Kedudukan janda Mulih Daha terhadap harta bersama dalam perkawinan (Gunakaya) menurut hukum adat Bali
PRAYOGA, I Made Arya, Agus Sudaryanto, S.H., M.Si
2009 | Tesis | S2 Magister KenotariatanPenelitian tentang kedudukan janda mulih daha terhadap harta bersama dalam perkawinan (gunakaya) menurut Hukum Adat Bali merupakan penelitian yuridis sosiologis. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui bagaimana kedudukan janda mulih daha terhadap harta bersama dalam perkawinan (gunakaya) dan kedudukan janda mulih daha tersebut terhadap harta warisan orang tua di rumah asalnya. Data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data tersebut dikumpulkan melalui penelitian lapangan dan penelitian kepustakaan. Teknik pengumpulan data yang dipakai dalam penelitian kepustakaan adalah studi dokumenter dengan alat pengumpulan data sistem pencatatan, sedangkan teknik pengumpulan data dalam penelitian lapangan adalah wawancara dengan alat pengumpulan data berupa pedoman wawancara. Subjek penelitian dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu responden dan narasumber. Responden terdiri dari janda mulih daha sebanyak 9 orang, keluarga purusa janda mulih daha sebanyak 9 orang dan keluarga purusa mantan suami janda mulih daha sebanyak 9 orang. Narasumber terdiri dari pengamat dan praktisi Hukum Adat Bali sebanyak 1 orang, Bendasa Adat sebanyak 3 orang dan sesepuh Desa Adat sebanyak 3 orang. Penelitian ini menggunakan metode non probability sampling dengan teknik pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling. Dalam penarikan kesimpulan digunakan metode logika induktif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedudukan janda mulih daha atas harta bersama (gunakaya) menurut Hukum Adat Bali sudah mengalami perkembangan dari dulunya pembagian harta bersama adalah dua berbanding satu sedangkan sekarang mulai berkembang menjadi pembagian sama besar yaitu setengah untuk suami setengah untuk istri. Dalam bidang pewarisan di rumah asal, janda mulih daha bukan merupakan ahli waris karena kedudukannya ha nya seperti anak perempuan yang belum menikah, tetapi tidak menutup kemungkinan diberikan harta oleh orang tua namun namanya bukan warisan tetapi jiwadana atau hibah
Research about position of mulih daha widow to community property in marriage (gunakaya) according to Balinese customary law is sociology juridical study. It was done with objective to identify the position of mulih daha widow to community property in marriage (gunakaya) and to old fellow heritage in its (the origin house). Data used in this research is primary data and secondary data. The data was collected through field study and bibliography research. Data collecting technique used in bibliography research is documentary study by means of data collecting system record-keeping, while data collecting technique in field study is interview by means of interview guide data collecting. Subject in this research divided become two that is guest speaker and responder. Responder consist nine subject of mulih daha widow, nine subject of mulih daha widow family and nine subject of former husband family. Guest speaker consist one subject of Balinese Customary Law practitioner and observer, three subject of Bendesa and three subject of countryside doyen. It used non-probability sampling and sample was taken using purposive sampling method. in withdrawal of conclusion used inductive logic method. Result of this research indicated that position of mulih daha widow to community property (gunakaya) according to Balinese customary law have expanded from formerly division of community property was two compares one while now starting rounds into division of equal size that is half for husband and so wife. In the field of endowment in origin house, mulih daha widow is not heir because it`s the position only like daughter who had not married, but don't close possibility is given possession by old fellow but its non heritage but jiwadana or donation.
Kata Kunci : Janda Mulih Daha,Harta bersama (gunakarya),Hukum adat Bali, Mulih daha widow, Community property (gunakaya), Balinese Customary Law