Laporkan Masalah

Kidung Tantri Pisacarana :: Suntingan teks, terjemahan, dan pendekatan semiotik

SUARKA, I Nyoman, Promotor Prof.Dr. Siti Chamamah Soeratno

2007 | Disertasi | S3 Ilmu Humaniora (Ilmu Sastra)

Dalam penelitian ini dibahas empat permasalahan pokok, yaitu transformasi teks Tantri Kāmandaka Jawa Kuna ke dalam pernaskahan Bali, sastra kidung dalam tradisi Bali, suntingan dan terjemahan teks Kidung Tantri Piśācaraóa, serta Kidung Tantri Piśācaraóa dilihat sebagai sistem tanda dalam proses komunikasi dan signifikasi pengarang dan pembaca. Teori yang digunakan dalam penelitian ini meliputi teori filologi, teori struktural, teori resepsi, teori intertekstual, teori semiotik, dan teori terjemahan. Secara khusus, penelitian ini bertujuan menjawab permasalahan di atas, dan secara umum bertujuan melestarikan karya sastra kidung sebagai kekayaan budaya bangsa yang menyimpan keanekaragaman tradisi. Manfaat teoretis hasil penelitian ini adalah sebagai salah satu sumber informasi pengetahuan di bidang ilmu sastra, khususnya mengenai sastra kidung, dalam upaya pengembangan ilmu-ilmu sastra Nusantara. Lebih jauh, penelitian ini bermanfaat bagi penyusunan sejarah kebudayaan, terutama mengenai periode Hindu-Jawa sebagai bagian sejarah kebudayaan Indonesia. Secara praktis, hasil penelitian ini bermanfaat dalam upaya memperkaya wawasan budaya bangsa mengenai sastra kidung. Kecuali itu, penelitian ini diharapkan dapat menumbuhkan budi pekerti luhur dan menghasilkan bahan apresiasi kreatif bagi generasi penerus tentang sastra kidung dan menjadi acuan bagi masyarakat dalam memilih dan memfungsikan kidung sebagai sarana pengiring upacara agama di Bali. Cara penelitian diawali dengan melakukan inventarisasi naskah Kidung Tantri Piśācaraóa. Naskah-naskah Kidung Tantri Piśācaraóa yang berhasil dikumpulkan selanjutnya dideskripsikan, dinilai dan diuji, diperbandingkan, diklasifikasi, dipilih dan ditetapkan sebagai dasar suntingan, ditransliterasi, disunting, dan diterjemahkan disertai dengan membuat aparat kritik. Teks hasil suntingan tersebut kemudian dianalisis dari segi sastra. Hasil penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut. (1) Teks Tantri Kāmandaka Jawa Kuna disadur ke dalam berbagai genre dalam pernaskahan Bali, meliputi gañcaran, kakawin, kidung, gěguritan, dan satua. (2) Kidung dalam tradisi Bali dipahami dalam hakikatnya sebagai sěkar dan merupakan sarana persembahan, ibadat keindahan, serta bagian integral dalam upacara agama di Bali. (3) Kidung Tantri Piśācaraóa merupakan salah satu teks transformasi yang bersumber pada teks Tantri Kāmandaka Jawa Kuna dan Kidung Ajidarma. Teks Kidung Tantri Piśācaraóa berhasil ditemukan dalam tiga naskah lontar yang tampak telah mengalami perbedaan bacaan dalam batas varian akibat kesalahan penyalinan dalam proses pewarisan teks tersebut. (4) Kidung Tantri Piśācaraóa digubah menggunakan bahasa Těngahan dan metrum Těngahan, yakni metrum Děmung dan metrum Kaðiri, terdiri atas 470 bait yang dikomposisikan ke dalam lima pupuh. Struktur ceritanya disusun berdasarkan satuan-satuan naratif, meliputi aśir, mantra, dūta, prāyaóa, aji, nayakā-bhyudaya, nāyaka, åtu, krìða, úāstra, śåògāra, dan ådhimat. Satuan-satuan naratif itu diikat dalam lima persendian, yaitu mukha, pratimukha, garbha, vimarśa, dan nirvahaóa. (5) Secara semiotik, teks Kidung Tantri Piśācaraóa merupakan tanda yang berada dalam proses komunikasi dan signifikasi antara pengarang dan pembaca. Dalam rangka itu, teks Kidung Tantri Piśācaraóa dapat dipahami sebagai ekspresi tidak langsung, sebagai pengganti sesuatu yang lain atau penanda secara signifikan dan bersifat hipogramatik. Sesuatu yang lain yang digantikan oleh penanda adalah makna atau petanda. Petanda itu tidak harus ada atau benar-benar ada di suatu tempat pada saat tanda menggantikannya. Petanda itu bisa dilacak secara hipogramatik melalui matriks dan model. Matriks Kidung Tantri Piśācaraóa adalah “kaeśwaryān” ‘kekuasaan adikodrati’ yang diaktualisasikan dalam model “andiwāśraya” ‘mencari persekutuan dengan dewa’ dan diderivasikan dalam varian “aji” ‘ajaran suci’. Karena itu, makna Kidung Tantri Piśācaraóa adalah kekuasaan adikodrati atau kaeśwaryān dapat diraih melalui persekutuan dengan dewa atau andiwāśraya dan pendalaman ajaran suci atau aji secara tekun.

This study discusses four main problems, they are: transformation of Old Javanese Tantri Kāmandaka text into Balinese manuscript, kidung literary work into Balinese tradition, editing and translating of the text of Kidung Tantri Piśācaraóa, and Kindung Tantri Piśācaraóa seen as sign system in the process of communication and significance of an author and reader. Theory used in this study covers theory of philology, structural, reception, inter-textual, semiotic, and theory of translation. Specifically, this study aims to answer the above problems and generally it aims to preserve literary works of kidung as a wealth of the culture of the nation that keeps diverse traditions. The theoretical significance of the results of the study is to serve as one of the information sources of knowledge in the field of literature, especially having to do with kidung, in an effort of developing the Nusantara literary works. Furthermore, this study is of benefit to the writer of cultural history especially that for the period of Hindu-Java as part of the history of the Indonesian culture. Practically, the results of the study will be beneficial to an effort of enriching the horizon of national culture in terms of kidung. Besides that this study is hoped to be able to develop noble values and produce creative appreciation for the next generation concerning kidung and it serves as a reference in choosing and functioning kidung as a means of accompanying religious ceremonies in Bali. Method of research was initiated by inventorying the manuscripts of Kidung Tantri Piśācaraóa. These manuscripts that had been successfully collected were then described, valued and tested, compared, classified, selected and confirmed as basis for editing, then it was transliterated, edited, and translated accompanied by making criticism apparatus. Texts as a result of the editing were then analyzed in terms of their literary values. The results of the study can be formulated as follows. (1) Old Javanese text Tantri of Kāmandaka is adapted to various genres in the Balinese manuscripts covering gañcaran, kakawin, kidung, gěguritan, and satua. (2) Kidung in Balinese tradition is understood in essence as sěkar and it is a means of offering, beauty of devotional act, and an integral part in religious ceremonies in Bali. (3) Kidung Tantri Piśācaraóa as one of the transformational texts, which have its source in the old Javanese text of Tantri Kāmandaka and kidung Ajidarma. Text of Kidung Tantri Piśācaraóa successfully discovered in three manuscripts which seem to have undergone some change of reading in terms of variants as a result of miscopying in the process of inheriting the texts. (4) Kidung Tantri Piśācaraóa was made using the Těngahan language and Těngahan meter, Děmung and Kaðiri meter consisting of 470 verses, which were composed of five strophes. The structure of its story was made based on narrative units covering aśir, mantra, dūta, prāyaóa, aji, xxiii nayakā-bhyudaya, nāyaka, åtu, krìða, úāstra, śåògāra, and ådhimat. The narrative units were bound into five pivots, mukha, pratimukha, garbha, vimarśa, and nirvahaóa. (5) Semiotically, the text Kidung Tantri Piśācaraóa serves as sign lies in the process of communication and significance between the author and the readers. In this context, the text of Kidung Tantri Piśācaraóa can be understood as an indirect expression as a replacement of the other or the signifier significantly and it is hypogrammatical in nature. The other thing substituted by the signifier is the meaning or signifier. The signifier is not necessarily present or actually present in a place at the time the sign replacing it. The signifier can be traced hypogrammatically through matrix and model. The matrix of Kidung Tantri Piśācaraóa is “kaeśwaryān” ‘the power of adikodrati (supreme power) actualized in the model of “andiwāśraya” ‘looking for unity with the god’ and it is derived in the variant of “aji” ‘holy teaching’. Therefore, the meaning of Kidung Tantri Piśācaraóa is the power of adikodrati or “kaeśwaryān” that can be obtained from the unity with god or “andiwāśraya” and the deepening of holy teaching or “aji” zealously.

Kata Kunci : Kidung Tantri Pisacarana


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.