Politik ruang di wilayah kepulauan :: Posisi politik Pulau Gebe sebagai pulau kecil dan terluar di Kabupaten Halmahera Tengah
NUR, Abdurrahman M, Dr. Pratikno, M.Soc.Sc
2008 | Tesis | S2 Ilmu PolitikDisaat Orde Baru masih berkuasa, pembangunan yang dilakukan sangat kuat dikendalikan oleh pemerintah pusat. Sementara pemerintah daerah sebagai representasi negara di tingkat daerah ketika itu memiliki kewenangan pengelolaan pembangunan yang masih relatif terbatas, terutama pengelolaan sumber daya alam (SDA) yang dipunyai oleh daerah. Artinya dalam hal yang satu ini (pengelolaan SDA), apa yang telah menjadi ketetapan pemerintah pusat dengan sendirinya akan menjadi petunjuk penting di tingkat daerah untuk selanjutnya dilaksanakan. Dalam konteks yang demikian, kebanyakan wilayah-wilayah tertentu di tingkat daerah yang memiliki sumber daya alam (SDA) lebih sering dirugikan ketika dikelolah SDA-nya oleh negara (pemerintah pusat). Dengan kata lain, masyarakat yang berada pada wilayah yang memiliki SDA tersebut tidak ikut menikmati atau merasakan manfaat dari pengelolaan SDA tersebut. Gebe sebagai sebuah pulau di kabupaten Halmahera Tengah yang ditetapkan oleh pusat sebagai salah satu wilayah penting bagi ekploitasi tambang di Maluku Utara mengalami hal serupa sebagaimana uraian di atas. Selama kurang lebih 24 tahun tambang biji nikel Gebe diekploitasi, masyarakat Gebe sendiri tidak merasakan manfaat yang berarti dari kegiatan eksploitasi tambang tersebut. Artinya ekploitasi tambang yang dilakukan terhadap Gebe tidak memberikan dampak bagi perkembangan dan masa depan masyarakat Pulau Gebe yang lebih baik, karena hingga ekploitasi tambang berakhir, Gebe masih saja mengalami keterbelakangan hingga saat ini. Kondisi ini yang kemudian memunculkan respon masyarakat terhadap negara (pemerintah pusat dan pemerintah daerah), baik dalam bentuk negosiasi, maupun resistensi yang dilakukan secara massif. Studi yang dilakukan ini dimaksudkan untuk mengatahui bagaimana perlakuan negara (pemerintah pusat dan daerah) terhadap masyarakat Gebe ketika eksploitasi tambang masih berlangsung disana, hingga masa paska tambang. Berikutnya juga melacak bagaimana respon yang dilakukan masyarakat Gebe terhadap perlakuan negara tersebut. Studi adalah studi kualitatif. Untuk mengumpulakan data, tehnik yang digunakan dalam studi ini dilakukan dengan tiga cara yakni observasi, wawancara dan dokumentasi. Data yang terkumpul dianalisis melalui tiga tahapan yaitu reduksi data, pengorganisasian data serta interpretasi data. Dari pelacakan di lapangan, studi ini menemukan adanya ‘politik ruang’ yang berlangsung dalam konteks pembangunan Pulau Gebe. Ini dilakukan baik oleh negara maupun oleh masyarakat Gebe. Hanya saja, ‘politik ruang’ yang dilakukan oleh keduanya (negara dan masyarakat) didasarkan pada argumentasi yang berbeda. Yang satunya (negara) menggunakan ‘legalitas kewenangan’ sebagai pijakan, yang satunya lagi (masyarakat Gebe) menggunakan ‘sejarah’ sebagai titik berangkat argumentasinya.
When The New Order ruled Indonesia, economic and social development were strongly dominated by the central government. At that time, local governments had only limited authority particularly on managing their natural resources. This means that what had been decided by central government would automatically bind local government to implement. In such context, most of localities which are rich of natural resources are less benefited by the central government. In other words, people who live in those localities were marginalized. Gebe is an island in Helmahera Tengah Regency which was exploitated by central government for years. For around 24 years, nikel mine exploration did not create good benefit for the society. In fact, after the nikel exploration was stopped in Gebe most people still live in poverty and economic marginalization. This has led to societal responses to the state –either central or local government—in ways of negotiation and massive resistance. This study aims to understand the relations between state and society from the time nikel mine operated until it is stopped. At the same time, this studi will also investigate the responses of society to the state. This study is a qualitative research. Data collection was conducted through observation, interview and desk study. Data reduction, organizing an interpretation is then conducted to provide a clear argument. From field research, the study finds that ‘spatial politics’ takes place in the context of Gebe Island development. Such process is conducted both by the state and society with diferent argument. The state uses ‘legal authority’, while society base their argument on historical memories.
Kata Kunci : Politik ruang,Pulau terluar,Resistensi, Politics of Space, Outer Island, Resistance