Pembuatan Asap Cair dari Pembakaran Sekam Padi Pada Proses Produksi Batu Bata
IHWAN, Muhamad Khairul, Prof. Dr. Suwijiyo Pramono, DEA., Apt
2008 | Tesis | S2 Sistem TeknikTeknologi yang digunakan untuk membakar batu-bata di Pulau Lombok NTB masih tradisional dengan menggunakan sekam padi yang dibakar secara terbuka. Efek asap pembakaran dapat menyebabkan penduduk di sekitar lokasi pembakaran berpotensi menderita gangguan saluran pernafasan. Dampak yang lebih luas adalah menurunnya kualitas udara di atas bumi yang diakibatkan oleh semakin tingginya aktifitas pembakaran seiring dengan meningkatnya kebutuhan batu-bata untuk pembangunan. Asap pembakaran batu-bata dapat dimanfaatkan menjadi asap cair dengan cara mengalirkan asap pembakaran melalui pipa pendingin asap sehingga fase gas dari asap berubah menjadi cair. Pipa pendingin asap yang digunakan terbuat dari rangkaian pipa besi 3 dan 5 inch sepanjang 6,2 m dapat menghasilkan asap cair sebanyak 32 liter, sedangkan jumlah sekam yang digunakan untuk membakar batu-bata selama enam hari pada gudang kapasitas 10.000 biji adalah 3421 kg. Suhu pembakaran diukur pada lima titik mulai hari pertama sampai keenam setiap 12 jam berturut-turut adalah 22, 44, 173, 427, 450, 451, 527, 614, 179, 90 dan 55ºC. Asap cair yang diperoleh kemudian dimurnikan dengan pengendapan dan distilasi pada suhu konstan 100 ºC selama 2 jam. Rendeman asap cair yang diperoleh melalui proses pengendapan mencapai 94,53% dan setelah distilasi menjadi 78,58%. Kandungan asap cair sekam padi sebelum dimurnikan adalah fenol 0,18%, asam 0,87%, karbonil 5,91%, benze(a)pyrene 16,24 ppm dan kadar air 92,18%. Berat jenis 1,0134 g/ml dan pH 6,00. Setelah asap cair dimurnikan, didapatkan kandungan fenol 0,10%, asam 0,33%, karbonil 19,45%, benze(a)pyrene 3,15 ppm dan kadar air 80,06%. Berat jenis 1,01 g/ml dan pH 4,94. Kualitas asap cair yang dihasilkan tidak dapat direkomendasikan menjadi pengawet makanan karena kandungan benze(a)pyrene yang bersifat karsinogen masih tinggi dibandingkan dengan kandungan benze(a)pyrene asap cair grade 1 yang beredar di pasaran Indonesia sebesar <0,39 ppm dan benze(a)pyrene asap cair standar di luar negeri maksimal 0,001 ppm.
Bricks production in Lombok Island West Nusa Tenggara is using traditional technology which apply rice husk as fuel. Rice husk burnt and produces smoke and ash. The increasing productifity along with the higher demand of the bricks produces the higher smoke, its bad effect to the people as well as to the environment. The smoke may be condensed to produce the liquid smoke, by flowing to the condensation unit. The condensation unit consists of 6 m length pipe, and the diameters of 3 and 5 inches. The condensation unit may produce 32 litre liquid smoke per process (about 6 days burning process for 10.000 bricks) needs 3421 kg of rice husk. The average temperatures of the burning process were measured in 5 points, and the measurements for every 12 hours are 22, 44, 173, 427, 450, 451, 527, 614, 179, 90 dan 55ºC. The condensed smoke has then purified by sedimentation and distillation at constant temperature of 100 ºC for 2 hours. From the sedimentation process the liquid smoke yield is 94,53% and distillation process the liquid smoke yield is 78,58%. The crude liquid smoke consists of 0,18% fenol; 0,87% acid; 5,91% carbonyl, 16,24 ppm benze(a)pyrene and water content 92,18%, spesific gravity is 1,0134 g/ml and pH 6,00. The purified liquid smoke consists of 0,10% fenol; 0,33% acid, 19,45% carbonyl, 3,15 ppm benze(a)pyrene and water content 80,06%, spesific gravity is 1,01 g/ml and pH 4,94. Benze(a)pyrene in the liquid smoke produced from this research is 3,15 ppm. Indonesian market liquid smoke contains <0,39 ppm benze(a)pyrene, compare to the international standard which is <0,001 ppm, therefore the liquid smoke produced can’t be recommended for food preservative, it might be used for wood preservative.
Kata Kunci : Brick Production, Rice Husk Burning, Pembakaran Sekam, bricks production, rice husk burning, liquid smoke.