Laporkan Masalah

Analisis dua dimensi rembesan air pada penggalian terowongan dengan menggunakan metode elemen hingga

BAWONO, Y. Yudo, Prof.Dr.Ir. Kabul Basah S., Dip.HE.,DEA

2007 | Tesis | S2 Teknik Sipil

Pelaksanaan konstruksi terowongan yang terletak di bawah elevasi muka air tanah akan memberikan beberapa pengaruh internal dan eksternal. Pengaruh internal berupa aliran rembesan (seepage) di dinding terowongan, ketidakstabilan permukaan dinding terowongan, gangguan terhadap pelaksanaan pekerjaan, dan peningkatan biaya konstruksi. Pengaruh eksternal berupa perubahan kesetimbangan hidrolis di lokasi sekitar terowongan yang akan mengakibatkan perubahan pola distribusi tegangan-regangan tanah/batuan, penurunan elevasi muka air tanah, terganggunya keseimbangan lingkungan di permukaan, serta terjadinya penurunan permukaan tanah. Berdasarkan hal tersebut di atas, kontrol terhadap keberadaan air tanah menjadi bagian yang sangat penting saat perencanaan dan pelaksanaan konstruksi terowongan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan analisis rembesan akibat penggalian terowongan dengan model elemen hingga. Pemodelan dengan metode elemen hingga, menggunakan bantuan perangkat lunak Geostudio SEEP/W 2004 v 6.02, dengan lokasi studi rencana terowongan jalur selatan-selatan Piyungan-Patuk, Yogyakarta. Simulasi dilakukan secara steady-state dan transient dengan mengakomodasi kondisi jenuh sebagian dari material. Pengaruh heterogenitas dan anisotropis material serta penggunaan pre-grouting juga dimodelkan. Beberapa pendekatan dan asumsi dilakukan dalam pemodelan mengingat data lapangan yang masih sangat terbatas. Proses validasi tidak dilakukan karena belum adanya data pembanding di lapangan. Perhitungan elemen hingga meliputi kondisi awal, perubahan distribusi total head, tekanan air pori, kecepatan dan arah aliran, penurunan elevasi muka air tanah, gradien hidrolis, dan debit rembesan. Hasil simulasi untuk kondisi awal menunjukan bahwa semua lokasi memiliki nilai total head sama, yaitu 85 m, yang berarti belum ada aliran. Distribusi tekanan air pori menunjukan hubungan yang linier dan merupakan fungsi dari kedalaman. Secara umum, hasil distribusi total head, tekanan air pori, vektor kecepatan aliran, dan gradien hidrolis dari analisis steady-state maupun transient untuk kondisi setelah penggalian menunjukan bahwa konsentrasi aliran terjadi di sekitar lobang. Semakin kecil kratio, kontur garis ekipotensial dan tekanan air pori akan semakin datar, menunjukan bahwa total head loss antara dua titik dalam domain aliran akan semakin besar. Simulasi steady-state untuk debit rembesan pada dinding terowongan memberikan hasil untuk kratio = 1, 0.5, 0.1, dan 0.01 berturut-turut 1.7748E+01, 1.1683E+01, 4.0624E+00, 6.2348E-01 (lt/mnt/100m’). Konsentrasi rembesan terjadi pada sudut sampai invert terowongan. Semakin kecil kratio, debit rembesan yang terjadi akan semakin kecil. Simulasi transient menunjukan adanya pergerakan air mulai dari sekitar lobang diikuti lokasi yang lebih jauh seiring dengan bertambahnya waktu. Nilai tekanan air pori dan kecepatan total aliran di lokasi sekitar lobang akan cenderung menurun seiring dengan bertambahnya tahapan waktu. Hasil analisis transient juga menunjukan terjadi penurunan elevasi muka air tanah selama waktu simulasi. Untuk kratio = 1, 0.5, 0.1, dan 0.01 penurunan muka air tanah yang terjadi pada final step berturut-turut 14.086 m, 10.524 m, 5.008 m, dan 1.964 m. Semakin kecil kratio, penurunan yang terjadi semakin kecil. Hasil analisis transient menunjukan, debit aliran rembesan ke dalam terowongan akan semakin menurun seiring bertambahnya tahapan waktu. Secara umum, analisis transient untuk rembesan dua dimensi pada penggalian terowongan memberikan hasil yang lebih baik dan mendekati kenyataan di lapangan dibandingkan dengan analisis steady-state. Hasil simulasi memperlihatkan, penggunaan pregrouting saat pelaksanaan galian terowongan memberikan beberapa pengaruh yang positif. Penggunaan pre-grouting akan mengurangi penurunan elevasi muka air tanah, dari 14.086 m menjadi 0.283 m (kratio = 1) dan dari 10.524 m menjadi 0.266 m (kratio = 0.5). Penggunaan pregrouting juga akan mengurangi debit aliran rembesan yang terjadi pada dinding terowongan.

Tunneling beneath the groundwater table causes several internal and external effects. Some internal effects are the occurrence of seepage flows around tunnel wall, which furthermore will resulting wall/face instability, disturbance to the tunneling works, and thus resulting in an increase in the construction costs. Some external effects are changes in the hydraulic equilibrium of the surrounding ground which causes changes in the state of stress-strain distribution, groundwater drawdown level which causes some enviromental disturbances at the surface. Furthermore it may result long term surface settlements. Based on these facts, the control of groundwater has become an essential part of the planning, design, and construction of a tunneling project. The purpose of the research is to analyze seepage towards tunnel by means of finite elements model. The finite elements modelling was carried out by using a software called Geostudio SEEP/W 2004 v 6.02, with geological properties from Piyungan-Patuk Underground Tunnel Project. Simulation was performed under steady-state and transient conditions considering the unsaturated conditions of the materials. The effects of materials heterogenity and anisotropy and also the use of pre-grouting were analyzed. Some approach and assumtions were performed because of the lack of the field data. Validation process wasn’t performed because of no comparable data available. Finite elements calculation consists of initial condition evaluations, changes in the total head distribution, pore water pressure, flows velocity and direction, groundwater drawdown, and also seepage inflows. Simulation for initial condition shows that all locations have a single total head value, 85 m, it’s mean no flows condition occurs. Pore water pressure distribution shows a linear relation and a function of depth. Generally, results for total head, pore water pressure, velocity vector, and hydraulic gradient distribution from steady-state and transient analysis for post-excavation condition show that concentration of flows occurs around the tunnel excavation. Decrease in kratio, the equipotential and pore water pressure contours tend to become more flat, show an increase in total head loss between two points inside flow domain. Steady-state simulation for seepage flows at tunnel wall for kratio = 1, 0.5, 0.1, and 0.01 gives the results 1.7748E+01, 1.1683E+01, 4.0624E+00, and 6.2348E-01 (lt/mnt/100m’) respectively. Flows concentration occurs at springline until tunnel invert. Decrease in kratio, less seepage at tunnel wall occurs. Transient analysis shows that the occurrence of water flows starts around the tunnel excavation followed by other locations during simulation time given. Pore water pressure values and total flows velocities also tend to decrease during simulation time. Transient analysis also shows the occurrence of groundwater drawdown during simulation. For kratio = 1, 0.5, 0.1, and 0.01, the results for groundwater drowdown at final time step were 14.086 m, 10.524 m, 5.008 m, and 1.964 m respectively. Transient analysis also shows that the seepage into tunnel tend to become lower during simulation time. Generally, it can be concluded that transient analysis for two dimensional seepage flows around tunnel excavation gives better results compared to steady-state analysis. Simulation results also shows the positive effects of using pre-grouting in tunnel construction. The use of pre-grouting will reduce the groundwater drawdown, from 14.086 m to 0.283 m (kratio = 1), and 10.524 m to 0.266 m (kratio = 0.5). The use of pre-grouting also gives an advantage in reducing the seepage flows at tunnel wall.

Kata Kunci : Hidrogeologi Tanah dan Batuan,Penggalian Terowongan,Metode Elemen Hingga,tunnel, seepage flows, pre-grouting, finite element model


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.