Laporkan Masalah

Geografi dialek Bahasa Lampung di wilayah Sumatera bagian selatan

SUDIRMAN AM, Promotor Prof.Drs. M. Ramlan

2006 | Disertasi | S3 Ilmu Humaniora (Linguistik)

Penelitian geografi dialek BL ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan variasi fonologi, morfologi, dan leksikon BL berdasarkan kajian geografi dialek dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif melalui perbandingan dengan bahasa Minangkabau, Semende, dan Ogan; (2) menetapkan dialek atau subdialek BL dengan pendekatan metode kualitatif dan kuantitatif, dan (3) menetapkan daerah sebaran unsur-unsur relik dan inovasi melalui pemetaan BL secara diakronis. Untuk mencapai tujuan tersebut digunakan metode lapangan observasi berpartisipasi, teknis pemecahan masalahnya dilakukan tiga tahap, (1) tahap penyediaan data dilakukan dengan metode wawancara langsung dan pengamatan berpartisipasi diikuti pencatatan/perekaman terhadap satuan lingual yang dituturkan informan. Perolehan data satuan lingual informan diteliti dan diuji dengan teknik triangulasi untuk kesahihan data yang valid dan reliabel; (2) tahap analisis data dilakukan dengan metode padan, satuan lingual informan antar-TP dipadankan/dikomparatifkan, melalui teknik pilah unsur penentu leksikon yang memiliki kemiripan unsur bunyinya diidentifikasi. Kemiripan unsur bunyi leksikon yang berkorespondensi dikelompokkan dengan teknik hubung banding menyamakan, dan unsur bunyi beralofon pada kognat leksikon yang berkorespondensi dipilah dan dibedakan dengan teknik hubung banding membedakan. Metode padan ini dilakukan baik pada rekonstruksi eksternal maupun internal BL. Dalam rekonstruksi eksternal dikomparatifkan BM dan BL, dan dalam rekonstruksi internal dikomparatifkan antar-TP BL pada bagian sinkronis. Data diakronis BM dan BL dianalisis dengan metode top down untuk diidentifikasi refleks *PAN terhadap BM dan dialek-dialek BL dan kemudian ditetapkan daerah relik dan inovasinya. Metode kuantitatif dialektometri digunakan untuk perhitungan data leksikon antar-TP, dan ditentukan status isoleknya berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, kemudian dilakukan pengelompokan isolek BL. Terakhir (3) tahap penyajian hasil analisis data dilakukan dengan dua versi, (a) hasil penelitian dideskripsikan dalam bentuk kata-kata atau kalimat biasa; dan (b) perolehan (sub)dialek dialihgantikan dengan lambang-lambang dalam pemetaan. Salah satu hasil penelitian diperlihatkan oleh hubungan kontak BL dan BM sebagai bahasa kerabat, fonem dan leksikon BM banyak diserap dan dipinjam oleh BL, sehingga banyak kemiripan-kemiripan antarfonem dan leksikon BL dengan BM. Hasil persentase unsur bunyi serapan dan pinjaman analogi BL dari BM 48,5%, dengan perhitungan leksikostatistik hubungan kekerabatannya berada pada level bahasa kerabat ‘languages of a family’. Pembuktian ini sebagai realisasi dari rekonstruksi eksternal BL, dan sebagai hipotesis yang perlu disokong dengan fakta linguistik diakronis (lihat bagian diakronisnya). BL lebih didominasi pengaruh BM, sehingga penutur BL yang bilingualisme lebih suka menggunakan BM sebagai suatu prestise, akibatnya BL kurang dikenal oleh masyarakat lainnya. Pengaruh bahasa yang berdekatan juga telah terjadi antara BL dan BM. BM merupakan bahasa yang lebih penting sebagai bahasa pusat kebudayaan masa silam, dan sebagai lingua franca di Nusantara mendominasi pengaruh penuturnya terhadap penutur bahasa lain seperti BL, sehingga BM banyak diserap dan dipinjam BL misalnya pada aspek fonologi dan leksikon. Selain kecenderungan penutur BL menggunakan BM, juga akibat pengaruh ekspansi Sriwijaya masa silam di Lampung banyak ditemukan prasasti yang ber-BM kuno, maka oleh Dyen BL disebut bagian BM, pembuktiannya di samping berdasarkan data sekunder hasil deskripsi Van der Tuuk juga diperlihatkan oleh hubungan kekerabatannya dengan BM terlalu jauh (39,9%). Setelah diteliti dan digunakan data primer BL substansi sebaran BL itu sendiri masih ada dan tetap bertahan kadarnya 51,5%, bukan sebagai bagian BM. Substansi sebaran BL yang bertahan itu direkonstruksi secara internal antar- TP, hasilnya diperlihatkan oleh variasi unsur bunyi pada kognat leksikon dari semua posisi. Bukti ini dapat dilihat pada posisi awal ada variasi unsur bunyi [R~R~X], [R~X~Ø], [h~Ø], [o~Ø], [i~i~e]; pada posisi antarvokal ada variasi unsur bunyi [R~ [X~w], [nt~tt], [mp~pp], [pp~mp], [dd~nd], [?k~kk], [d~l]; pada posisi ahir ada variasi unsur bunyi [R~X], [X~R], [y~?], [?~Ø]; pada posisi antepenultima terbuka ada variasi unsur bunyi [a~?]; pada posisi penultima terbuka ada variasi unsur bunyi [o~?], [o~o ~?]; pada posisi penultima tertutup ada variasi unsur bunyi [o~a~i], [a~?~u]; pada posisi ultima terbuka ada variasi unsur bunyi [i~o~ou], [i~i~ey~ay], [a~o~ou~eu~E], [a~o~ou~E], [u~ou~eu]; dan pada posisi ultima tertutup ada variasi unsur bunyi [a] ~ [e~O], [u] ~ [U~ou~ ua], [o~?], [i~i~e~ie], [i~ie~ia]. Pada aspek morfologi ada variasi afiks,yakni Prefiks {bE-~b?-~ba-~bu-}‘ber-’; {tE-~t?-~ta-~ti-}’ter-’; {mE-~ma-~mu-~m?-}’me-’; {?a-~??-}’me-’; dan {N-} > {m-~ am-}’me-’; Sufiks {-k?n~-ko(n)~-on}’-kan’; dan {-na~-ni~-nou}‘-nya’. Konfiks {pE?- an~p??-an~pa?-an~pu?-an}’pe-an’, dan {k?-an~ka-an}’ke-an’. Afiks Gabung {?E-ko ~?E-kon~??-ko~??-kon~??-k?n}’me-kan’, {di-ko~di-kon}’di-kan’, {??-i~?a-i}’me-i’, {di-i ~ ti-i}’di-i’. Reduplikasi {?E-â-i~??-â-i~?a-â-i}’me-i’, {?E-R-ko ~ ?E-Rkon ~ ??-R-ko ~ ??-R-kon ~ ?a-R-ko(n) ~ ??-R-k?n} ’meN-R-kan’. Mengenai varian leksikal untuk ungkapan satu makna paling sedikit dua varian dan paling banyak tujuh varian leksikal. Ragam varian leksikal tersebut setelah dihitung dengan ketentuan dan kriteria dialektometri, hasilnya diperlihatkan oleh empat kelompok isolek, ada yang berstatus perbedaan dialek, subdialek, perbedaan wicara, dan tidak ada perbedaan. Setelah dilakukan analisis secara kualitatif ditemukan enam dialek fonologis, sembilan varian fonem, delapan varian fonem pada afiks, dan tujuh varian leksikon; dialek-dialek BL ini ditentukan oleh isoglos. Sedangkan secara kuantitatif, berdasarkan perhitungan dialektometri dihasilkan empat kelompok isolek yakni dialek, subdialek, perbedaan wicara, dan tidak ada perbedaan; pengelompokan ini disokong oleh fakta kualitatif berupa isoglos. Isoglos yang sangat dominan pada kelompok yang berstatus dialek dan subdialek. Berdasarkan tinjauan diakronis yang dilakukan secara deduktif pada BL ditemukan sebaran refleks *PAN berupa fonem retensi dan inovasi yang cukup beragam dan banyak ditandai oleh pengembangan inovasi. Fonem-fonem itu masih dijumpai dalam BL. Sebagai contoh, (a) *PAN merefleksikan fonem vokal *? > ? sebagai retensi, dan *? > a, u sebagai inovasi. Refleks *? > ?, a, u merupakan refleksi yang mengalami pengembangan; (b) *PAN merefleksikan fonem vokal *u > u sebagai retensi, dan *u > U, ou, ua sebagai inovasi. Refleks *u > u, U, ou, ua merupakan refleks yang mengalami pengembangan. (c) *PAN merefleksikan fonem konsonan homorgan dan geminasi, seperti evidensi *nt > nt sebagai retensi, *nt > tt sebagai inovasi; begitu pula *?k > ?k sebagai retensi, dan *?k > kk sebagai inovasi. Refleks *PAN *nt *?k > nt, tt; ?k, kk merupakan refleksi yang mengalami pengembangan inovasi. Selain itu, (d) ditemukan pula *PAN merefleksikan *R > R sebagai retensi, dan *R > X sebagai inovasi. Refleks *R > R, X merupakan refleksi yang mengalami pengembangan inovasi. Berdasarkan tinjauan diakronis yang dilakukan secara deduktif pada BM dan BL ditemukan fonem-fonem BM (bahasa Minangkabau, Semende, Ogan) dan BL yang dihasilkan deskripsi diakronis fonem konsonan, vokal, dan diftong turunan dari bahasa induknya ‘*PAN’. Refleks fonem-fonem itu ada kemiripan-kemiripan fonem BM dan BL yang diperlihatkan oleh perubahan bunyi yang teratur, fonem-fonem yang sama dikelompokkan. Pengelompokan fonem-fonem itu ada yang berwujud retensi bersama, dan inovasi bersama. Retensi bersama atau inovasi bersama pada ketiga bahasa itu sebagai BM yang setara dengan BL dapat dilihat pada contoh (a) *PAN *uy > i inovasi bersama dalam BM, *uy > uy retensi dalam BL: (b) *R(r) > R(r) retensi bersama dalam BM, *R(r) > y inovasi dalam BL. Contoh itu sebagai evidensi BM dan BL merupakan dua subgrup dari bahasa turunan *PAN. Pembuktian ini memberikan sokongan pada hipotesis hasil perhitungan kuantitatif Leksikostatistik sebelumnya bahwa BM dan BL merupakan bahasa kerabat “Language of a family.”

The geographical research on Lampung Language dialects aim to (1) describe shape of Lampung Language phonology, morphology and lexicon based on geographical research on dialects under quantitative and qualitative pass through comparison with the Minangkabau, Semende, and Ogan languages, (2) determine Lampung Language dialects or sub dialects by employing quantitative and qualitative methods, and (3) determine areas of distribution of relic and innovative elements through mapping Lampung Language diachronically. To achieve the aims, participatory field observation method was used which included three stages of resolution, namely (1) stage of data provision conducted through direct interview and participatory observation followed by recording and taking notes on the linguistic unit uttered by informants. The linguistic units from the informants were analysed and examined its validity and reliability by triangulation test, (2) stage of data analysis was undertaken by comparative method (metode padan). The linguistic units of informants among point observation were compared. Employing teknik pilah unsur penentu, lexicons which possessed affinities in their sound were identified. The lexicons’ sounds which corresponded to each others were grouped using teknik hubung banding menyamakan. Allophonic sounds on the lexicon cognate which corresponded among each other were separated and differentiated using teknik hubung banding membedakan. Comparative method was applied on both the external and internal reconstructions of Lampung Language. Under external reconstruction, Malay Language and Lampung Language were compared and under the internal reconstruction, among point observation of Lampung Language were compared on the synchronic aspects. Diachronic data of Malay Language and Lampung Language were analysed using top down method to identify Proto Austronesian reflexes on Malay Language and Lampung Language dialects and then determined relic areas and innovations. While dialectometry quantitative method was employed for measuring the Lampung Language lexicon data among point observation and determining the isolect status based on determined criteria. Then, the groupings of Lampung Language isolect were conducted. Finally (3) stage of presentation of result of analysis were undertaken by presenting (a) result of research described in the forms of words or sentences and (b) (sub)dialects results transformed into symbols in the mapping. Result of research showed the relationships between Lampung Language and Malay Language as language of a kinship. Malay Language’s phonemes and lexicons in the form of secondary change of Malay Language were much adopted and borrowed so that many affinities between Lampung Language’s and Malay Language’s phonemes and lexicons existed. Percentage of adoption and borrowings of Lampung Language from Malay Language was 48.5%. Using lexicostatistics, the kindship relationship between the two was on the level of languages of a family. The evidence was a realization of Lampung Language external reconstruction, and a hypothesis must supported by evidence of diachronic lingustics (see part of diachronically). Lampung Language was more dominated by Malay Language so that the bilingual Lampung Language speakers preferred Malay Language as a prestige. Accordingly, Lampung Language was less known by people. The influence of adjacent languages also took place between Lampung Language and Malay Language. Malay Language was a more important language functioning as the language of center of culture in the past. As lingua franca throughout Nusantara, Malay Language was influential for speakers of other languages including Lampung Language so that Malay Language linguistic units were much adopted and borrowed by Lampung Language, for instance Malay Language’s phonology and lexicon. Apart from the tendency of Lampung Language’s speakers’ use of Malay Language, as a result of Sriwijaya’s expansion in the past, in Lampung were found many inscriptions using old Malay Language, hence called by Dyen as Malayan Subfamily. The proving of the old Malay Language, besides being based on secondary data described by Van Der Tuuk, was also shown by the very remote relationship with Malay Language (39.9%). After Lampung Language primary data were studied and used, the Lampung Language distribution still existed and survived with percentage 51.5% which was not part and older Malay Language. The surviving distributed Lampung Language was reconstructed internally among point observation’s. The results were exhibited by the variation among sounds on lexicon cognate in all position. The evidence can be seen in the variation of sound in the first position of lexicon [R~R~X], [R~X~Ø], [h~Ø], [o~Ø], [i~i~e]; among vowels [R~X~w], [nt~tt], [mp~pp], [pp~mp], [dd~nd], [?k~kk], [d~l]; final position before caesure [R~X], [X~R], [y~?], [?~Ø]; open antepenultimate [a~?]; open penultimate [o~ ?], [o~o~?]; closed penultimate [o~a~i], [a~?~u]; open ultimate [i~o~ou], [i~i~ey~ay], [a~o~ou~eu~E], [a~o~ou~E], [u~ou~eu]; closed ultimate [a~e~O], [u~U~ou~ua], [o~?], [i~i~e~ie], [i~ie~ia]. On the morphological aspects of Malay Language and Lampung Language, there was a limited variation. The following show BL affix variation among point observation, namely Prefixes {bE- ~ b?- ~ ba- ~ bu-}; {tE- ~ t?- ~ ta- ~ ti-}; {mE- ~ ma- ~ mu- ~ m?-}; {?a- ~ ??-}; and {N-}> {m- ~ am-}; Various Suffixes were found in pairs {-k?n} ~ -ko ~ -kon ~ -on}; and {-na ~ -ni ~ -nou}.Confixes{pE?-an ~ p??-an ~ pa?-an ~ pu?-an}, {k?-an ~ ka-an}; Combination of affix {?E-ko ~ ?E-kon ~ ??-ko ~ ??-kon ~ ??-k?n}, {di-k?n ~ di-ko ~ di-kon}, {??-i ~ ?a-i}, {di-i ~ ti-i}; and variation affix {?E-â-i ~ ??-â-i ~ ?a-â-i}, {?E-R-ko ~ ?E-R-kon ~ ??-R-ko ~ ??-R-kon ~ ?a-R-ko ~ ?a-R-kon ~ ??-R-k?n} in reduplication. Regarding lexical variants of one meaning expression, the lowest number was two and the highest was seven variants. The variants were measured with criteria of dialectometry. The result showed four groups of isolect, including dialect and sub dialect differences, utterance differences, and no differences. After an qualitative analysis was conducted on isolect of Lampung Language, it was found six phonological dialects, nine variants of phonemes, eight variants of phoneme on affix, and fifteen variants of lexicons. The Lampung language dialects. According to diachronic perspective conducted deductively in BL, it was found the distribution of reflex *PAN in the form of various retention and innovation of phoneme in BL. For example, (a) *PAN reflected vowel *? > ? as retention and *? > a, u as innovation. Reflex *? > ?, a, u was a reflection which underwent developments; (b) *PAN reflected vowel *u > u as retention and u > U, ou, ua as innovation. Reflex *u > u, U, ou, ua was a reflection which experienced development (c) *PAN reflected homorganic phoneme consonant and germination, such as those found in evidence *nt > nt as retention, *nt > tt as innovation. The same was true of *nk > nk as retention and *nk > kk as innovation. Reflex *PAN *nt *nk > nt, tt; nk, kk was a reflection that developed. Besides, (d) it was found that *PAN reflected *R > R as retention and *R > X as innovation. Reflex *R > R, X was a reflection which experienced sounds changes innovation. Based on the diachronic perspective under deductive method in Malay Language and Lampung Language, it was found reflection of proto-language *PAN as a phonemes retention and innovation base on identify and descriptionon BM’s phonemes in Minangkabau, Semende, and Ogan languages and BL’s phonemes resulted of diachronic description phoneme consonant, vowel, and diphthong reflection of *PAN. The phonemes diachronic found phonemes similarities on BM and BL shown by sound change regularity, the same phonemes grouped in one grouping. The grouping of phonemes Minangkabau, Semende, and Ogan languages found shared retention, and shared innovation. Shared retention or shared innovation on 3rd the languages as BM equivalent with the BL in example (a) *PAN *uy > i shared innovation in BM, *uy > uy retention in BL; (b) *PAN *R(r) > R(r) shared retention in BM, *R(r) > y innovation in BL. The evidence of BM and BL are two subgroup reflection of proto-language. The evidence to give support a hypothesis accounted of quantitative Lexicostatistics in synchronic description, the status of BM and BL as a Language of a family.

Kata Kunci : Bahasa Lampung,Geografi Dialek,Fonologi dan Morfologi, dialect geography, correspondence, variation, isogloss, and language map


    Tidak tersedia file untuk ditampilkan ke publik.