Prostitusi terselubung (Salon Plus) dan alternatif penanggulangannya di Kabupaten Sleman
KANTINOKO, Kurniawan, Dr. Samodra Wibawa
2007 | Tesis | Magister Administrasi PublikFenomena merebaknya prostitusi dengan mencatut (berkedok) usaha salon di Kabupaten Sleman cukup marak. Akhir-akhir ini, para pengelola prostitusi berkedok salon itu malah secara terang-terangan mempromosikan servisnya. Selain mengandalkan informasi dari mulut ke mulut, mereka juga memasang iklan di koran setempat. Berdasarkan fenomena itu, Pemerintah Kabupaten Sleman seharusnya menyadari dinamika perubahan di wilayahnya dan dapat membaca kondisi sosial yang terjadi di masyarakat, dengan merebaknya keberadaan â€salon plus†(layanan prostitusi yang berkedok salon kecantikan), untuk itu permasalahan-permasalahan sosial seperti prostitusi tidak boleh dibiarkan merambah bak â€tangan gurita â€, tetapi ha rus segera dilakukan intervensi, sebab prostitusi atau pelacuran dapat terjadi karena terdapatnya sejumlah aktor yang memainkan perannya masing-masing dan memiliki beberapa pola atau “cara kerja†tertentu. Usaha-usaha pemerintah dalam menanggulangi permasalahan pelacuran dapat dibedakan dalam dua jenis kebijakan yaitu : sistem penghapusan, dan sistem pendaftaran. Berdasarkan uraian tersebut penelitian ini mencoba untuk menunjukkan apa saja yang harus dilakukan oleh seluruh stakeholders untuk menanggulangi prostitusi terselubung (salon plus) di Kabupaten Sleman. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Sleman dengan unit analisis ditentukan pada lokasi-lokasi yang ditengarai menjadi ajang praktek prostitusi terselubung (salon plus). Desain penelitian yang digunakan bersifat deskriptif dengan pendekatan analisis kualitatif. Selanjutnya digunakan teknik perumusan masalah kebijakan melalui empat fa se untuk mendapatkan masalah kebijakan, kemudian dilakukan evaluasi terhadap alternatif kebijakan yang perlu dilakukan sebagai respon terhadap masalah prostitusi terselubung (salon plus). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pemerintah Kabupaten Sleman sampai dengan saat ini belum memiliki kepedulian dan political will apapun terhadap praktik prostitusi yang ada diwilayahnya. Hal ini ditunjukkan oleh terdapatnya sikap yang ambivalen (belum adanya kebijakan yang secara tegas melarang dan atau lokalisasi praktik prostitusi), sehingga membawa konsekuensi bahwa alternatif kebijakan penanggulangan prostitusi terselubung (salon plus) yang perlu diimplementasikan di Kabupaten Sleman dapat dideskripsikan kedalam tiga skenario yaitu : a. Skenario 1 :Status Quo (Kebijakan yang sudah ada tetap dipertahankan dan dilaksanakan), b. Skenario 2 : Penutupan seluruh usaha salon, c. Skenario 3 : Perubahan regulasi dan sistem bagi usaha salon rias/kecantikan. Oleh karena itu, berdasarkan pada hasil evaluasi terhadap alternatif kebijakan dan penilaian skenario, maka alternatif kebijakan terpilih yang direkomendasikan sebagai respon terhadap permasalahan salon plus adalah dengan melakukan perubahan/revisi mendasar terhadap ketentuan yang ada sekaligus merombak berbagai sistem, dimulai dari proses pengajuan awal perijinan, sampai dengan pengawasannya dengan melibatkan seluruh komponen yang terkait, seperti pihak penyidik, penegak hukum serta masyarakat.
There is flourish phenomenon of salon masked prostitution in Sleman Regency. The owners have been openly promoting the service of beauty salon masked prostitution recently, either through legal advertising or through people. Based upon the phenomenon, The Government of Sleman should have realized the changing dynamics and the citizens social condition related to the “plus salons†(beauty salon masked prostitution), therefore it can not be ignored to grow and become an “octopussyâ€, there must be an intervention, it grows because there are actors behind it, playing their roles in such way or procedure. There are two kinds of government policy in handling the prostitution, they are : elimination system and registration system. The writer tries to describe the stake holders efforts in dealing with the invisible prostitution in Sleman. This research was conducted by spotting the prostitution area / salons as analysis units. While the research design was done descriptively with qualitative analysis approach. The next inference was undergone through 4 phases to obtain policy problems, and then the alternatives were evaluated as responses to the underground prostitution (plus salons). The research shows that The Government of Sleman does not have any political will and attention upon the prostitution practice. In other words, the government seems to be ambivalent (without any real concept of vision on the prostitution), it brings us into 3 scenarios of policy implementation in Sleman Regency : a. Scenario 1 : Status Quo, b. Scenario 2 : The banning of the salon business, c. Scenario 3 : Deregulating the system of beauty salon business. Finally, by viewing the policy alternatives and assessing the scenarios, the most appropriate alternative recommended to handle the plus salons is by implementing basic change/revision on present laws and system, covering the procedure of initial proposal, the supervision, involving all the stake holders such as legal offices and the society.
Kata Kunci : Prostitusi Terselubung,Kebijakan Publik