Konsolidasi tanah perkotaan secara swadaya di desa Trimulyo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman
SULLE, Dekasius, Ir. Sudaryono, M.Eng.,Ph.D
2006 | Tesis | Magister Perencanaan Kota dan DaerahKonsolidasi tanah perkotaan sebagai salah satu model pembangunan perkotaan, dalam prosesnya membutuhkan peran serta masyarakat. Hal tersebut sejalan dengan konsep pembangunan yang berbasiskan komunitas (community development). Penelitian ini dilakukan untuk mencari konsep-konsep yang terdapat dalam pelaksanaan konsolidasi tanah secara swadaya di Desa Trimulyo Kecamatan Sleman Kabupaten Sleman. Metode penelitian yang digunakan adalah induktif-kualitatiffenomenologi, dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara langsung dengan peserta konsolidasi tanah, observasi lapangan dan studi pustaka serta menggunakan alat pengumpul data berupa topik-topik pertanyaan yang tidak terstruktur sesuai dengan fokus penelitian yang dilakukan, selain itu dilakukan observasi lapangan dengan pemotretan dan catatan pengamatan lapangan serta penelusuran literatur. Analisis data dilakukan dengan mengadakan kategorisasi terhadap unit-unit informasi, sehingga diperoleh tema-tema. Tema-tema yang diperoleh kemudian dilakukan proses konseptualisasi untuk menjawab permasalahan penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 9 (sembilan) konsep dalam pelaksanaan konsoldasi tanah secara swadaya di Desa Trimulyo yakni (1) kemandirian; (2) sistem pengendalian; (3) penataan ruang; (4) partisipasi; (5) pendistribusian; (6) koordinasi; (7) kepastian hukum; (8) modal sosial; dan (9) sistem membangun. Dari 9 konsep tersebut, keberhasilan pelaksanaan konsolidasi tanah sangat ditentukan oleh konsep modal sosial yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat khususnya bagi peserta konsolidasi tanah. Nilai-nilai tersebut antara lain adanya kepercayaan, kerjasama, motivasi, kebersamaan, kesepakatan, gotong royong, serta kepedulian sosial. Penelitian ini menunjukkan bahwa dari sekitar 133 bidang tanah yang ditata baru sekitar 5 bidang yang dibangun, sehingga sebagian besar tanah pada lokasi konsolidasi tanah masih kosong dan belum dimanfaatkan. Hal ini menunjukkan bahwa keberhasilan konsolidasi untuk kasus tersebut belum optimal kerena tujuan diadakannya konsolidasi tanah bagi anggota KP2KS adalah untuk meningkatkan kesejahteraan anggota di bidang perumahan. Agar pelaksanaan konsolidasi tanah secara swadaya lebih optimal, maka keterpaduan dari berbagai pihak (stakeholder) perlu ditingkatkan, dan untuk itu diperlukan peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitator.
Consolidation of urban land as an alternative model of urban development requires people’s participation in its implementation. It is in line with the concept of community-based development. The research aims to identify concepts in the implementation of independent consolidation of urban land in Trimulyo village, Sleman sub-district, Sleman regency. The research applies inductive-qualitative-phenomenological method together with direct interview, field observation, and library research for data collection. It conducts interview with participants of land consolidation using unstructured questions on topics relevant with the research. The field observation is done by photographing and recording facts in the field, as well as tracing literature. It analyzes the data by categorizing units of information to generate themes. It continues with conceptualization process for the generated themes in order to address the research problems. The research results identify 9 (nine) concepts in the implementation of independent land consolidation in Trimulyo village, wich are: (1) independency; (2) control system; (3) spatial setting; (4) participation; (5) destribution; (6) coordination; (7) legal certainly; (8) social capital; and (9) development system. Among these concepts, the most determinant is social capital that grows in the society, especially one that belongs to participants of land consolidation. It includes such values as trust, cooperation, togetherness, motivation, agreement, community service, and social awareness. The research finds that among the 133 lands being registered, only 5 plots are developed while the rests remain mostly undeveloped or unused. It shows that the success of land consolidation is not optimum as its aim is in fact to improve the welfare of consolidation participants (KP2KS members) in housing sector. The research recommends that the stakeholders’ integratedness be improved in order to optimise the implementation of independent consolidation. Consequently, it needs to involve government as regulator and facilitator.
Kata Kunci : Manajemen Pembangunan Kota,Konsolidasi Tanah Perkotaan, land consolidation, independent, social capital, integratedness