Gerakan Misi dan Dakwah di Balik Kerusuhan Sosial Bernuansa Agama di Indonesia :: Studi Analisis terhadap Beberapa Laporan Penelitian Kasus Kerusuhan Situbondo dan Rengasdengklok Tahun 1996-1997
HARYADI, Ruzi, Prof.Dr. Djam'anuri
2007 | Tesis | S2 Ilmu Perbandingan AgamaDalam masa satu dasawarsa terakhir banyak terjadi kerusuhan dan konflik yang melibatkan umat beragama, secara khusus terjadi antara umat Kristiani dan Muslim Indonesia. Kerusuhan dan konflik ini menyisakan banyak korban, puingpuing dan reruntuhan sekaligus juga pertanyaan â€Mengapa kerusuhan tersebut bisa terjadi?†dan â€Apa akar permasalahan di balik itu semua?†Banyak analisa yang telah dikemukakan para pakar untuk menjawab persoalan tersebut mulai dari aspek politik, ekonomi, sosial, budaya, dll. Namun penulis dalam penelitian ini mencoba mencari sisi lain dalam memberikan jawaban pada pertanyaan yang sama. Penelitian ini mencoba menelusuri beberapa laporan penelitian tentang kasus-kasus kerusuhan yang terjadi di Indonesia yang secara khusus melibatkan unsur-unsur agama. Fokus penelitian ini ditujukan pada 2 (dua) kasus kerusuhan yang terjadi tahun 1996 dan 1997, yaitu kerusuhan Situbondo Jawa Timur dan Rengasdengklok Jawa Barat. Asumsi awal penulis dalam melihat kasus-kasus kerusuhan tersebut adalah bahwa konflik dan kerusuhan yang melibatkan unsurunsur agama sedikit atau banyak tidak bisa dilepaskan dari unsur-unsur agama itu sendiri, seperti konsep, doktrin, atau ajarannya. Dalam hal ini penulis melihat aspek teologis seperti konsep tentang ’misi’ dalam agama Kristen dan ’dakwah’ dalam agama Islam perlu dilihat dan dikaji lebih jauh guna melihat kaitan serta peranannya dalam kasus-kasus kerusuhan di atas. Perlunya melihat kembali konsep misi dan dakwah ini didasarkan pada pertimbangan bahwa misi dan dakwah masih menjadi â€pekerjaan rumah†yang belum selesai dalam hubungan antar umat beragama (dalam pengertian mengandung implikasi konflik laten dalam pelaksanaannya), khususnya antara umat kristiani dan umat muslim Indonesia. Ada 2 (dua) rumusan masalah yang diajukan dalam penelitian ini. Pertama, seperti apakah bentuk gerakan misi dan dakwah dalam peta kasus kerusuhan sosial bernuansa agama di daerah Situbondo Jawa Timur dan Rengasdengklok Jawa Barat tahun 1996-2007? Dan kedua, bagaimanakah peranan gerakan misi dan dakwah tersebut dalam terciptanya kerusuhan sosial bernuansa agama di daerah Situbondo dan Rengasdengklok? Melalui pendekatan teologis normatif dan fonomenologis serta menggunakan teori â€kemunculan norma†dari Smelser, penulis menemukan bahwa gerakan misi dan dakwah dalam agama Kristen dan Islam berperan sebagai bagian dari faktor penentu terjadinya kerusuhan dalam kasus kerusuhan Situbondo dan Rengasdengklok karena masuk dalam kategori atau relevan dengan 4 (empat) dari 6 (enam) faktor penentu yang memunculkan perilaku kolektif seperti kerusuhan. Faktor yang berhubungan dengan gerakan misi dan dakwah tersebut adalah: Kesesuaian struktural, ketegangan struktural, kemunculan dan penyebaran pandangan, dan faktor pemercepat. Adapun bentuk gerakan misi dan dakwah dalam peta kerusuhan sosial bernuansa agama tersebut adalah upaya penyebaran agama dan pendirian rumah ibadah oleh kalangan umat Kristiani yang dibarengi oleh perlawanan dan oposisi dari umat Muslim.
There were many riots and conflicts that occurred during the late 90’s in Indonesia. Some of them entangle religious people, peculiarly amongst Indonesian Christians and Moslems. The riots and conflicts have left over many victims, ruins, debris and also questions. “Why did the riot happen?" and “What is the root of the problem behind the riots?" A number of experts have given analysis to answer the questions, from the political, economical, social, and cultural aspect. However, the author in this research tried to look for another side to give answer to the same question. This research explores reports concerning riot cases that occured in Indonesia which entangle religious elements. The research focuses on two riot cases from 1996 and 1997 that took place in Situbondo East Java and Rengasdengklok West Java. The early assumption of the author in seeing the riot cases is that riot and conflict entangling religious elements surely cannot be discharged from the religious elements its self, such as religious concept, doctrine or teaching. In this case, the author discerns that theological aspects such as the concept of mission in Christianity and dakwah in Islam need to be explored farther to see the relationship as well as its role in riot cases. The necessity to review the concept of mission and dakwah are based upon the consideration that mission and dakwah are two unfinished “home work†dealing with inter-religious relationships (in the meaning of having potential conflict in the implementation), especially between Indonesian Christians and Moslems. There are two problems raised in this research. First, what did the mission and the dakwah movement looks like in the riot case in Situbondo and of Rengasdengklok from1996-1997? Second, what is the role of the mission and the dakwah movement in creating the riot of Situbondo and Rengasdengklok? Through the use of a theological normative approach, phenomenology approach, and theory of "the emergent of norm" from Smelser, the author finds that the mission and the dakwah movement in Christianity and Islam have a role as a determinant in creating riot cases in Situbondo and Rengasdengklok. This is due to these factors being relevant with 4 out of 6 of the determinant factors that create “collective behaviour†such as the riot. Factors related to the mission and the dakwah movement are the structural congruity, structural tension, perspective spread out, and the accelerator. Meanwhile the form of the mission and the dakwah movement in the map of riot are efforts to spread religion and building churches by Christians which received opposition and resistance from Moslem community.
Kata Kunci : Agama,kerusuhan sosial,Misi dan dakwah, Mission, dakwah, riot, conflict, Rengasdengklok, Situbondo.