Laporkan Masalah

Kearifan lokal masyarakat dalam konservasi sumber air pada Cagar Alam Pegunungan Cycloop di Kabupaten Jayapura

MAMPIOPER, John Herman, Ir. Joko Sujono, M.Eng., Ph.D

2009 | Tesis | S2 Magister Pengelolaan Sumber Daya Air

Cagar Alam Pegunungan Cycloop (CAPC) merupakan sumber air utama bagi masyarakat di kabupaten dan kota Jayapura serta daerah sekitarnya. Potret kawasan Cycloop di bagian barat berbeda dengan kondisi di bagian selatan hingga timur kawasan Cycloop, dimana saat ini telah berubah dengan berbagai permasalahan lingkungan yang terjadi diantaranya bertambahnya lahan kritis salah satunya akibat penebangan hutan yang juga berdampak pada berkurangnya sumber-sumber air yang selama ini menjadi andalan PDAM Jayapura. Pemanfaatan sumberdaya alam di dalam hutan kawasan Pegunungan Cycloop oleh masyarakat atau penduduk lokal dilakukan dalam suatu tradisi budaya yang sebenarnya bertujuan untuk menjaga eksistensi atau ketersediaan sumberdaya alam itu sendiri. Tanpa disadari sebenarnya mereka telah melakukan apa yang dikenal dengan istilah konservasi melalui kearifan lokal masyarakat. Penelitian ini untuk mengetahui bentuk kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan sumber air oleh masyarakat adat dalam bentuk pelestarian CAPC sebagai sumber air dan mengetahui hubungan penggunaan lahan dengan limpasan. Penilaian kearifan lokal masyarakat dalam mengelola hutan sebagai sumberdaya alam secara khusus sebagai sumber air bagi masyarakat, dilakukan dengan menggunakan metode survei (wawancara/focus group). Untuk penilaian hubungan pengunaan lahan dengan limpasan, dilakukan analisis frekuensi dan disimulasikan dengan menggunakan sofware HEC-HMS. Hasil penelitian menunjukan bahwa di bagian barat kawasan CAPC (kampung Dosai dan Senemai) kondisi hutannya lebih baik dibandingkan dengan daerah bagian selatan sampai ke timur kawasan CAPC yang kondisi hutannya terdapat banyak lahan kritis akibat tingginya aktivitas dalam kawasan tersebut. Keadaan ini terjadi karena di kampung Dosay dan Senemai kearifan lokal masyarakat yang terdapat dalam norma atau aturan adat masih berlaku dan dijalankan oleh masyarakat sebagai wujud konservasi hutan, DAS dan sumber air. Masyarakat melakukan konservasi dengan tiga cara, yaitu: (a). Konservasi tradisional (konservasi tidak langsung); (b). Konservasi secara vegetatif; dan (c). Konservasi secara langsung. Simulasi hubungan perubahan tutupan lahan (landuse) dengan limpasan diperoleh hasil sebagai berikut: (a). Simulasi aliran rendah, nilaiQ baseflow menurun dari 3,50 m3/s menjadi 1,49 m3/s atau berkurang sebesar -57,43%, sedangkanQ rata-rata setelah perubahan landuse meningkat dari 54,09 m3/s menjadi 65,13 m3/s atau terjadi peningkatan sebesar 20,41%. (b). Simulasi banjir, pada kondisi existing terjadi debit puncak 2000 m3/s dan setelah perubahan landuse debit puncaknya 2300 m3/s atau meningkat 15%. Time peak pada Q50 existing terjadi debit puncak 2300 m3/s dan setelah perubahan landuse terjadi debit puncak 2600 m3/s atau meningkat 13%.

Cycloop Mountain Range Wild Life (CMRWL) is the main water source for the people of Jayapura city and regencies. Pictures of western part of Cycloop area look different than the southern and eastern part due to various environmental problems, such as increasing critical areas. One of the caused factors is deforestation with impacts on decreasing water sources which PDAM Jayapura mainly depends on. The local people have been utilizing the nature resources of the Cycloop forest mountain range in such a cultural traditional way which is actually aimed to preserve the nature existence and availability. Unconsciously, the people have actually performed the term of conservation by a local wisdom. The objective of this research is to identify the form of local wisdom of the people in traditionally carrying out water resources management for CMRWL conservation, as well as to identify the relation between the runoff area utilization. Local wisdom for forest management as natural resources especially as water resources is valued by a survey method (interview/focus group). Valuation of the relation of land-use and runoff is taken by frequency analysis and simulated by HEC-HMS software simulation. Results of this research show that the western part of CMRWL (Dosai and Senemai Village) has better forest condition than southern to eastern part, which shows more critical area due to high activity in the area. Better forest condition in Dosai and Senemi Village is preserved because local wisdom within traditional norms and rules in Dosai and Senemai Village is still committed by the people as the form of the conservation of forest, catchment area and water sources. The people take three steps of conservation, which are: (a) traditional conservation (indirect conservation), (b) vegetative conservation, and (c) direct conservation. Simulation on the relation of landuse cover alteration and runoff obtains the following results: (a) low flow simulation, with Qbaseflow that decreases from 3.50 m3/s to 1.49 m3/s or -57.43% decreased and Qaverage after landuse alteration that increases from 54.09 m3/s to 65.13 m3/s or 20.41% risen; and (b) flood simulation with existing condition of occurs at peak debit of 2,000 m3/s and 2,300 m3/s after landuse alteration or 15% risen. The time peak of existing condition of Q50 occurs at peak debit of 2,300 m3/s and 2,600 m3/s after the landuse alteration or 13% risen.

Kata Kunci : Kearifan lokal masyarakat,Hutan,CAPC dan penggunaan lahan, people local wisdom, forest, CMRWL and landuse


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.