Laporkan Masalah

Makna Tirakatan bagi masyarakat Santri Yogyakarta :: Studi atas Tradisi Malam Tirakatan dalam rangka memperingati HUT RI pada Masyarakat Kauman dan Mlangi Yogyakarta

NADIA, Zunly, Dr. Irwan Abdullah

2006 | Tesis | S2 Ilmu Perbandingan Agama

Tradisi malam tirakatan dalam rangka memperingati hari kemerdekaan RI adalah tradisi rutin masyarakat Yogyakarta dan sekitarnya yang dilaksanakan pada malam tujuh belas Agustus. Sebagian besar masyarakat Yogyakarta baik di daerah perkotaan maupun di daerah pedesaan melaksanakan tradisi ini, yang dilaksanakan di tiap-tiap RT, desa atau kampung. Tradisi malam tirakatan ini mulai di lakukan oleh masyarakat Yogyakarta semenjak pasca kemerdekaan sebagai ekspresi rasa syukur atas kemerdekaan yang telah dicapai. Penelitian ini “pendekatan sosio-antropologis” yakni dengan melihat fenomena sosial-budaya yang berkembang pada suatu masyarakat untuk kemudian mencari tahu bagaimana masyarakat memaknai fenomena sosial-budaya tersebut. Selain itu, penelitian ini juga memakai pendekatan sejarah untuk melihat secara mendetail faktor-faktor internal dan eksternal yang menjadi pendukung sehingga acara malam tirakatan oleh masyarakat di Mlangi dan tidak dilakukan oleh masyarakat Kauman. Tradisi tirakatan ini dilakukan oleh masyarakat Yogyakarta dengan cara yang berbeda-beda. Masyarakat Mlangi yang mayoritas adalah Islam tradisional melakukan tradisi ini dengan melaksanakan tahlilan yang dipimpin oleh seorang kyai di tiap-tiap RT dan sholawatan bersama-sama di masjid sebagai pusat kegiatan masyarakat Mlangi. Sementara masyarakat Kauman yang mayoritas adalah Islam modernis sengaja tidak melakukan tradisi tirakatan karena dinilai bertentangan dengan faham keagamaan mereka. Disini sebenarnya faktor paham keagamaan menjadi faktor yang penting dalam mempengaruhi pelaksanaan tradisi malam tirakatan karena terkait dengan pergulatan agama dan tradisi. Selain itu tradisi ini juga bisa dilihat dalam kerangka tiga jaringan makna, yaitu modernitas, agama dan budaya nenek moyang. Ketiganya saling terkait dan saling mempengaruhi dalam momen tradisi malam tirakatan. Melihat tradisi malam tirakatan dalam kerangka modernitas karena tradisi tirakatan ini di bawa dalam momen peringatan HUT kemerdekaan, disamping juga di adakan dibawah institusi pemerintahan. Sedangkan tradisi malam tirakatan ini dalam kerangka agama bisa dilihat dalam pelaksanaan tradisi ini dimana paham keagamaan sangat mempengaruhi terhadap pelaksanaan tradisi malam tirakatan. Sementara itu dalam kerangka budaya nenek moyang, tradisi malam tirakatan ini memang sudah menjadi tradisi masyarakat Jawa. Perilaku tirakat di gunakan oleh orang Jawa sebagai upaya untuk menenangkan diri dan sarana untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal ini dapat meneguhkan bahwa masyarakat memang kita tidak bisa melepaskan diri dari ketiga jaringan makna tersebut. Dari ketiga jaringan makna ini juga bisa dilihat bahwa makna malam tirakatan yang plural dan sesuai dengan latar belakang masyarakat.

The tirakatan tradition to commemorate Indonesian’s independence day is is done by Yogyakarta society the night before 17th of August. Almost all of Yogyakarta society does this tradition either in the the village or in urban area in every neighborhood (RT). Since an independent day, Tirakatan tradition has done as expression of gratitud to God for the independence day. This research uses socio-anthropology as a approach by seeing the social and cultural phenomena in the society and then seeking how the society gives a meaning those phenomena. Besides that, this research also uses historical approach for knowing detail the internal and external factors supporting tirakatan tradition that is done by Mlangi society and does not done by Kauman society. Every community inYogyakarta does this tirakatan tradition in a different way. In Mlangi society where traditional Islam is a majority, tirakatan is done in every RT by tahlilan that is lead by kyai (a religius leader or the leader of an Islamic boarding school) and after that reading sholawat together in the mosque as a center of the activity in Mlangi society. On the contrary, in Kauman society where modern Islam is a majority, they do not do tirakatan tradition because it is not compatible with their religious understanding. In this case, religious understanding is the important element influencing the realization of tirakatan tradition because it is related to the wrestling of religion and tradition. Tirakatan tradition is related to the symbolic Javanese society, including religion, world view, ethics, and Javanese culture as a whole. Those of couse have philosopical meaning and deeply spiritual value. Besides this relation, we can also see tirakatan tradition in the three framework meanings, i.e modernity, religion and culture of ancestors. Those three frameworks have relation and influence to each other in the tirakatan event. We can see tirakatan tradition in the modern framework, because this tradition commemorates the independence day. We can see tirakatan tradition in the religious framework, because religious understanding is an important factor that influencs this tradition. Whereas, in the culture of ancestors, the tirakatan tradition is based on javanese culture. Tirakat is used by the Javanese as self calmness and a medium of communication to God. This proofed that the society can not be independent without these three frameworks. From these frameworks, we can see the plurality meaning of tirakatan based on the society background.

Kata Kunci : Tradisi Tirakatan,Masyarakat Santri, Tirakatan, religion and tradition


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.