Laporkan Masalah

Penanda jumlah dalam bahasa Arab dan bahasa Indonesia :: Studi gramatika kontrastif

BADRUDIN, Ali, Prof. Soepomo Poedjosoedarmo

2008 | Tesis | S2 Linguistik

Tulisan ini akan membahas bagaimana penanda jumlah dalam bI dan bA jika dikontrastifkan. Penanda jumlah yang meliputi bentuk-bentuk numeralia serta beberapa kategori kata yang menyatakan jumlah, seperti kata penunjuk, personal pronoun yang berposisi sebagai subjek dalam kalimat, kata penghubung,dan sebagainya. Oleh karena itu, tulisan ini akan mendeskripsikan kajian linguistik penanda jumlah bI dan bA yang meliputi; Pertama, mendeskripsikan tentang bentuk-bentuk penanda jumlah yang dinyatakan dalam bI dan bA; Kedua, mendeskripsikan penanda jumlah dalam bI dan bA pada tataran morfologi?; dan Ketiga, mendeskripsikan bentuk penanda jumlah bI dan bA pada tataran klausa ataupun kalimat. Hasil yang diperoleh penulis adalah Penanda jumlah dalam bI dan bA ditandai secara morfologis dan secara sintaksis. Secara morfologis, penanda jumlah dalam bI terealisasikan baik secara afiksasi, perulangan, maupun pemajemukan. Proses afiksasi terdiri atas, prefiksasi atau pembubuhan awalan(ke-, ber-, dan se-), sufiksasi atau proses pembubuhan akhiran (-an), serta konfiks atau pengimbuhan pada awal dan akhir (ber-an, ke-an, dan ke-nya). Proses penambahan konfiks ke-an pada penanda jumlah bI mengakibatkan terjadi deklinasi. Reduplikasi atau proses pengulangan ialah pengulangan satuan lingual, baik seluruhnya maupun sebagian, baik dengan variasi fonem maupun tidak. Hasil pengulangan itu disebut kata ulang. Pengulangan pada umumnya tidak mengubah kategori kata. Komposisi atau proses pemajemukan adalah proses penggabungan dua kata atau lebih menjadi satu kata yang mendukung makna baru. Sedangkan pada bA hanya terjadi pada afiksasi semata. Secara sintaksis, penanda jumlah bI ditandai pada tataran sintaksis. Penanda yang digunakan antara lain berupa banyak, para, dsb. Sedangkan dalam bA terealisasi pada pembagian yang ketat dalam sistem jumlah bA membentuk adanya dikotomi maskulin versus feminin; pemberian penanda pada nomina, adjektiva, numeralia, dan partikel yang dianggap feminin; pemberian penanda atas fathah pada bentuk maskulin dan kasrah pada bentuk feminin, pemberian identitas maskulin dan feminin pada kata yang berbentuk dual, berpasangan, serta bentuk jamak yang tidak beraturan.

This article discusses how number markers in bI and bA is contrasted. number markers that comprises numeration formations and some word categories tells about number, as found in demonstrative word, personal pronoun pose as subject in a sentence, conjunctions, etc. That is why, this article will describe linguistic study on number markers in bI and bA that includes: first, describing the various forms of number markers that found in bI and bA; second, describing the number markers in bI and bA in terms of its morphology?; and third, describing the form of number markers bI and bA as obtained in clause and sentence. Result of the study demonstrates that the number markers in bI and bA is marked morphologicaly and sintactically. Morphologically in bI we can find the number markers that is described by the use of affixation, repetion and clause compounding. In Bahasa Indonesia, the affixation consists of prefixation or addition at the initial of word such as (ke-, ber-, and se-), suffixation or the process of addition at the end of word such as (-an), and confixation or addition at the initial and end of word as seen in (ber – an, ke – an, and ke – nya). The process of adding confix ke-an at the number markers of bI will result at declination. Reduplication or the process of repetition is a repetition at a lingual unit, both wholly and partially, either using phonem variation or not. Result of the repetition is labelled as reduplicate words. Repetition, generally do not alter word category. Composition or the process of clause complexing is a process where two or more words are mingled and form a single word which support new meaning. Meanwhile, in bA this process occurs only in affixation. Syntactically, strong division in the number system of bA tends to form a masculine versus feminine dichotomy; code addition on nominal, adjective, numeral, and particle with feminine consideration; addition to the above code fathah on masculine and kasrah on feminine; addition to maculine and feminine identity on dual formation word, word couple, and irregular plural form. In the meantime, number markers in bI is marked at the syntactic level by para, semua, beberapa, etc.

Kata Kunci : penanda jumlah, numeralia, maskulin, feminin, number markers, numeration, masculine, feminine


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.