Implementation of Public Private Partnership in Managing Bantargebang Solidwaste Disposal in Bekasi Municipality, West Java-Indonesia
WIDIANTO, Andri Indra, Dr. Ogenis Brilhante dan Ir. Leksono Probo Subanu, MURP.,Ph.D
2007 | Tesis | Magister Perencanaan Kota dan DaerahBantargebang adalah salah satu Tempat Pembuangan Sampah (Solid Waste Disposal Site) terbesar di Indonesia dengan luas areal 108 Ha yang terletak di Kecamatan Bantargebang Kota Bekasi Propinsi Jawa Barat-Indonesia. TPA Bantargebang dioperasikan sejak tahun 1989 berdasarkan surat keputusan Gubernur Jawa Barat No 593.82/SK/282.P/AGK/DA/86 dated on 25 January 1986 jo. 593.82/ SK.116.P /AGK/ DA/26-1987. Berdasarkan Surat Keputusan ini, Pemerintah Propinsi Jakarta diberikan kewenangan untuk mengelola dan memanfaatkan TPA Bantargebang untuk menampung dan mengolah sampah kota Jakarta dengan menggunakan system sanitary landfill selama jangka waktu 15 tahun. Namun dalam pelaksanaannya, pengelolaan TPA Bantargebang ini dinilai berbagai kalangan tidak sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati, terutama berkaiatan dengan pengelolaan dampak lingkungan dari proses pengolahan sampah di TPA Bantargebang tersebut. Hal ini ditandai dengan banyaknya kritikan bahkan unjuk rasa yang datang dari masyarakat di sekitar TPA Bantargebang dan NGO yang peduli terhadap lingkungan hidup bahkan dari Pemerintah kota Bekasi sendiri. Untuk mengatasi permasalahan dalam pengelolaan TPA Bantargebang tersebut, pada tahun 2004, Pemerintah Propinsi Jakarta dan Pemerintah kota Bekasi melakukan perjanjian kerjasama yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pengelolaan TPA Bantargebang dengan membentuk suatu “Badan Usaha Milik Bersama†yang nantinya berperan sebagai Badan pengelola TPA Bantargebang. Namun sebelum Badan Usaha Milik Bersama itu terbentuk, kedua belah pihak bersepakat untuk menunjuk PT. PATRIOT BANGKIT BEKASI (PT. PBB) untuk mengelola manajemen TPA Bantargebang. PT. PBB diberikan kewenangan untuk memanfaatkan segala fasilitas dan asset yang ada di TPA Bantargebang dan menerima tipping fee sebesar IDR 52.500/ton sampah yang dibuang ke TPA Bantargebang. Disamping itu, PT.PBB juga diwajibkan untuk menyetorkan 20 % dari tipping fee kepada Pemerintah Kota Bekasi sebagai bentuk kompensasi dan juga berperan aktif dalam “community development program†di lingkungan sekitar TPA Bantargebang. Maksud dan tujuan dari penulisan ini adalah untuk melihat sejauhmana implementasi dari perjanjian kerjasama yang telah disepakati oleh Pemerintah Propinsi Jakarta, Pemerintah Kota Bekasi dan PT. PBB dalam mengelola TPA Bantargebang. Untuk mencapai maksud dan tujuan tersebut, penulis memilih type penelitian berupa exploratory research dengan case study sebagai strategy approach. Selain secondary data, pengumpulan primary data dilakukan melalui in-depth interview terhadap 35 orang respondent yang dipilih berdasarkan purposive sampling method, berasal dari staf Pemerintah propinsi Jakarta, Pemerintah Kota Bekasi, Masyarakat sekitar TPA Bantargebang dan NGO yang peduli terhadap pengelolaan TPA Bantargebang. Namun karena tidak adanya access, penulis tidak bisa melakukan pengumpulan data dan interview terhadap staff PT.PBB selaku private sector pengelola TPA Bantargebang. Dari hasil pengumpulan data dan analisa di dapat beberapa hal penting yaitu: Tujuan pelibatan private sector dalam pengelolaan TPA Bantargebang dari sudut pandang Pemerintah Propinsi Jakarta adalah untuk meningkatkan kualitas pelayanan public khususnya di sector pengelolaan sampah kota disamping peningkatan efficiency dan juga peningkatan transparency and accountability. Sedangkan dari sudut pandang Pemerintah Kota Bekasi, pelibatan swasta dalam pengelolaan TPA Bantargebang diharapkan mampu meningkatkan Local revenue. Pelaksanaan perjanjian kerjasama tersebut menghadapi berbagai persoalan yang rumit yaitu kurangnya koordinasi dari pihak-pihak yang terlibat, besarnya jumlah sampah yg harus dikelola oleh PT. PBB yg sudah melebihi kapasitas TPA bantargebang, ketidaksesuaian methode pengelolaan TPA yang diterapkan dgn perjanjian, keterbatasan sarana dan prasarana yang ada di TPA serta lemahnya mekanisme monitoring dan evaluasi. Dilain pihak, pelaksanaan kerjasama pemerintah dan swasta dalam pengelolaan TPA Bantargebang dinilai lebih baik oleh masyarakat dan lembaga swadaya masyarakat walaupun belum memberikan perrubahan yang signifikan terutama dalam peningkatan kualitas lingkungan hidup dan partisipasi masyarakat. Mekanisme pemberian kompensasi dan subsidi tunai dinilai lebih baik dari pengelola sebelumnya. Kesimpulan akhir dari pelitian mengenai pelaksanaan kerjasama pemerintah dan swasta antara Pemerintah Propinsi DKI Jakarta, Pemerintah Kota Bekasi dan PT. Patriot Bangkit Bekasi dalam pengelolaan TPA Bantargebang belum mampu memecahkan berbagai masalah yang dihadapi terutama dalam penanganan masalah dampak lingkungan hidup. Meskipun demikian dalam beberapa hal kerjasama tersebut dinilai lebih baik dari pengelola sebelumnya yang dilaksanakan oleh Pemerintah Propinsi DKI Jakarta.
Bantargebang is one of the biggest solid waste disposal sites in Indonesia with 108 acre which is located va-Indonesia. TPA Bantargebang operated since 1989 based on the decision letter of West Java Governor Number 593.82/SK/282.P/AGK/DA/86 dated on 25 January 1986 jo. 593.82/ SK.116.P /AGK/DA/26-1987. Based on this letter, the government of Jakarta Province was given rights to manage and empower the TPA Bantargebang to store and cultivate the waste from Jakarta by using sanitary landfill system for 15 years period. But in its implementation, the management of TPA Bantargebang is valued by some parties that not suitable with the rules agreed previously, especially related to the environment sector. This matter is signed by many strikes and critics from the society who reside around TPA Bantargebang and the NGO who really concern to the environment even from the government of Bekasi itself. To solve the problem of TPA Bantargebang management, in 2004, the government of Bekasi city conducted mutual work partnerships which was aiming at improving the quality of TPA Bantargebang management and forming an institution called “ Joint Venture Company “ which functioned as the management institution of TPA Bantargebang. But before the institution formed, the two parties agreed to point PT. PATRIOT BANGKIT BEKASI (PT. PBB) to manage the TPA Bantargebang. This institution was given rights to use all the existing facilities and assets in TPA Bantargebang. Besides, they were also given rights to receive tipping fee in the amount of IDR 52.500/ton waste which disposed into TPA Bantargebang. This company was also charged to save 20 % from the tipping fee to the government of Bekasi City as the compensation and also its participation to the community development program in the area around TPA Bantargebang. The objectives and aims of this thesis was to find out how far the implementation is from the mutual agreement which was agreed by the government of Jakarta, Bekasi City and PT.PBB in managing TPA Bantargebang. The research questions of this thesis are: a) What were the motivations of the Public Private Partnership agreement? b) What problems face the implementation of the agreement? c) What is the community perception of the PPP agreement, participation, environmental and social condition of the site and its surrounding? d) What are the lessons learnt from implementation Public Private Partnership in managing TPA Bantargebang? To reach the objectives and to answer the research questions mentioned, the writer chose the research type as exploratory research with case study as strategy approach. Besides secondary data, the primary data collection through in-depth interview to 35 respondents was chosen in purposive random sampling method from the staff of the government of Jakarta Province as well as Bekasi Municipality Government, Community and Non Government Organization which concerned of TPA Bantargebang. Due to some problems on access, the writer did not have a chance to conduct interview and collect data from PT.PBB staff as the private sector in managing TPA Bantargebang. Some important findings from the data collection were the purpose of involving the private sector in TPA Bantargebang management from Jakarta’s perspectives was to improve the public service quality especially in waste management sector as well as the efficiency and also transparency and accountability. While The Government of Bekasi Municipality has different point of view on this matter was to increase the local revenue. The implementation of agreement faced some complicated problems such as lack of coordination from the involved parties, the amount of waste which was managed by PT.PBB that exceeding the capacity of TPA Bantargebang, the improper management method in TPA as agreed in the agreement before, the limit number of facilities and infrastructure available, and the lack of monitoring and evaluation mechanisms. The implementation of Public Private Partnership agreement is valued by the community and NGO perception but it did not bring a significant improvement for the quality of life especially environment quality around TPA Bantargebang and also community participation. The compensation and cash subsidies given to each family is considered better than the previous management. The main conclusion of this research is that implementation of Public private partnership agreement signed among Jakarta Province Government, Bekasi Municipality Government and PT. Patriot Bangkit Bekasi in managing TPA Bantargebang site was unable to solve the problems faced by the site especially in the management of environmental impact around the site. However, some aspects are considered better than before regarding to the previous management conducted by the government of Jakarta province.
Kata Kunci : Tempat Pembangunan Sampah,Kerjasama Pengeloloaan