Pergeseran nilai budaya Pela Gandong pada masyarakat adat di Maluku Tengah pasca konflik
MATAKENA, Fransina, Prof.Dr. J. Nasikun
2006 | Tesis | S2 SosiologiDalam kehidupan sosial terutama pada daerah pedesaan di Maluku Tengah, terdapat tiga pengelompokan masyarakat, yaitu Anak Negeri Sarani (masyarakat asli beragama Kristen/Sarani). Anak Negeri Salam (masyarakat asli yang beragama Islam), dan Orang Dagang (pendatang). Perekat sosial yang mengikat hubungan sosial Anak Negeri Sarani dan Anak Negeri Salam, antara lain yang menonjol ialah nilai-nilai budaya Pela Gandong yang diyakini mempunyai kekuatan supranatural yang sangat mempengaruhi perilaku sosial kedua kelompok masyarakat ini. Dalam pergaulan masyarakat akibat sentuhan-sentuhan perubahan melalui berbagai program pembangunan pada gilirannya turut pula menyentuh berbagai aspek kehidupan masyarakat, termasuk didalamnya aspek sosial budaya masyarakat. Perubahanperubahan dimaksud diduga dapat mempengaruhi terjadinya pergeseran nilai-nilai budaya masyarakat adat khususnya di Kabupaten Maluku Tengah. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode kualitatif yang menunjuk pada metode yang berusaha memahami realitas sosial dengan memahami, memaknai dan menjelaskan dan bersifat empiris serta subject matternya non material` Proses sosialisasi dapat dilakukan dengan cara melahirkan hubungan Pela baru di luar basis negeri, baik dalam kelurahan antara kelompok masyarakat yang berbeda etnis dan budayanya, dengan demikian Pela Gandong akan menjadi sesuatu yang berharga untuk proses integrasi bangsa. Selain itu implikasi yang terjadi dalam masyarakat akibat pergeseran ini adalah tidak menghargai tatanan nilai adat dalam masyarakat (baca:Pela Gandong) juga nilai agama serta kurang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Tingkat pendidikan yang kurang juga mempengaruhi pola berpikir masyarakat tentang makna suatu persekutuan antara negeri-negeri yang ber-Pela dan ber-Gandong. Akibat dari konflik yang terjadi beberapa tahun lalu maka diperlukan suatu penguatan budaya itu sendiri yang didalamnya melibatkan semua pihak juga masyakat adat. Penguatan budaya lokal (baca : Pela Gandong) perlu diaktifkannya kembali melalui Pendidikan Kebudayaan Maluku sebagai salah satu mata pelajaran lokal (mulok) dalam kurikulum sekolah maupun Perguruan Tinggi. Selain itu perlu adanya sosialisasi dan revitalisasi budaya Pela Gandong. Upaya memberdayakan institusi sosial dengan dikeluarkannya Undang- Undang No 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah yang memberikan kesempatan kepada desa untuk mengatur dirinya sendiri sesuai hal asal usulnya. Struktur pemerintahan ini harus dibangun dan dikembangkan dengan sistem manajemen yang modern, yang dapat mendorong partisipasi masyarakat melalui jaringan-jaringan sosial yang terdapat pada institusi tersebut.
In social life especially in rural areas of Central Moluccas, there are three society groups: Anak Negeri Sarani (Christian/Sarani native society), Anak Negeri Salam (Moslem native society) and Orang Dagang (comer). Social glue that ties social relationship between Anak Negeri Sarani and Anak Negeri Salam is cultural value of Pela Gandong that is believed to have supernatural power, which is strongly influencing social behaviour of this two society groups. In social relationship, the touch of change through various development programs, in turn, touches various aspects of social life, including sociocultural aspect. The changes are expected to influence cultural value shift of custom society, especially in Central Moluccas Regency. The method used in this research is qualitative method that refers to scientific method seeking to understand social reality by understanding, knowing and explaining and has empirical nature and nonmaterial subject matter. Socialization process can be performed by creating new Pela relation out of negeri/village base, both in village between society groups with different cultures and ethnics; therefore Pela Gandong will become valuable thing for national integration process. Beside that, implication in society caused by this shift is less regard of custom value in society (ie: Pela Gandong) and also religious value as well as less regard of human prestige. The low educational level also influences society’s thinking pattern about meaning of a partnership between villages with Pela and Gandong. The result of conflict occurred past several years, it is needed a cultural strengthening that involves all parties and custom society. Local cultural strengthening (ie: Pela Gandong) needs to be reactivated through Moluccas Cultural Education as a local subject both in school and college curriculum. Beside that, Pela Gandong culture socialization and revitalization. The effort of social institution empowerment by issuing Act No. 32/2004 on Local Government that give opportunity to villages to regulate themselves according to their origin. This governmental structure must be established and developed by modern management system, which can motivate public participation through existing social networks in such institutions.
Kata Kunci : Sosialisasi Masyarakat, Budaya Pela Gandong, Masyarakat Adat, Konflik, Pela Gandong Culture, Socialization, Revitalization.