Helaehili dan Ehabla :: Fungsinya dan peran perempuan dalam masyarakat Sentani, Papua
YEKTININGTYAS, Wigati, Promotor Prof.Dr. Rachmat Djoko Pradopo
2008 | Disertasi | S3 Ilmu SastraHelaehili dan ehabla adalah bentuk puisi lisan Sentani yang semakin langka ditemukan di masyarakat. Helaehili dan ehabla dilantunkan secara spontan oleh para pelantun tanpa adanya catatan dan latar belakang hafalan. Pelantun hanya menyiapk..an tema dan plot yang akan dielaborasi di tempat pelantunan. Lantunan dibangun oleh formula yang memudahkan pelantun melantunkannya, yaitu kata/frasa paralel yang diciptakan sendiri atau kata/frasa paralel yang telah disiapkan adat (ready-made phrase). Lantunan pada umumnya dapat ditranskripsikan dengan dua atau empat baris yang didominasi oleh paralelisme dan repetisi. Untuk lantunan yang terdiri atas dua baris sebait, baris pertama diulang pada baris kedua dengan menggunakan kata/frasa paralel. Untuk lantunan yang terdiri atas empat baris sebait, baris pertama diulang pada baris ketiga dan baris kedua di ulang pada baris keempat dengan menggunakan kata/frasa paralel. Dengan demikian, baris kedua dan keempat mengekspresikan esensi yang sama dengan baris pertama dan kedua. Paralelisme diperkaya dengan sinonim, kata majemuk, reduplikasi, dan kata/ frasa lain yang mempunyai kesejajaran semantik tertentu. Oleh karena itu, jumlah bait dalam lantunan helaehili dan ehabla pun sangat ditentukan oleh kemampuan pelantun menciptakan kata/frasa paralel tersebut untuk mengeksplorasi ide-idenya. Nama tokoh lantunan disebutkan dengan menggunakan gaya bahasa metonimia, yaitu mengaitkannya dengan tempat asal sang tokoh. Latar tempat amat penting dalam lantunan. Pada helaehili, latar tempat dikaitkan dengan tokoh lantunan, sedangkan pada ehabla, latar tempat dilantunkan secara eksplisit pada noo, yaitu nama tempat terjadinya cerita yang ditranskripsikan dalam dua baris pertama yang mengawali tema lantunan. Melalui penelitian ini ditemukan bahwa lantunan helaehili dan ehabla mempunyai fungsi sebagai (1) media pendidikan, yaitu mengajarkan kerja keras, kerukunan, sating menolong/gotong-royong, mempunyai harga diri, taat adat, saling menghormati, bangga akan tempat asal, dan menjaga lingkungan hidup; (2) pencerminan angan-angan masyarakat Sentani, yaitu kampung ideal, masyarakat ideal, serta pemimpin dan pelayan adat ideal; (3) alat pengesah pranata adat dan lembaga kebudayaan, yaitu sebagai standar bagi generasi muda, sebagai penguatan bagi or·ang dewasa dan hukuman emosional bagi pelanggar, rasionalitas hila timbul gejolak dalam masyarakat, mengatasi kesulitan hidup; (4) pemaksa dan pengawas norma sosial dan adat; (5) penguat emosi keagamaan dan kepercayaan; (6) media sosialisasi masyarakat, (7) media hiburan. Bagi masyarakat yang tinggal di pulau-pulau terpencil, pelantunan dan fungsi helaehili dan ehabla masih direspons oleh masyarakat walaupun penyebarannya tidak ditanggapi positif oleh para generasi muda. Sementara itu, bagi masyarakat yang tinggal dekat kota pelantunan dan fungsi helaehili dan ehabla mulai ditinggalkan oleh sebagian generasi tua dan generasi muda. Pada masyarakat ini, satusatunya fungsi lantunan yang masih hidup adalah fungsi hiburan (rekreatif). Salah satu esensi lantunan helaehili dan ehabla yang diekplorasi dalam penelitian ini adalah keberadaan perempuan. Penelitian ini menemukan citra konvensional perempuan Sentani, yaitu cantik (penimelyoinime), baik hati (ufoilwafoi), penggembira (kui-kuilyaleyale), berbudi bahasa (afoi/faeufoi), lemah lembut (nime), penurut (pheu bham/yana bham), kuat fisik (ulaelwalae), giat bekerja (melifoilmekaifoi), dan pendukung suami . Penelitian ini pun menemukan pencitraan perempuan yang berbeda dengan pencitraan konvensional, yaitu pintar (ilaelhaba), cerdas, mandiri, berani, dan tegas. Kedudukan perempuan tergantung pada kelas sosialnya. Perempuan dari kelas atas inferior terhadap laki-laki dari kelasnya, tetapi dia superior terhadap laki-laki dan perempuan dari kelas bawah. Sebaliknya, perempuan dari kelas bawah inferior terhadap laki-laki dari kelasnya serta inferior terhadap laki-laki dan perempuan dari kelas atas (double inferiority). Perempuan Sentani mengerjakan hampir setiap aspek kehidupan masyarakat. Secara reproduktif, perempuan adalah seorang yonelau yang mengandung, melahirkan, menyusui, merawat, dan mendidik anak. Secara produktif, dia adalah tenaga kerja (work labor) dan penghasil makanan (food producer) utama melalui bekerja di kebun, di danau, dan di dusun sagu. Perempuan juga berperan di sektor publik. Peran-peran tersebut ditujukan untuk mendukung keberadaan suami/laki-laki. Melalui lantunan helaehili dan ehabla, ditemukan bahwa perempuan bekerja lebih banyak daripada laki-laki karena laki-laki dituntut bekerja secara gotong-royong (pulau ehamokoi) yang tidak dilakukan setiap hari, tetapi perempuan dituntut bekerja setiap hari mulai pagi sampai malam. Kematian seorang perempuan dalam keluarga berarti hilangya seorang yonelau, tenaga kerja (work labor), penghasil makanan (food producer), dan agen penyokong keberadaan .suami/ laki-laki. Sebagai tokoh sentral dalam keluarga, kematian seorang perempuan memengaruhi kehidupan keluarga dan masyarakat Sentani.
Kata Kunci : Puisi Lisan Sentani,Helaehili dan Ehabla,Peran Perempuan,Masyarakat Sentani