tidak sesuainya umpak terhadap penerapan Kawruh Kalang disebabkan oleh faktor renovasi dan adanya konsep oposisi biner dalam pandangan hidup orang Jawa.

The aim of this research is to study and to reveal the shape, meaning, function, position, and application of the Kawruh Kalang in saka and umpak in dalem pangeran in Yogyakarta. The method used in the research is qualitative research with multidicipline approach that focus on the visual art study. The research also uses the relevant theories such as aesthetic, historical, anthropology, sociology, and archeology. The samples were taken based on the location of the dalem (outside and inside the gate) and the hierarchy of the princes in the palace (Putra Mahkota, son of the Sultan, and the family of the Sultan), so the samples of Dalem Mangkubumen, Dalem Notoprajan, and Dalem Tejokusuman are achieved. The research findings showed that the shapes and meaning of saka and umpak were related to the social stratification in which the prince is positioned below the Sultan. Moreover, they were also influenced by the Javanese people’s belief about hierarchy. The aspect of shapes and meanings are influenced by the Hinduism, Budhism, Islamic, and the Javanese culture. The shapes of saka were rectangles and squares. Rectangle and square were more stable, had unity impression, were easy to be made, and could be applied in different rooms. The shapes of saka represents the Gods, while the shape of umpak represented the mountain. Meanwhile, the concept of Lingga and Yoni was also found. The influence of Islamic could only be seen in umpak. The ornaments in saka had religions and holy values so they were only in the palace. While the motive of padma in umpak had the profane value because the could be imitated by the people lived outside the palace. The ornaments of saka and umpak in the dalem pangeran were influenced by many factors such as modesty without leaving the prestige and lower than the palace because respect had to be given to higher people. The arrangement of saka and umpak was based on the concept of Vastu Purusha Mandala and Mancapat. Based on the measurement, saka and umpak especialy the guru area was the first part made and became the base of the other constructions in dalem pangeran in Yogyakarta that disagreed with the principles state in Kawruh Kalang. Based on the measurement of the height of saka guru in dalem pangeran was half or lower than the diagonal of pamidhangan. It was based on the visual harmony aspect which has no distortion in the whole visual building. Another consideration was to accelerate the height of the floor in which the inside part was getting higher. The unmatch of umpak in Kawruh Kalang is influenced by the renovation of dalem and the concept of binary oppositions in the Javanese people’s belief.

Kata Kunci : Dalem pangeran,Saka,Umpak,Pendapa,Dalem ageng,Kawruh kalang, Dalem pangeran, saka, umpak, pendapa, dalem ageng, Kawruh Kalang


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.